Bandung, persis.or.id - Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PP Hima Persis) mengkritisi dibentuknya peraturan pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi dilaut dengan menggelar webinar nasional.
Kegiatan tersebut dihadiri lebih dari 100 kader Hima Persis seindonesia serta pembicara dari kalangan pemerintah, akademisi, pengamat maritim, hingga nelayan tradisional yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam.
Ketua umum Hima Persis Ilham Nurhidayatullah mengatakan, pihaknya mengkritisi hal ini karena berpotensi membawa dampak negatif terhadap ekonomi, ekologi, sosial, hingga politik di masa yang akan datang.
"Sebagai generasi muda penting untuk kita merespon isu-isu yang krusial dan cukup penting untuk keberlangsungan tanah air kita kedepanya"
Direktur jasa kelautan ditjen pengelolaan ruang laut KKP Miftahul Huda dalam pemaparanya mengatakan, dibentuknya PP ini karena mempertimbangkan kondisi hasil sedimentasi dilaut yang akan berdampak terhadap terumbukarang serta jalur pelayaran.
"Kalau kita baca pelan-pelan sebenarnya pp ini sisi ekologisnya sangat kental baru kita berbicara pemanfaatan nya itu di ujungnya setelah semua beres di proses hulunya", ujar Huda.
Akademisi guru besar ilmu hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Sri Wartini dalam paparanya menyampaikan, proses pembentukan PP ini harus dengan kehati-hatian, serta harus ada analisis dampak lingkungan agar tidak berdampak negatif kedepan.
"Yang menjadi pertanyaan bagai mana bagai mana kajian pp ini sudah dilakukan, kalau dalam lingkungan harus ada amdalnya kalau di baca di PP itu memang tidak ada analisa mengenai dampak lingkungan", ujar nya.
Pengamat maritim Capt Marcellius Hakeng, dalam kesempatan tersebut ia memaparkan vidio proses eksploitasi pasir laut menggunakan kapal dredging, sistem pengerukan di dinunia saat ini ada tiga jenis, yang pertama dengan menurunkan pengebor langsung ke dasar laut kedua dengan penghisap dan yang ketiga dengan menggunakan sistem beko atau alat keruk.
"Dari sisi konserpasinya bisa dilihat ga ada satupun dari ketiga alat yang saya sajikan ketika di operasikan melindungi kehidupan maupun terumbu karang yang ada di situ, justru akan memperkeruh, ikan-ikan tidak akan hidup karna kekurangan oksigen serta kandungan asamnya tentu akan meningkat", ujar capt. Hakeng.
Pembicara selanjutnya dari kalangan nelayan Sugeng Nugroho selaku Wakil ketua Umum KNTI mengatakan, ia berbicara ini bukan sekedar mewakili ketua umum Kesatuan Nwlayan Tradisional Indonesia (KNTI) tetapi ia berbicara sebagai penyambung lidah nelayan tradisional.
"Dengan hadirnya pp 26 2023 ini semakin menambah deretan panjang cobaan nelayan tradisional yang memang sebelumnya banyak persoalan sampai hari ini belum terselesaikan" keluh sugeng.
Dengan beberapa tanggapan dari berbagai kalangan ini dapat disimpulkan bahwa pp ini perlu di tinjau kembali serta harus melibatkan berbagai praktisi kelautan dan perikanan agar tidak banyak menimbulkan mudarat di kemudian hari. (/HF)