Mengungkap Fakta-Fakta di Balik Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja

oleh Reporter

04 Januari 2023 | 04:41

Oleh: Drs. Muhammad Yamin, M. H. (Anggota KKBH PERSIS)

 

Pada akhir 30 desember 2022 lalu, Presiden telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Seperti halnya UU Cipta Kerja, nomeklatur utama dari Perppu yang berjumlah 1.117 halaman ini masih terpusat pada pola kemudahan berusaha dan investasi.

Pemerintah berdalih, bahwa Perppu ini dianggap perlu mengingat ancaman krisis ekonomi global yang arahnya memang tidak menentu. Presiden Jokowi menganggap, risiko ketidakpastian itu yang menyebabkan pemerintah perlu mengeluarkan Perppu Cipta Kerja untuk memberikan kepastian hukum. Kekosongan hukum yang dalam persepsi investor, baik dalam maupun luar, merupakan faktor penghambat kepastian berusaha. Pemerintah berkeyakinan bahwa hal itu paling penting karena menganggap ekonomi Indonesia di 2023 akan sangat tergantung pada investasi dan ekspor.

Haarus diakui, dunia memang tidak sedang baik-baik saja, sebagai dampak Pandemi yang yang cukup panjang dan perang Rusia-Ukraina yang nampaknya belum juga akan segera beakhir. Tetapi mencari jawaban instan dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja merupakan sebuah upaya yang absurd. Dan hanya terlihat sebagai bentuk pelarian dari tanggung jawab pemerintah terhadap slogan slogan kemajuan dan ketahanan ekonomi nasional yang selama ini digembor gemborkan.

Di sisi lain, ketika Pemerintah menetapkan Perppu ini degan tergesa-gesa (Perppu Cipta Kerja diundangkan persis di hari yang sama saat dikeluarkan, yaitu 30 desember 2022), Itu merupakan pembangkangan terhadap kostitusi. Menunjukan gaya ugal-ugalan Pemerintah Jokowi yang menabrak semua tatanan hukum dan ketata negaraan.  Karena UU Cipta Kerja telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

Dalam Putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ditetapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. Selain itu, MK juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dengan demikian, penerbitan PERPU ini merupakan pembangkangan, pengkhianatan dan kudeta terselubung terhadap Konstitusi. ini menunjukkan gejala akut otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo, dan semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa, dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana yang seharusnya dilakukan sesuai perintah Mahkamah Konstitusi.

Sebagaimana termuat dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, Peraturan  Pemerintah  Pengganti  Undang-Undang (Perppu) adalah  Peraturan  Perundang-undangan  yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Dijelaskan pula dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Perppu memiiki jangka waktunya terbatas (sementara) sebab secepat mungkin harus dimintakan persetujuan pada DPR, yaitu pada persidangan berikutnya. Apabila Perppu itu disetujui oleh DPR, akan dijadikan UU. Sedangkan, apabila Perppu itu tidak disetujui oleh DPR, maka Perppu akan dicabut.

Seperti halnya, UU IKN, Minerba dan UU Omnibus Cipta Kerja itu sendiri, penting untuk disimak apakah kemudian DPR akan mengamini bahkan selaras dengan presiden untuk menghasilkan produk perundang-undangan yang minim partisipasi dan kepentingan rakyat.

Antara Kegentingan Yang Memaksa dan Ambisi Ibu Kota Negara Baru

Sebagaiman halnya hampir sebagian besar negara di dunia, ekonomi Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja karena Pandemi dan Perang. Tetapi kondisi ini sejatinya sudah berlangsung jauh bahkan sebelum pandemi. Pengukuhan Indonesia sebagai salah satu dari 20 negara dengan ekonomi terkuat (G20) hanya bersifat semu. Ihwal ini menjadi penting, mengingat kriteria dan rumusan “Kegentingan Yang Memaksa” sebagai dasar penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022.

Pada pembukaan Trade Expo Indonesia ke-77 di Tangerang, banten, 19 Nopember 2022 lalu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia optimis menghadapi “ekonomi gelap” tahun 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia pada September 2022 mengalami surplus sebesar 4,99 miliar dolar AS. Surplus ini menjadi tren positif selama 29 bulan secara beruntun sejak Mei 2020. Dan dinyatakan sebagai modal penting menghadapi tahun gelap 2023.

Analis dan IMF mengatakan rekening fiskal dan eksternal Indonesia jauh lebih aman dibandingkan dengan apa yang disebut "taper tantrum" 2013-14 – istilah yang diciptakan untuk menggambarkan reaksi dari investor ketika Fed berusaha untuk memperlambat pembelian obligasi.

kenaikan harga komoditas telah mendorong pertumbuhan yang kuat dan juga memperlebar surplus perdagangan barang tahunan Indonesia melampaui rekor US$50 miliar, mengubah neraca berjalan dari defisit menjadi surplus.

