Bandung, persis.or.id - Pembicaraan terkait ekonomi syariah bukanlah hanya mengenai lembaga keuangan syariah. Setidaknya ada dua sektor lain yang menjadi ranah ekonomi syariah. Demikian diungkapkan Dr. Latief Awaludin, M.H, M.A. dalam Daurah Ekonomi yang diselenggarakan PP PERSIS dan Himpunan Pengusaha PERSIS (HIPPI), Sabtu (15/1/22).
Ketua Bidang Garapan Ekonomi PP PERSIS ini menyayangkan jika pemahaman tentang ekonomi syariah hanya berkonotasi pada bank syariah saja. Menurutnya, selain pengelolaan keuangan, dalam ekonomi syariah ada sektor riil, tijarah atau perniagaan. Dan sektor inilah yang menjadi basis ekonomi Islam. Ia berharap HIPPI dapat berperan pada sektor ini.
“HIPPI berperan lebih aktif membuat ekosistem baru,” katanya.
Mengenai sektor perniagaan, Latief yang juga dosen STAI PERSIS Bandung ini pun menilai, Islam sampai hari ini selalu dipatok di UMKM. Dengan kondisi tersebut, sulit menghasilkan konglomerat muslim baru, karena ekonomi syariah lahir di tengah sistem kapitalis.
Sektor lain yang tak kalah penting dari ekonomi Islam, Latief menyebutkan, yaitu ekonomi tabarru berupa zakaf, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf). Ia menilai sektor inilah yang menjadi kekuatan umat Islam dan kelebihan ekonomi Islam.
“Selama ini, ziswaf masih dianggap bukan sektor ekonomi. Padahal, ekonom muslim menyebut justru semua itu adalah ekonomi, bukan hanya kewajiban. Padanya ada produksi, distribusi, dan bisnis yang berjalan. Semakin maju tijarah, potensi zakatnya pun tinggi,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, ketiga sektor itulah yang menjadi komitmen para ekonom muslim, bagaimana agar ketiganya nyambung. Para pengusahanya menggunakan jasa keuangan syariah, lalu dana tabarru atau CSR-nya masuk ke lembaga ziswaf.
Terkait ekonomi syariah yang akan dibangun di jamiyyah PERSIS. Latief menungkapkan bahwa yang dibangun oleh PERSIS ke depan adalah membangun ekosistemnya.
“Bagaimana membangunnya? Pertama, HIPPI harus kita dukung, dan BUMJ (Badan Usaha Milik Jamiyyah) harus kita perbanyak,” paparnya.
Ia mencontohkan apa yang berlaku negara, yaitu negara tidak boleh melakukan aktivitas ekonomi kecuali melalui BUMN. Begitu pula PP PERSIS, tidak boleh melakukan aktivitas ekonomi kecuali melalui BUMJ.
Untuk mendukung ekonomi syariah dan menyambungkannya dengan keuangan syariah, Latief mengungkapkan, di PERSIS saat ini baru ada lembaga keuangan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah), yang dapat kita memperbesar dengan koperasi atau BMT.
“Ust. Aceng (Ketua Umum PERSIS) beramanah kepada kita, ‘tolong setiap PD harus ada lembaga keuangan syariah, setidaknya ada BMT atau koperasi’,” ungkapnya menguatkan.
Ia menilai, jika koperasi dan BMT ini ada di setiap pimpinan daerah lalu menginduk kepada koperasi utama yang sudah ada, yaitu BMT Berkah Umat, insyaallah PERSIS sudah melakukan ekosistem syariah. Adapun untuk ziswafnya dapat langsung ke PZU (Pusat Zakat Umat).
Namun, pada kesempatan yang sama Latief juga menyampaikan, PR bersama selanjutnya adalah keberpihakan anggota dan simpatisan terhadap produk BUMJ PERSIS. Pembicaraan ekonomi syariah tidak melulu melalui pendekatan ekonomi, harus ada pendekatan sosial, politik, dan juga siyasah.
Latief pun meminta kepada HIPPI untuk berani menyimpan dan melakukan pembiayaan di BMT Berkah Umat.
“Kalau hanya 100 atau 200 juta, mudah-mudahan BMT kita mampu. Kita putus, jangan lagi berhubungan dengan bank konvensional,” tegasnya.
Sebagai penutup, Latief menyampaikan sepuluh industri halal. Ia menekankan pada aspek makanan halal. Menurutnya, ini adalah peluang bagi PERSIS sebagai ormas Islam yang pada dasarnya diperkenankan mempunyai lembaga sertifikasi halal. Namun, tentu saja harus memenuhi persyaratan, di antaranya adanya kantor yang representatif dan bekerja sama dengan laboratorium.
(HL/dh)