Tanpa maksud merendahkan, kata awam dalam pembahasan tulisan ringan ini adalah untuk menjelaskan sebuah kondisi dimana seorang ayah atau seorang ibu belum memahami kewajiban-kewajibannya selaku orangtua terhadap anaknya, belum mengetahui psikologi anak, belum mengetahui dampak perlakuan terhadap perilaku anaknya, ayah dan ibu tak memiliki visi dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Mereka hanya sekedar hidup dan menjalani semuanya tanpa proses mau belajar dan bersusah payah membaguskan masa depan anak anaknya.
Jika kita selaku orangtua tak memahami nilai nilai agama Islam, besar kemungkinan kita hanya akan membesarkan anak anak dengan ilmu, pengalaman yang pernah diterima dan intuisi diri kita sendiri. Tanpa memahami fiqih mendidik anak yang berlandaskan Al-Quran siap siap saja di masa depan, saat anak memasuki fase remaja atau dewasa mudanya, kita akan mengalami kelelahan.
Saat usia kita semakin senja, ternyata anak semakin menjauh dengan diri kita. Semakin ia tumbuh sukses, semakin ia tak peduli dengan kita selaku orangtuanya. Sebab, boleh jadi saat kita hanya mengandalkan intuisi dan pengalaman yang dimiliki tanpa melibatkan sentuhan sentuhan Al-Quran maupun Hadits di dalamnya, siap siap saja akan ada ujian berat yang siap menanti.
Ujian tersebut adalah anak yang tak paham agama, kayak ibu bapaknya. Jangan salahkan anak anak jika di kemudian hari saat kita tua, mereka justru memasukan kita ke panti jompo. Jangan salah mereka saat kita butuh kehadiran mereka, ternyata mereka justru tak peduli sama sekali. Mirip hari ini kita terlalu memikirkan keluarga kecil kita, sering lupa dengan kondisi ayah dan ibu.
Sebab apa? Sebab kita mendidik dan membesarkan anak anak tanpa dikenalkan nilai nilai agama Islam dan Al-Quran. Disinilah pentingnya kita selaku orangtua untuk betul-betul meluangkan waktu agar bisa membaca dan mengkaji ayat-ayat Al-Quran dalam mendidik dan membesarkan anak. Efeknya akan segera dirasakan setelah kita mengimplementasikannya.
Kedua, kita layak disebut awam manakala tak memiliki visi untuk menshalehkan anak. Tak terbayang dan tak terencanakan dengan baik bagaimana anak anak kita bisa dibentuk sebagai anak anak yang shaleh shalehah.
Selain itu, kita juga tak memahami psikologi anak. Kita mengira dengan memberi setiap apa yang diminta oleh anak, itu sebagai hal yang baik, sebagai tanda sayang. Padahal itu salah besar. Kita mengira anak anak akan terus tunduk dan patuh kepada orangtuanya, sehingga tak perlu belajar segala. Toh dulu juga ayah dan ibunya tak belajar, tetap aja anak anaknya bisa sukses. Nampaknya, persepsi tersebut tak benar.
Mari kita tanya hati nurani. Apakah saat ini kita sudah menjadi anak yang shaleh bagi ayah ibu kita? Apakah saat ini kita telah memiliki adab yang baik terhadap mereka, mampu kah kita mengabdi dan berbakti bahkan mengorbankan material yang banyak asalkan ayah dan ibu kita bahagia? Apakah ucapan kita sudah benar benar baik dan mampu membahagiakan mereka? Apakah kita mau, anak anak kita kedepannya sama persis dengan apa yang kita lakukan pada nenek kakek mereka?
Disinilah pentingnya terus belajar dan meningkatkan keterampilan sebagai orangtua. Sayang sekali, ilmu menjadi orangtua yang benar itu tak ada di kurikulum pendidikan manapun. Tak akan pernah ada di lembaga perguruan tinggi manapun. Namun kabar baiknya, ilmu menjadi orangtua yang benar itu ada dalam Al-Quran dan Hadits, dan alhamdulillah buku ini akan memudahkan dan memangkas anda dalam belajar (akselerasi awal).
Sadarilah, bahwa masa ke masa itu berbeda. Tiap zaman selalu menuntut perubahan dan tentu semakin bertambah tahun bertambah berat pula godaan kehidupannya. Dulu saat masa kecil, kita hidup tanpa smartphone dan akses internet. Hari ini, anak anak kita hidup di zaman digital. Dimana akses apapun bisa didapatkannya. Kejahatan dan kebiadaban bisa mengintai ia kapan saja. Virus virus pemikiran bisa menjangkiti dia kapan saja. Arus pergaulan semakin ke arah yang rusak, dan bila tak kokoh kepribadian anak tersebut, sudah barang tentu ia akan menjadi anak yang tak bisa dikendalikan lagi. Jangan salahkan ia lebih peduli teman temannya, ketimbang ibu bapaknya. Sebab ada hal yang salah yang dilakukan oleh ayah ibunya saat dulu mendidik dan membesarkan sang anak tersebut.
Jadi, mari atur ulang waktu kita, untuk terus belajar memahami ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi Saw, agar kita terhidayahi dalam mendidik dan membesarkan anak-anak kita di zaman ini. Semoga Allah senantiasa memberikan berkah dan karunia-Nya kepada keluarga yang membaca dan memahami ayat-ayat Al-Quran di dalamnya.
***
Penulis: Taufik Ginanjar