Surplus perdagangan yang sehat dilengkapi dengan lonjakan pengumpulan pajak sebesar 58,1% menjadi 1,17 kuadriliun rupiah ($75,4 miliar) dalam delapan bulan pertama, didukung oleh penerimaan ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang kuat, telah mencapai kenaikan 5,4% untuk tahun 2022.

Kemudian, pada perhelatan G20 Bali Nopember lalu, Indonesia adalah inisiator the Financial Intermediary Fund (FIF) for Pandemic Prevention, Preparedness and Response (PPR)-Dana pandemi untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons terkahadap krisis ekonomi di dunia. Atau pembentukan dana pandemi (pandemic fund) yang bertujuan untuk mencegah, maupun bersiap menghadapi, ancaman ekonomi karena pandemi di masa mendatang.

Hingga saat ini, total dana pandemi yang berhasil dikumpulkan baru sebesar US$1,4 miliar (Rp 21,68 triliun), Indonesia sendiri sebagai inisiator menjadi penyumbang pertama dengan sumbangan awal sebesar sebesar US$50 juta. Bila sudah terkumpul, dana itu bisa digunakan oleh negara anggota yang membutuhkan.

Dengan fakta-fakta diatas, sebenarnya ihwal “Kegentingan Yang Memaksa” terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja ini sudah terbantahkan. Pemerintah seperti membuka aibnya sendiri dengan menyebut alasan krisis ekonomi sebagai kegentingan, mengingat sebelumnya telah menetapkan fakta-fakta “keberhasilan ekonomi” dan kesiapan menghadapi krisis.

Mengingat nomenklatur Perppu Cipta Kerja yang menitik beratkan pada sektor bisnis, kemudahan berusaha dan investasi, maka ceritanya akan menjadi lain bila dikaitkan dengan ambisi Presiden Jokowi dan kepentingan oligarki di seputar pembangunan Ibu Kota Negara Baru.

Pembangunan di seputar IKN mengalami kemandekan karena investor kemudian enggan untuk memenuhi janjinya. Presiden Jokowi sampai-sampai harus mengobral tapak-tapak lahan sembari menagih komitmen pengusaha untuk berinvestasi ke megaproyek ibu kota negara (IKN). Usaha pemenuhan ambisi Jokowi di IKN itu disampaikan dalam forum penjajakan investor yang dilakanakan KADIN di Djakarta Theatre pada 18 Oktober 2022 lalu.

Masalahnya, untuk mempermudah langkah investor dan pengusaha di IKN diperlukan kekuatan hukum agar investor merasa aman untuk berinvestasi di Calon Ibu Kota Baru. Sementara UU Omnibus Law Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Maka penerbitan Perppu Cipta Kerja NO. 2 Tahun 2022 merupakan langkah strategis sekaligus solusi cepat untuk menyelamatkan ambisi di IKN baru.

Patut menjadi catatan, bahwa terdapat sekelompok oligarki di sekitar kekuasaan yang berkepentingan dengan mega proyek IKN baru dan berhubungan erat dengan kontestasi politik Pemilu 2024. Koalisi Masyarakat Sipil, JATAM, WALHI telah merilis hasil penelitian tentang kelompok oligarki tambang di seputar Mega Proyek IKN Baru, yang kebetulan atau tidak berkaitan pula dengan kontestasi politik di Pemilu 2024 di satu sisi, dan mengorbankan rakyat pada sisi yang lain.

Sebab setidaknya, terdapat beberapa nama yang merupakan bagian dari oligarki tambang di wilayah IKN baru yang juga merupakan bagian dari rezim dinasti beberapa Partai Politik peserta Pemilu 2024,  bahkan Cpres/Cawapres.

Ketergesaan penerbitan Perppu Cipta Kerja menadapat jawabannya bila dikaitkan dengan ambisi Presiden Jokowi di IKN baru dan hubunganya dengan kepentingan politik pada Pemilu 2024.  Sama sekali tak ada hubungannya dengan “kegentingan ekonomi” atau upaya menyelamatkan bangsa dari krisis ekonomi di tahun gelap 2023.

Sebaliknya, Perppu ini merupakan bagian tak terpisahkan dari usaha sekelompok penguasa dan oligarki untuk melanggengkan kekuasaan, dengan menabrak aturan ketatanegaraan, mengabaikan konstitusi, dan mengenyampingkan kepentingan rakyat banyak.

Wallahu’alam bisshawaab

 

Reporter: Reporter Editor: admin