oleh: Riyan Nuryadin
Hari Jum'at sampai Ahad (17-19 Juni '16) kemarin, Pimpinan Pusat Pemuda Persis yang diwakili oleh Lamlam Pahala dan Riyan Nuryadin, mendapatkan undangan kehormatan sebagai peserta Konvensi Anti Korupsi yang dihelat oleh PP. Pemuda Muhammadiyah. Konvensi ini diselenggarakan oleh Madrasah Anti Korupsi sebagai lembaga taktis organ tersebut, dengan mengambil tempat di aula Pusat Dakwah Muhamadiyah Jakarta. Konvensi ini dihadiri oleh beragam elemen lembaga dan organisasi yang concern dengan pemberantasan korupsi di tanah air. Hadir sebagai pembicara pada konvensi ini antara lain: Rizal Ramli (Menko Kemaritiman), Hidayat Nur Wahid (MPR RI), Agus Raharjo (Ketua KPK), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Busyro Muqoddas, dan banyak lagi yg lainnya.
Beberapa hal yang patut dijadikan catatan pada konvensi ini adalah Tantangan pemberantasan korupsi yang mengkristal pada persoalan Pendidikan yg tidak membangun integritas, Budaya yang lahir dari pendidikan tak berintegritas, serta Desain Politik dan Hukum yg bobrok akibat budayanya yang hancur. Korupsi dilakukan secara massif oleh kelompok elit di berbagai level, secara dinamis dan sistematis. Maka, melawan korupsi pun harus secara dinamis dan sistematis. Itulah esensi dari sebuah ormas, lembaga, yayasan atau apapun namanya. Tanpa movement yg terbudayakan (baca: Termasuk melawan korupsi) maka patut diduga ormas itu mengidap impotensi akut. Sekali lagi, kuncinya adalah Strategi Kebudayaan.
Korupsi lebih berbahaya dibanding Terorisme, Ekstrimisme, dan kejahatan apapun lainnya. Maka, perlu upaya ultra keras untuk menghadapinya. Mobilisasi kekuatan apapun bentuknya, untuk melawan korupsi, sangat dibutuhkan. Pada titik inilah dibutuhkan energi marah yang luar biasa dari pemuda. Kemarahan yang disertai oleh kreatifitas dan integritas.
Pemuda Persis melalui Lamlam Pahala yang mewakili elemen ormas Persis pada acara tersebut menyampaikan beberapa catatan penting, antara lain: apresiasi setinggi-tingginya untuk acara yang anti mainstream ini, perlunya produk riil dari acara tersebut semisal lahirnya buku fiqh antikorupsi yang mutaakhir, serta adanya sinergi yang lebih intens antara beragam elemen organisasi kepemudaan untuk menjawab persoalan keumatan yang lebih kompleks.
Terakhir, barangkali kita bisa menangkap "api" dari lembaga Madrasah Anti Korupsi ini. Tentu tidak mesti dan tidak boleh serupa. Minimal, kita belajar bagaimana lembaga ini "hidup". Dulu, di Persis terkenal dengan Madrasah Anti TBC, boleh jadi ke depan kita bisa membuat Madrasah Anti Sepilis, Madrasah Anti Komunis, dan lain sebagainya. Semoga