Bandung, persis.or.id - Komunitas Madrasah Pena bersama Lembaga Pemberdayaan Komunitas Literasi (LPKL) PP PERSIS, menggelar pentas Teater sejarah Persatuan Islam (PERSIS) berjudul “1923”. Teater yang merupakan penyerta Musykernas 2 PP PERSIS itu mendapat perhatian besar dari kader dan simpatisan PERSIS.
Namun animo pementasan Teater 1923 tampaknya tidak hanya untuk keluarga besar jamiyyah Persatuan Islam (PERSIS). Tidak sedikit penonton dari kalangan umum hadir dan menyaksikan hingga akhir.
Salah seorang penonton mengungkapkan bahwa dirinya hadir sebagai pecinta teater, dan merasa kagum dengan sejarah PERSIS.
“Saya bukan anggota jamiyyah Persatuan Islam, tapi ketika saya menonton teater 1923 entah kenapa pesan itu bisa masuk dan bisa saya fahami dengan mudah lewat lakon sederhana yang ditunjukan. Datang sebagai pecinta teater membuat saya kagum dan meneteskan air mata dari awal sampai akhir.” ungkapnya, Ahad (26/11/2023).
Ungkapan lainnya datang dari kader PERSISTRI yang ayahnya merupakan pendiri PERSIS di Banjaran. Beliau menceritakan bahwa yang dipentaskan sama persis dengan apa yang diceritakan ayahnya di masa lalu.
“Apa yang disampaikan di panggung teater sama persis dengan yang diceritakan bapak dulu. H.Anang Toyib, kalau bapak mah menyebutnya Pak Ducin, kemuduan ustadz Yunus, ustadz Isa, itu semua rekan dan gurunya bapak saya. Waktu kejadian rumah ustadz, bapak juga menceritakan itu. Pokoknya ibu jadi ingat cerita-cerita bapak, bagus anak-anak bisa membuat drama yang nyambung kalau untuk ibu mah sebagai anak pendiri yang juga mengalami kejadian itu.”
Ada juga penonton yang berangkat dari Makassar untuk mengenal PERSIS lebih jauh. Beliau mengatakan, “Jadi ngerti tentang pendiri PERSIS ada yang dari Palembang, masyaa Allah, I Love PERSIS, jadi makin tahu. Tadi langsung saya pesen buku-buku sejarah PERSIS secara online”
Sementara itu, Rektor Institut Agama Islam (IAI) PERSIS Dr. H. Nurmawan M, Ag, mengatakan “Membaca sejarah PERSIS saya tidak pernah sampe menangis, tapi mengkaji sejarah lewat teatrikal ini saya sampe bercucuran air mata.”
Teja Sungkawa, SH, Cucu KH.Isa Anshary yang merupakan putera dari KH. Adam Anshary, turut memberi testimoni.
“Yang saya dapat, banyak hal yang saya tidak paham, banyak hal yang saya tidak tahu, kemudian menjadi tahu. Dulu ayah saya, di rumah itu banyak sekali buku tentang KH. Isa Anshary, ada beberapa tesis juga tentang Isa Anshary. banyak buku tapi ada beberapa hal yang baru saya mengerti di sini (teater).” (/HI)