Waktu yang Allah amanahkan untuk hamba-Nya, seharusnya memang dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfa’at. Akan tetapi, tak sedikit manusia jatuh pada perbuatan yang sia-sia. Padahal predikat baiknya Islam seseorang, salah satunya ditinjau dari seberapa jauh dia bisa menggunakan waktunya untuk meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfa’at bagi dirinya. Sebagaimana yang akan dijelaskan oleh hadits berikut: “Dari Abu Hurairah ra dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” Hadits Hasan riwayat Tirmidzi dan lainnya.
Hadits ini merupakan landasan yang agung dari landasan-landasan adab dalam Islam. Muhammad bin Abi Zaid (seorang imam Malikiyah pada zamannya) berkata, “Kumpulan tentang adab yang baik bercabang dari empat hadits, salah satunya adalah hadits diatas.” Dalam hadits tadi disebutkan bahwa tanda bagusnya Islam seseorang yaitu dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfa’at baginya, baik dari perkataan maupun perbuatan. Sesuatu yang kita anggap bermanfa’at bukanlah diukur dari hawa nafsu, akan tetapi diukur dari hukum syari’at. Karena segala sesuatu yang diperintahkan oleh syari’at Islam pasti mendatangkan manfa’at. Dan sebaliknya, segala sesuatu yang dilarang oleh syara’ di dalamnya terdapat madharat bagi pelakunya, di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dikatakan bagus keislamannya apabila sudah bisa meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfa’at bagi dirinya dari perkataan atau perbuatan, mengerjakan semua kewajiban, meninggalkan semua yang diharamkan, termasuk pula meninggalkan segala yang makruh, syubhat, dan sesuatu yang mubah yang tidak dibutuhkan bagi dirinya.
Selanjutnya, puncak dari bagusnya Islam seseorang itu ketika dia mampu mencapai derajat ihsan. Perilaku ihsan ini menjadikan seseorang merasa diawasi terus oleh Allah sehingga membuat dirinya lebih berhati-hati dalam berucap dan melakukan sesuatu. Sebagaimana yang sudah tertera dalam hadits riwayat imam Muslim, bahwa yang dimaksud dengan ihsan itu dia beribadah kepada Allah SWT seolah-olah dia melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihatnya.
Orang yang beribadah dengan menghadirkan kedekatannya dengan Allah dan menyaksikan Allah dengan hatinya, maka dia benar-benar telah bagus Islamnya, yang mengharuskan dia meninggalkan yang tidak bermanfa’at, serta menyibukkan diri dengan segala hal yang bermanfa’at. Dua hal yang ditimbulkan dari sikap ihsan ini yaitu malu kepada Allah dan meninggalkan segala hal perkara yang dapat mebuatnya malu kepada Allah. Sebagian orang ‘arif berkata, “Apabila engkau berbicara maka ingatlah Allah selalu mendengarkanmu, dan apabila engkau diam maka ingatlah Allah selalu melihatmu.” Hasan Al-Bashri berkata, “Di antara tanda berpalingnya Allah atas hamba-Nya, Dia menjadikan kesibukan hamba-Nya tersebut pada perkara yang tidak memberikan manfa’at kepadanya.” Dan selanjutnya, ma’ruf al-Karhiy pun berkata bahwa seseorang yang suka berucap yang tidak bermanfa’at merupakan penghinaan Allah terhadapnya. Wallahu A’lam bishshawwab.
Penulis Linda Widianti
Risalah No. 9 TH. 51
Desember 2013