(Sebuah Respon Hima Persis Terhadap Perkembangan Dunia Islam Internasional)
Oleh: Nizar Ahmad Saputra (Ketum PP. Hima Persis)
Hima Persis mempunyai kewajiban untuk ikut aktif berkontribusi merespon, baik dalam tataran ide/gagasan maupun pada tataran praktis, berbagai problematika dunia internasional. Kewajiban atau tanggungjawab moral Hima Persis tersebut didasarkan pada tiga alasan.
Pertama, dari namanya Hima Persis tidak dibatasi territorial, namun hanya sebagai badan otonom atau menginduk pada organisasi Persatuan Islam yang tidak berfikir territorial melainkan universal sesuai dengan nilai-nilai Islam itu sendiri (QA-QD BAB I Pasal 2&3). Terlebih dalam QA-QD BAB II Pasal 6 ayat 1, Persis menyebut dirinya sebagai
shûratun mushaghgharatun ‘an al-Islâm wa hikmatuhu al-Asma (miniature Islam). Selain itu, konsepsi ulul albab yang menjadi falsafah gerakan Hima Persis yang mempunyai dimensi luas dan mendalam, tidak terbatas pada ruang dan waktu, mewajibkan Hima Persis untuk memikirkan dunia internasional. Tentunya, dengan gagasan-gagasan besarnya sesuai dengan makna ulul albab itu sendiri
(ashab al-Uqul al-Kabirah).
Kedua, sebagai bagian dari umat Islam, Hima Persis juga wajib untuk memikirkan masa depan dunia Islam secara umum. Terlebih, dalam Islam ada konsepsi Islam sebagai rahmatan lil alamin, ukhuwah (persaudaraan), persatuan (wihdah/ittihad), ta’awun (tolong menolong), syirkah (kerjasama) yang tidak dibatasi wilayah, suku dan ras tertentu berimplikasi pada cita dan ruh perjuangan Hima Persis. Maka Hima Persis harus merepresentasikan dan mengejawantahkan konsepsi semuanya itu dalam tataran dunia internasional. Ketiga, kalaupun mau dikaitkan dengan keIndonesiaan, Hima Persis mempunyai tanggungjawab intelektual dan moral untuk mewujudkan cita-cita politik luar negeri Indonesia yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Politik luar negeri bebas aktif yang landasannya senafas dengan nilai Islam “kemanusiaan yang adil dan beradab” (pancasila sila ke-2) dan “menciptakan ketertiban dunia dan anti penjajahan” (UUD 45) Maka sebagai bagian dari komponen bangsa Indonesia, Hima Persis juga bertanggungjawab untuk memberikan respon persoalan-persoalan dunia internasional tersebut kepada Negara dan untuk disampaikan pada dunia internasional. Tiga hal itulah yang mewajibkan Hima Persis ikut aktif merespon dunia internasional.
Tentu saja, dari sekian problem internasional, yang utama dan patut didahulukan adalah problematika yang menyangkut dunia Islam dan nasib umat islam. Ini bukan berarti persoalan internasional lainnya diluar islam dan umat Islam tidak penting atau dikesampingkan, ini hanyalah ukuran skla prioritas (
fiqih aulawiyat) saja.
Problem Utama Dunia Islam
Populasi umat Islam di dunia saat ini adalah yang terbesar mengalahkan populasi kristiani. Jumlah penduduk dunia (2013) adalah 7.021.836.029. Sebaran menurut agama adalah: Islam 22.43%, Kristen Katolik 16.83%, Kristen Protestan 6.08%, Orthodok 4.03%, Anglikan 1.26%, Hindu 13.78%, Buddhist 7.13%, Sikh 0.36%, Jewish 0.21%, Baha’i 0.11%, Lainnya 11.17%, Non Agama 9.42%, dan Atheists 2.04% (www.30 days.net). Bahkan dikatakan bahwa jumlah pemeluk Islam pada 2012 adalah 2.1 milyar. Sedangkan jumlah pemeluk Kristen dan Protestan adalah 2 milyar. Sehingga Islam saat ini, kendati dibandingkan dengan pemeluk Kristen dan Protestan sekalipun, sudah menjadi agama terbesar di dunia (www.religiouspopulation.com).
Sebuah jumlah yang sangat fantastis. Dengan jumlah terbesar di dunia itu, keberadaan umat islam sangat diperhitungkan dunia, baik secara politik maupun ekonomi. Secara politik, jika seluruh komponen islam bersatu, tentu saja akan menjadi kekuatan yang besar dan disegani. Sementara secara ekonomi, umat Islam menjadi pangsa pasar yang menjanjikan. Ditambah beberapa Negara muslim memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah ruah, terutama kekayaan minyak buminya. Dua potensi itulah yang menjadi perhatian serius Barat terhadap Islam, terlebih Islam mempunyai catatan sejarah emas dimana kurang lebih 8 abad menguasai dan mempengaruhi dunia. Menariknya, hingga saat ini, Peradaban Islam tidak punah, namun hanya mengalami fase kemunduran.
