“Tugas kita hari ini, adalah belajar kepada gerakan perjuangan Persis di masa kejayaannya.” Sejak awal kemunculannya, Persatuan Islam (Persis) telah mewarnai pertarungan pemikiran di Indonesia. Hal tersebut bahkan telah menarik para peneliti Barat, maupun Timur, untuk datang dan meneliti secara lebih mendalam tentang apa dan siapa Persatuan Islam. Katakan saja Howard M. Federspiel, seorang Doktor Studi Islam dari McGill University, dengan bukunya yang begitu terkenal, Labirin Ideologi Muslim; Pencarian dan Pergulatan Persis di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957). Tidak mengherankan, tentu saja, karena dalam sejarahnya, kader-kader Persatuan Islam telah ikut meramaikan pergulatan pemikiran dalam sidang konstituante, dan bahkan ikut merumuskan dasar ideologi negara Indonesia. Kiprah anggota bahkan tokoh-tokoh penting Persis dalam ranah politik, jelas cukup representatif. Katakan saja M. Natsir dengan pendekatan politik akomodatifnya, M. Isa Anshary dengan pendekatan politik konfrontatifnya, maupun E. Abdurrahman dengan keputusan “isolasi strategis”-nya.
Fakta sejarah yang diungkapkan di atas, menjadi satu gambaran utuh sikap partisipasi politik masyarakat dalam suatu negara. Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada hari ini, di sini. Bahkan telah terjadi sejak jatuhnya Baghdad di tangan Jengis Khan. Maka semestinya hari ini, kejadian-kejadian tersebut dapat memberikan sebuah gambaran legitimatif sekaligus timbangan yang adil untuk memutuskan manfaat dan madharat-nya. Karena bahkan dalam HR. Bukhari, Kitab al-Madzalim wal-Ghashb, Bab A’in Akhaaka Dzaaliman au Madzluuman, no. 2265, Rasulullah Saw bahkan memerintahkan kepada kaum muslimin untuk ikut aktif dalam mencegah ke-dzalim-an, yang secara sosiologis, bermuara pada dua aktifitas sosial, yaitu kekuasaan (politik) dan ekonomi. Maka salah satu tugas seorang muslim, adalah bagaimana “menundukan” kekuasaan dan ekonomi ini bisa memberikan maslahat kepada ummat Islam, setidak-tidaknya di Indonesia.
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh bidang Kail PP. Hima Persis yang diberi tajuk “Melacak Genealogi Pemikiran Persatuan Islam” tersebut, terungkap beberapa pertanyaan menggelitik yang membutuhkan data dan fakta yang lebih jelas untuk bisa disebarkan dalam wujud tulisan yang utuh dan ilmiah. Maka pertanyaan-pertanyaan tersebut belum saatnya untuk dimunculkan dalam laporan sederhana ini. Namun setidaknya, ini menjadi sebuah prolog berharga bagi diskusi-diskusi lanjutan di PP. Hima Persis pada waktu berikutnya.
Muhamad Ridwan Nurrohman, “juru tulis” Bidang KAIL PP. Hima Persis
(Diskusi Reboan Tasykil PP. Hima Persis)