Oleh : Ilham Habiburohman M.H
(Bid. Hukum, HAM & Analisis Kebijakan Publik PP Pemuda Persis)
Apakah perilaku LGBT memiliki tempat di Indonesia? Bagaimana Konstitusi Indonesia memandang perilaku LGBT? Kedua pertanyaan di atas barangkali perlu mendapat jawaban dan penegasan, yang terangkum dari beberapa pertanyaan seperti: apakah Indonesia akan menjadi negara ke 34 Yang melegalkan LGBT? Apakah kita akan menaiki sebuah altar pernikahan, bersalaman dan mengucapkan berkat pada pasangan yang menikah sesama jenis? Apakah ke depan kita akan bertetangga dengan pasangan suami-suami atau istri-istri? Apakah dalam dokumen warga negara akan tercantum ayah 1 dan ayah 2, atau ibu 1 dan ibu 2?
Paling tidak sejak paruh abad ke-20, LGBT mengalami bias baik secara ontologis, epistimologis, maupun aksiologis. Terutama bagi kalangan masyarakat barat yang merasakan bagaimana kerasnya sikap mereka terhadap perilaku LGBT, berubah 180 derajat turut serta dalam menyuarakan hak dan bahkan mempropagandakan. Sikap yang menentang dianggap konservatif, kolot, tidak demokratis, tidak open minded, menyalahi hak asasi manusia, sampai dicap sebagai ekstrimis.
Kenyataan ini menandai adanya perubahan pada moral absolut. Artinya, nilai moral yang dulu dianggap tidak bisa diganggu gugat atau berlaku sepanjang waktu bisa mengalami perubahan. Sama halnya dengan tindakan aborsi, peran perempuan, hukuman mati, perbudakan adalah beberapa contoh lain bahwa sebuah nilai yang mulanya dianggap absolut sekalipun dapat menjadi relatif.
Perubahan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti peran pendidikan, sosial budaya, hukum dan kebijakan, juga peran agama dan filosofi. Melalui tulisan ini, bagaimana hukum menghadapi tantangan tersebut?
Sebagai sumber hukum tertinggi, identitas bangsa yang memuat perjanjian luhur, konstitusi Indonesia atau UUD 1945 perlu mengejawantahkan nalarnya, meresonansi nada-nada yang hari ini sumbang dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Mengapa demikian? Sebagaimana disebutkan Struyken salah satu unsur yang termuat dalam konstitusi adalah suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. Artinya UUD 1945 harus memandu dan menjadi panduan kehidupan masyarakat didalamnya, maka penting menelisik kembali pre-teks setiap butir-butir pasal yang tertuang didalamnya untuk mengetahui bangsa yang seperti apa yang diinginkan oleh para the founding fathers.
Pesan pertama yang tertuang dalam UUD 1945 dapat dilihat dari pengakuan akan adanya peranan tuhan dalam kemerdekaan bangsa. Alinea itu berbunyi “... disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa…”. Oleh karenanya, kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak hanya berbasis pada budaya dan kemanusiaan namun didahului oleh nilai-nilai ketuhanan.
BACA JUGA: PP Pemuda Persis Sebut Kabupaten Bandung sebagai Lumbung Kader Pemuda Persis