Namun demikian, meskipun menjadi mayoritas hingga saat ini umat Islam selalu dihadapkan pada persoalan internal, konflik internal yang tidak kunjung selesai. Permasalahan internal umat Islam paling dominan di Timur Tengah. Timur Tengah sejak dulu merupakan salah satu kawasan yang paling penting, sehingga barangsiapa yang menguasainya bakal mempunyai kedudukan strategis di dunia. Letaknya secara geografis pada pertemuan Eropa, Asia, dan Afrika, kawasan ini punya jalan masuk ketiga benua itu. Timur Tengah berbatasan dengan Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, Laut Kaspi, Teluk Parsi dan Samudera Hindia. Baik lewat daratan maupun perairan kawasan ini memandang ke banyak penjuru, sehingga keunikan geostrateginya ini diakui oleh negara-negara adikuasa. Belum lagi, munculnya Lalu Lintas Udara. Di kawasan Timur Tengah ini juga terdapat jalur air yang strategis, yaitu Selat Bosphorus, Selat Dardanela, Terusan Suez dan Selat Bab el Mandeb.
Cadangan minyaknya terbukti paling penting di dunia, yaitu dua pertiga cadangan minyak dunia. Sehingga praktis menguasai 40 persen produksi minyak dunia. Sekadar informasi, Eropa Barat hingga kinia mendapatkan 70 persen kebutuhan minyaknya dari kawasan Timur Tengah. Bahkan Jepang mengandalkan 80 persen impor minyaknya dari Timur Tengah. Inilah yang menyebabkan Timur Tengah mempunyai potensi ekonomi dan politik yang amat besar. Sehingga menjadi ajang perebutan pengaruh negara-negara adidaya.
Maka persoalan dunia Islam di Timur Tengah memang akan terus menerus diciptakan dan direkayasa. Sebab, konflik tersebut memberikan keuntungan besar bagi Negara-negara tertentu. Mulai dari proyek penjualan senjata, hingga proyek bagi-bagi minyak bumi yang melimpah ruah di kawasan tersebut. Maka, politik kawasan (geopolitik) sengaja diciptakan untuk mengontrol Negara-negara di dunia dalam sebuah kendali kekuatan Negara-negara tertentu.
Sebuah dokomen rahasia yang dibocorkan Wikileaks menggambarkan bagaimana permainan rekayasa geopolitik itu direncanakan.
Dari: Sidney Blumenthal
Untuk: Hillary Clinton
Tanggal: 23 Juli 2012
“Jika rezim Assad jatuh, maka Iran akan kehilangan satu-satunya sekutu di Timur Tengah dan akan terisolasi. Di saat yang sama, jatuhnya House of Assad akan memicu perang sekterian antara Syiah dan mayoritas Sunni di kawasan Iran, dan dalam pandangan komandan Israel, hal ini bukanlah hal yang buruk baik bagi Israel ataupun sekutunya, negara-negara Barat.” (Https://wikileaks.org/clinton-emails/emailid/12171)
Informasi diatas menunjukkan bahwa sejak peradaban Islam mengalami kemunduran pasca keruntuhan turki utsmani, umat Islam hanya menjadi objek politik dunia, tidak memainkan peran sebagai subjek politik internasional. Hal ini sekaligus menguatkan indikasi bahwa umat Islam berada pada titik terlemah dalam hal politik internasional. Selalu menjadi bulan-bulanan Negara-negara tertentu dalam menentukan arah masa depan negaranya.
Konflik internal dunia Islam selalu melibatkan dua kutub kekuatan besar dunia, Barat dan Rusia. Maka membedah problem utama dunia Islam, mau tidak mau kita harus memetakan bagaimana dua kutub kekuatan besar dunia tersebut. Meskipun era perang dingin dianggap telah berakhir, teatapi faktanya tidak demikian. Sejak mengalami keruntuhan uni soviet, Rusia terus melakukan langkah-langkah untuk mengembalikan kejayaannya dengan menyusun aliansi strategis untuk mengimbangi system unipolar AS yang dirancang sejak pasca perang dingin, baik di Eropa maupun di berbagai kawasan lain. Di sisi lain, AS dan Eropa tentu mempunyai strategi dan keinginan yang sama untuk mempertahankan dominasinya di dunia. Jika AS beraliansi dengan Uni Eropa, maka Rusia beraliansi dengan Negara-negara di Asia Pasifik. Aliansi yang dibangun tersebut bertujuan untuk melumpuhkan konservatisme trans-atlantik di masa depan yang selama ini sengaja diciptakan untuk menciptakan system unipolar AS dan Uni Eropa. Apabila AS dan Uni Eropa merancang secara matang system Unipolar yang berhasil selama kurun waktu tertentu mempertahankan pengaruh dan kekuasaannya di dunia, maka Rusia mempunyai system atau Doktrin Primakov, sebuah cetak biru politik luar negeri Rusia yang disusun oleh mantan Perdana Menteri Rusia Yevgeny Maksimovich Primakov. Menurut doktrin ini, aliansi strategis yang diperlukan agar Rusia bisa menjadi kekuatan penyeimbang dalam konstalasi global, terutama untuk mengimbangi pengaruh Amerika Serikat dan Eropa Barat, maka perlu dibentuk poros Moskwa, Beijing dan New Delhi (Rusia, Cina dan India). Oleh Primakov doktrin ini disebut
Strategic Triangle.
