Oleh: Abu Sabda
(Anggota Dewan Hisab dan Rukyat PP PERSIS)
Supaya pemahamannya utuh, mungkin saya harus merunutnya sebagai berikut:
Pertama, dari segi metode untuk mengetahui kemunculan hilal, yakni antara metode rukyat dan hisab, Persis sejak tahun 1960 memposisikan diri di metode hisab. Bahkan di 2001, di tegaskan dengan SK Dewan Hisbah.
Kedua, terkait sistem hisab, Persis sekarang sudah menggunakan sistem hisab yang paling akurat yaitu hisab hakiki tadqiqi dan hisab hakiki ashri (Kontemporer). Lebih dari 7000 suku koreksi digunakan untuk menghisab posisi bulan dan matahari.
Ke tiga, terkait dengan kriteria hisab untuk penetapan awal bulan Hijriyah, kriteria hisab di PERSIS terus berkembang. Dimulai dari hisab Ijtimak qablal ghurub. Digunakan di PERSIS oleh ust. Abdurrahman & Ust. Ghazali sekitar 35 tahun (1960 - 1995) untuk perhitungan awal bukan di Almanak Islam.
Kemudian kriteria hisab awal bulan di PERSIS berkembang menjadi Kriteria hisab Wujudul Hilal (1996 - 2001). Digunakan oleh Ust. Ghazali. Selama 6 tahun.
Setelah itu kriteria hisab PERSIS berkembang menjadi kriteria Imkan rukyat/Visibilitas hilal/ketampakan hilal (2002 - sekarang). Adapun kriteria hisab visibilitas hilal/Imkan rukyat yg digunakan sebagai kriteria ketampakan hilal pada tahun 2002 sd 2012 adalah kriteria imkan rukyat MABIMS (Tinggi 2°, Elongasi 3° atau Umur bulan 8 jam). Kriteria ini sama dengan kriteria hisab Pemerintah. Hingga selama 10 tahun (2001 - 2012) hampir tidak ada polemik penetapan awal bulan di PERSIS. Namun kemudian karena kriteria Imkan rukyat MABIMS yg digunakan oleh Pemerintah dan juga PERSIS ini banyak kritikan dari para astronom, diantaranya bahwa kriteria MABIMS (238) tidak sesuai dengan fakta pengamatan secara Astronomis dilapangan, Maka pada 2013 kriteria Imkan rukyat PERSIS berkembang menjadi kriteria Imkan rukyat LAPAN (Tinggi 3° Elongasi 6.4°).
Namun disadari sejak 2013 itu, karena PERSIS sudah memakai Kriteria hisab Imkan rukyat LAPAN (3,6.4), sedang Pemerintah memakai kriteria MABIMS (238), maka di pastikan akan terjadi perbedaan antara PERSIS dan Pemerintah. Hingga di 2013 selain diterbitkan SK Kriteria Imkan rukyat LAPAN, di PERSIS pun diterbitkan SK Ulil Amri, untuk memutuskan tanggal yg berbeda dengan Pemerintah ini.
Di SK Ulil Amri disebutkan bahwa khusus awal bulan Ramdhan, Syawal dan Zulhijjah diserahkan pada Ulil Amri (Pimpinan Jamiyyah). Nah pimpinan Jamiyyah ketika ada perbedaan dengan Pemerintah, mengambil kebijakan "sedikit mengalah" demi kemaslahatan umat dan kemaslahatan Jamiyyah, serta pertimbangan berbagai aspek lain seperti aspek sosiologis, aspek psikologis sampai aspek teknis bahwa untuk sementara - sebelum pemerintah memakai kriteria baru yang sama dengan PERSIS- Awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di samakan dulu dengan Pemerintah.
Alhamdulillah setelah 10 tahun "mengalah". Kini (desember 2021) kriteria hisab LAPAN yang sudah lama dipakai oleh PERSIS diresmikan sebagai kriteria baru Pemerintah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai atau dikenal dengan Kriteria NEO MABIMS. Alhamdulillah.
Hingga tahun depan 1444 H, Kalender Pemerintah akan sama dengan Almanak Islam PERSIS, sebab kriteria hisab Pemerintah sekarang sudah sama dengan PERSIS yaitu tinggi 3° Elongasi 6.4°.
Jadi "kisruh" penanggalan di PERSIS itu bukan disebabkan karena akurasi hisabnya atau Almanaknya. Tapi karena sejak 2013, ketika PERSIS memutuskan menggunakan kriteria berbeda dengan Pemerintah, maka disadari dan dipastikan akan ada perbedaan antara pemerintah dan Persis, maka kemudian di buat SK Ulil Amri, yang menyatakan khusus untuk Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah keputusan awal bulan diserahkan pada Ulil Amri (Pimpinan Jamiyyah). Nah kebijakan pimpinan Jamiyyah sering berbeda dengan Almanak karena mempertimbangkan berbagai aspek seperti maslahah Aamah, maslahah Jamiyyah, aspek psikologis, aspek sosiologis sampai aspek teknis. inilah sebab kenapa ada "perubahan" di keputusan awal bulan di PERSIS yang berbeda dengan Almanak, bukan karena akurasi hisab dan Almanaknya.
================
Catatan:
Perbedaan kriteria hisab yang pernah dipakai oleh PERSIS.
Perbedaan antara hisab Ijtimak qablal ghurub, hisab Wujudul Hilal dan hisab Imkan rukyat hanya pada variabel yang dihitung nya saja.
1) Di Ijtimak qablal ghurub, variabel yang dihitung hanya 1 yaitu Ijtimak sebelum ghurub. Jika ijtimak terjadi sebelum ghurub maka besoknya masuk awal bulan. Ini yang dipakai di jaman ust. Abdurrahman dan juga ust. Ghazali.
2) Di hisab Wujudul Hilal, variabel yang dihitung nya ada 2 yaitu Ijtimak sebelum ghurub dan saat matahari terbenam bulan positif di atas ufuk. Ini yang dipakai di jaman Ust. Ghazali.
3) Di hisab Imkan rukyat, variabel yang dihitungnya 3. yaitu Ijtimak sebelum ghurub, bulan positif di atas ufuk kemudian dihitung juga sabit bulan yang di atas ufuk itu cahayanya secara hisab sudah bisa dilihat atau belum (Visible / not Visible/Imkan/goer imkan). Nah untuk menetapakan sabit bulan nya sudah bisa terlihat atau belum di PERSIS pernah digunakan 2 kriteria Visibilias (imkan rukyat). Yaitu [1] kriteria MABIMS yang menyatakan bahwa sabit bulan sudah bisa dilihat (Visible) kalau tinggi bulan 2° Elongasi 3° atau Umur bulan 8 jam. [2 ] Kemudian setelah itu berkembang ke kriteria Imkan rukyat LAPAN yang menyatakan cahaya sabit bulan sudah bisa dilihat jika tinggi 3° (kalau pakai beda tinggi = 4°), Elongasi 6.4°
Itulah secara ringkas metodologi penetapan awal bulan di Persatuan Islam sejak tahun 1960 - sekarang.
==============