Pernahkah kita mendengar, seorang anak yang memaki orangtuanya karena keinginannya tak terpenuhi? Orangtua merasa sudah memberikan SEGALANYA, namun ternyata perilaku anaknya masih tak sesuai dengan harapan ayah ibunya?
Ayah ibunya shaleh, tapi kenapa anaknya kagak ikut shaleh? Ataukah, kita pernah mendengar seorang anak tega berbuat aniaya terhadap orangtuanya?
Tulisan ini mencoba merefleksikan jawaban jawaban atas pertanyaan diatas, dan bagaimana semestinya beradaptasi dengan kondisi yang berbeda, antara orangtua zaman dulu dengan orangtua zaman sekarang.
Orangtua zaman dulu (tahun 70-90an) ternyata sudah menerapkan otoritas yang benar terhadap anak. Mari kita ingat ingat, dahulu saat anak dimarahi guru, lalu mengadu ke orangtua, apa yang terjadi? Alih alih dibela, malah dapat bonus tambahan. Hehe
Dahulu, saat seorang anak dinasehati, anak tak berani berkata kata bahkan sekedar menatap wajah orangtuanya, tak berani !
Dahulu, anak-anak bisa tunduk dan taat dengan aturan aturan di rumah yang diterapkan oleh kedua orangtuanya. Mengapa? Karena mereka membangun otoritas yang benar terhadap anak
Maksudnya membangun otoritas yang benar itu apa sih?
Maksudnya, orangtua bisa menunjukan kredibilitasnya, anaknya terpengaruhi dengan nilai-nilai hidup dari orangtuanya. Orangtua memberikan hak hak sang anaknya dengan memberikan batasan yang jelas dan tegas.
Pada akhirnya, anak menyadari apa yang benar, bagaimana seharusnya bersikap, mengetahui hak dan kewajibannya sampai pada terbentuknya karakter karakter anak yang kuat. Pribadi pribadi yang kuat. Anak mengikuti apa yang dikehendaki oleh orangtuanya.
Jadi, bagaimana
atuh cara membangun otoritas yang benar itu?
Teladan saja tidak cukup, butuh skill !
Ayah ibunya rajin shalat bahkan jadi guru, itu sudah bagus pisan, tetapi belum cukup jika tak memiliki ilmu dalam mendidik anak, bisa repot kedepannya. Bisa salah pola asuh, bisa keliru menyikapi anak. Dari sekarang yuk ngaji quran dan hadits, disana ilmu-ilmu parenting ada banyak. Libatkan dan rangsang anak agar mengikuti jejak baik ayah ibunya. Agar anak bisa menginternalisasi nilai-nilai keshalehan dari ayah ibunya.
Wajib Akrab dengan Anak
Orangtua wajib akrab dengan anaknya. Ini merupakan kunci menancapkan pengaruh terhadap anak. Jangan sampai kalah dalam keakraban dengan anak. Anak bisa-bisa tak terpengaruhi oleh ayah ibunya. Jadi jangan bilang sudah MEMBERI SEGALANYA apabila kita tak bisa meluangkan waktu untuk membangun keakraban sejak dini.
Tegas dan Jelas dalam bersikap
Saat mendidik anak, orangtua mesti memahamkan anaknya bahwa ada aturan ayah ibu dan aturan agama yang mesti dijunjung tinggi. Orangtua mesti siap melihat anaknya nangis (untuk sementara).
Contohnya;
saat akan berangkat kerja, anaknya nangis dan merengek minta digendong gendong dulu. Apakah yang mesti dilakukan orangtua? Harusnya orangtua tetap berlalu pergi, jangan lembek. Buka senyum lebar, lambaikan tangan, dan langkahkan kaki untuk berangkat kerja. Biarkan anak nangis hari itu. Dan lihatlah hari hari kedepannya. Anak bisa memahami.
Contoh lainnya;
Anak nangis karena ingin jajan yang menurut kita itu kurang bagus untuk kesehatannya. Ayah ibu mesti tegas dan menjelaskan dengan detail. Libatkan sentuhan (touch communication) saat memberitahu anak. Jangan lembek, karena iba dan jengah melihat tangisan anak. Sekali lagi, biarkan anak nangis (sementara). Dan lihatlah hari-hari kedepannya
Jangan Otoriter !
Setelah ayah ibu bisa membangun otoritas terhadap anaknya, orangtua tak boleh otoriter. Serba mengekang, tak memahami konteks masalah dan kebutuhan anaknya. Orangtua yang berhasil membangun otoritas yang benar, biasanya akan dituruti oleh anak-anaknya.
Mari kita pahami bahwa saat ini tantangan membangun otoritas semakin bertambah sulit. Mengapa? Di era keterbukaan informasi dengan adanya internet dan medsos, membuat orangtua harus lebih unggul bersaing dalam mendapatkan otoritas, cinta, kredibilitas dan kepercayaan anaknya.
Ini bukan persoalan sepele, karena akan berdampak terus dalam tahap perkembangan anak di masa yang akan datang.
Jika anak sudah terpesona dengan ayah ibunya, jika anak sudah akrab dengan ayah ibunya, jika anak merasakan keharmonisan ayah ibunya, jika anak memahami mulianya ayah dan ibunya, kira-kira apa yang akan terjadi?
Selamat membangun otoritas yang benar.
Allahu a’lam.
***
Penulis:
Taufik Ginanjar (BK MTs Persis 3 Pameungpeuk)