Dr. Irfan Syafrudin (Sekum PP Persis)
Dalam Forum Diskusi yang digagas oleh Pikiran Rakyat dengan menamakan Forum Asia-Afrika, hadir perwakilan Pimpinan Pusat/Besar tiga Ormas Besar yaitu Muhammadiyyah, NU dan Persis dan beberapa akademisi. Dalam diskusi tersebut dibicarakan tantangan Umat Islam Indonesia dan agenda Muktamar masing-masing. Muhammadiyah dan NU sudah selesai Muktamar dan Persis akan mennyelenggarakan Muktamar 20-21 Nopember 2015. Dari hasil diskusi tersebut muncul beberapa kegelisahan dan irisan agenda antar 3 ormas tersebut.
Pertama, sebuah organisasi akan tetap eksis bersama ideologi, pemikiran, karya atau cita-citanya manakala diteruskan oleh kader-kadernya (generasi berikutnya). Pemikiran dan cita-cita Ormas tersebut akan selalu dibaca dan hidup dalam setiap memori generasi apabila diabadikan dalam karya tulisnya.
Kedua, membangun bangsa Indonesia harus dengan ilmu.Kondisi bangsa saat ini dalam taraf pendidikan masih rendah, secara nasional rata-rata pendidikannya hanya sampai kelas 8 (kelas II SMP). bagaimana bangsa inimampu menyerap persoalan-persoalan kebangsaan, kenegaraan, masalah ekonomi, politik, sosial dan budaya, jika dilihat pendidikannya masih rendah. Bandingkan dengan negara malaysia yang tingkat pendidikan nasionalnya rata-rata sampai diploma.
Ketiga, anugrah bonus demografi, saat ini Indonesia merupakan bangsa yang besar ke-4 dari segi jumlah penduduk dunia. Memiliki generasi usia produktif bangsa (usia antara 15-65 tahun) yang jumlahnya lebih besar dari usia non produktif. Periode ini hanya datang satu kali dalam rentang 100 tahun, kalau tidak termanfaatkan bangsa ini akan merugi.
Keempat, kondisi bangsa Indonesia dengan kemajemukan sangat unik dan ter segmentasi. Berbeda dengan Jazirah Arab yang tidak punya pengalaman kemajemukan bangsa, dengan hahasa pengantar bahasa Arab, atau Amerika Serikat yang menyatakan bangsa multikultur, tetapi keyataannya bahasa sehari-hari satu yaitu hahasa Inggris ditambah sedikit beberapa bahasa daerah. Jika dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki multi suku, kultur, ras, agama serta tersegmentasi dalam satu pulau atau satu daerah, sehingga kalau muncul persoalan di satu daerah bisa menyebabkan persoalan komunal suatu ras, suku bahkan agama
Kelima, tantangan ideologi dan ekonomi bangsa, derasnya ideologi asing yang masuk ke NKRI ini, cukup menghawatirkan ideologi bangsa. Sikap kekeluaargaan dengan bercirikan gotong royong sudah mulai memudar digantikan dengan sikap individualis, permissif, hedonis, menurunnya rasa empati dan simpati. Masalah ekonomi yang pada saat ini sedang menurun dalam keadaan yang cukup memprihatinkan sehingga hal ini akan menjadi beban berat bangsa Indonesia ke depan, terutama umat Islam yang mayoritas.
Keenam, keteladanan pemimpin bangsa yang tidak bisa dijadikan cermin bagi rakyatnya. Betapa sulit mencari kepemimpinan bangsa yang bisa dijadikan sebagai teladan (uswah). Perilaku para pemimpin bangsa yang dipertontonkan di pentas kehidupan Nusantara, serba bendawi, hedonis dan berfoya-foya, cenderung menghamburkan uang rakyat, hilangnya rasa malu dengan mengambil uang negara atau memeras uang rakyat.
Ketujuh, kesulitan mencari lembaga negara dan lembaga lainnya untuk mencari keadilan dan keteladanan, seperti menurunnya kepercayaan bangsa terhadap sistem peradilan di Indonesia, lembaga kehakiman, lembaga kepolosian, lembaga kejaksaan serta terhadap integritas legislatif, keadilan Yudikatif, dan keamanahan eksekutif. Satu-satunya lembaga yang masih memberi harapan dan optimisme bagi perbaikan bangsa yaitua lembaga pendidikan
Persoalan-persoalan di atas menjadi dasar irisan dan kerjasama antar ormas Islam; Problem internal ormas harus diselesaikan oleh ormas itu sendiri. Permasalah umat Islam menjadi pekerjaan bersama seluruh ormas Islam dan umat Islam di Indoensia. Persoalan Bangsa menjadi persoalan ormas, umat dan seluruh komponen bangsa. Bagi Persis yang akan melaksanakan muktamar menjadi tantangan dalam merumuskan Program Jihad dan Bayan Muktamarnyaserta harus merespon semangat zaman (Zeitgeist).