Memang doktrin ini disusun dalam kerangka untuk membangun aliansi antara Rusia dan negara-negara di Asia Pasifik. Namun Doktrin Primakov ini juga sebagai landasan bagi Rusia untuk membangun aliansi strategis dengan negara-negara dari kawasan lain termasuk di Timur Tengah.
Dalam pertarungan dua kekuatan besar dunia tersebutlah, posisi Timur Tengah dan Dunia Islam pada umumnya menjadi sangat penting bagi mereka. Sebab, pengaruhnya di kawasan Timur tengah dan dunia Islam sedikit banyak akan mempengaruhi seberapa besar kekuatan dan pengaruh mereka di dunia internasional. Sayangnya, posisi dan potensi kekuatan dunia Islam tersebut tidak disadari betul. Alih-alih sadar akan potensi tersebut, dunia Islam malah menjadi latah dan menjadi objek politik dua kutub kekuatan itu. Ketika terjadi konflik politik Timur Tengah, dua kekuatan dunia tersebut selalu tampil menjadi penengah atau penyokong kelompok yang bertikai. Seolah Timur Tengah dan dunia Islam tidak bias menyelesaikan problem yang dihadapinya. Keberadaan dua kekuatan besar dunia tersebut justru tidak memberikan solusi konflik, tetapi sebaliknya semakin memperkeruh konflik. Kondisi Timur Tengah dengan berbagai konfliknya itu, menandakan betapa umat Islam disana begitu lemah dalam hal penguasaan politik.
Jika AS dan Eropa punya system Unipolar, Rusia dengan Doktrin Primakov, maka yang belum terbentuk adalah platform dunia Islam dalam mennghadapi politik-ekonomi internasinal. Adalah fakta yang tidak terbantahkan, dunia Islam hingga saat ini krisis identitaas dan krisis figure pemersatu. Sementara Negara-negara lain sudah mempunyai platform yang dapat menyatukan dan menjaga kedaulatan Negara dan kawasan mereka masing-masing. Kita tidak memungkiri dan menafikan keberadaan Organisasi pemersatu seperti OKI di dunia Islam. Namun, faktanya, organsiasi tersebut hanyalah formalitas yang tidak jelas target dan fungsinya selain hanya reaktif dalam merespon politik-ekonomi internasional. Tidak menjadi kekuatan bersama untuk menguatkan platform politik dan ekonomi Negara-negara muslim. berbeda dengan AS-Eropa dan Rusia, dimana mereka membentuk aliansi dengan mempunyai tujuan, target dan fungsinya yang jelas, tersstruktur dan terencana, sehingga ketika ada perubahan mereka sudah sangat siap apa yang harus dilakukan.
Masalah siyasah-iqtishodiyah (politik-ekonomi) begitu sangat penting dalam mewujudkan kesejahtraan dan kedaulatan umat (siyasat al-Dunya). Demikian pentingnya persoalan siyasah ini, para ulama mu’tabar semisal al-Ghazali, al-Mawardi, Ibn Taimiyah dan para amirul mukminin fi al-hadits senantiasa memasukan bab khusus tentang siyasah. Al-Ghazali menggambarkan agama dan siyasah (politik) dua hal yang tidak bias dipisahkan, ibrat pondasi dan atap sebuah bangunan. Ibn Taimiyah secara tegas menyebut bahwa kemunduran peradaban Islam karena ulama-ulama pada saat itu terlalu sibuk dengan fiqih ibadah, sementara melupakan fiqh siyasah, melupakan politik yang punya posisi krusial dalam membangun dan mewujudkan kedaulatan umat.
Melihat kondisi dunia islam, terutama di Timur Tengah, maka beberapa gagasan awal untuk merumuskan solusi yang dihadapi dunia Islam, diperlukan beberapa hal yang sifatnya jangka panjang dan substansif:
- Memformulasikan platform politik dunia Islam dalam sebuah wadah yang secara khusus merumuskan politik masa depan dunia Islam.
- Memformulasikan kelompok muda di Dunia Islam yang khusus merencanakan blue print Kepemimpinan Umat Islam seluruh dunia.
Generasi Muda Islam dunia, terutama dari Indonesia, wabil khusus Hima Persis, harus menjadi garda terdepan memulai cita-cita besar mewujudkan kedaulatan umat ini dalam bidang politik. Karena secara historis dan ideologis, lebih pengalaman atau lebih dahulu direspon oleh umat Islam Indonesia ketimbang di Timur Tengah.
* disampaikan pada Muspimnas II Hima Persis Periode 2013-2016 di Bandung, 26 Juni 2016