Apakah saat awal nikah, kita pernah mendiskusikan harapan dan cita cita yang hendak dicapai di masa depan? Jika pernah, itu bagus. Namun jika belum pernah sama sekali, semuanya dibiarkan mengalir apa adanya, nampaknya mesti kita evaluasi biar tak terjadi kekacauan dalam menghantarkan keshalehan keluarga. Sebagai suami, kita mampu mengajak dan mengarahkan istri agar lebih menyiapkan diri dalam membina anak-anak. Sebagi istri, kita juga tak susah payah memikirkan bagaimana agar anak melek tauhid sejak dini. Jangan sampai kita selaku ayah ibu mengenyampingkan urusan dalam menyiapkan anak sebagai aset pahala. Sebab, anak merupakan aset tak ternilai yang bisa menyebabkan ayah ibunya masuk surga dan ketika di alam kubur, dilapangkan tempat peristirahatannya serta diberi rezeki tak terbatas. Juga sebaliknya, anak bisa menjadi malapetaka. Ada yang menjadi malapetaka di dunia, ada juga jadi malapetaka di akhirat. Yang rugi banget adalah si anak menjadi malapetaka kita di dunia hingga ke akhirat.
Mumpung belum terlambat, mulailah saat ini untuk serius dalam membangun mega proyek terbesar dalam hidup. Proyek ini kita sebut saja proyek menshalehkan anak. Untuk menggarap proyek dengan maksimal dan sesuai cita cita yang dikehendaki, harus ada siteplan. Harus ada tujuan dan tau caranya mewujudkan tujuan tersebut. Tentu dalam prosesnya akan menyita semua yang kita punya; waktu, tenaga, pikiran dan psikis kita. Namun perjuangan itu tak akan mengkhianati hasilnya. Apa yang diperjuangkan semata mata ikhlash karena Allah, pasti dibalas dengan pahala luar biasa. Ketika menemukan masalah dan hambatan yang rumit, tentu akan Allah tuntun dalam menemukan solusinya. Hingga akhirnya Allah mentakdirkan anak anak kita, menjadi orang-orang bertaqwa.
Suami istri mesti merancang bersama sama dalam mencetak anak anak shaleh. Misalnya sudah disiapkan apa saja yang akan menunjang si anak shaleh dan mahir dalam bidang apa. Anak kedua, diproyeksikan sebagai ahli di bidang apa. Anak ketiga, keempat dan seterusnya. Harus dirancang dan direncanakan semuanya guna mewujudkan terbinanya anak anak yang shaleh shalehah.
Kami tak bisa apa apa, pemahaman agama masih minim, keshalehan juga pas pasan, jadi harus bagaimana?
Jika kita berada di titik tersebut, maka yang pertama, jangan biarkan diri kita terus terusan di titik itu. Sebagai ayah dan ibu, berjuanglah memperbaiki amal amal sehari hari. Berjuanglah memahami dan terus mengkaji Al-Quran. Berjuanglah untuk menjadi teladan kebaikan dan keshalehan.
Anak adalah peniru yang ulung. Ia melihat dan mengingat apa saja yang dilakukan oleh ayah ibunya. Di tahapan berikutnya, anak akan mengimitasi apapun yang dia terima dari ayah ibunya. Perlakuan perlakuan ayah ibunya akan membentuk mental dan perilaku si anak. Perlakuan ayah ibu, mempengaruhi perilaku anak-anaknya.
Ketika kita sudah merumuskan visi yang akan diwujudkan, maka sampaikan juga harapan dan doa doa itu kepada anak kita.
Jelaskan bahwa ayah ibunya menyayangi anaknya. Dorong anak agar mampu bergerak ke arah yang sudah kita rancang. Terus support ia agar bisa kokoh. Luangkan waktu untuk bicara, bermain dan belajar dengan anak. Terus ingatkan si anak agar masuk ke dalam pikiran bawah sadarnya. Pikiran tersebut akan berfungsi mengaktifkan daya geraknya. Tak ada ikhtiar yang sia sia. Jika anak belum sesuai harapan, terus saja berikhtiar.
***
Penulis: Taufik Ginanjar