Perang Total Vs Jihad Total

oleh Reporter

13 Mei 2019 | 01:03

Terminologi perang dan jihad keduanya tercantum dalam Al-Qur’an dengan memakai istilah yang berbeda, namun keduanya terdapat sisi persinggungan. Perang dalam Al-Qur’an memakai kata qital yang berasal dari akar kata qotala. Kata Qotala dalam Al-Qur’an dengan segala derivasinya disebut 170 kali. Arti dasar dari qotala adalah membunuh, atau menghilangkan nyawa seseorang. Sementara itu kata jihad yang berakal kata jahada dengan segala derivasinya disebut dalam Al-Qur’an hanya 41 kali.

Jihad menurut akar katanya berasal dari kata “al jahdu”(الجَهْد) yang mengandung arti kesulitan, kesengsaraan. Apabila diambil dari kata “al juhdu” (الجُهد), jihad berarti melaksanakan sesuatu dengan susah payah, karena masing-masing pihak mencurahkan segenap kemampuannya dalam menolak yang lainnya (Al Qasthalany:  1/1, Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al Thoyyar dalam Fiqhul Jihad, hal 1).

Di dalam kitab “Al Jihad fi Sabilillah” susunan Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthany hal 2 disebutkan :

لغة: بذل واستفراغ ما في الوسع والطاقة من قول أو فعل

شرعًا: بذل الجهد من المسلمين في قتال الكفار، والبغاة، والمرتدين ونحوهم.

Mengerahkan dan menghabiskan segala daya upaya baik perkataan maupun perbuatan.

Menurut syara’ : jihad adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir, pembangkang, orang-orang murtad dan semisalnya.  (lihat Al Thoyyar, hal 1).

   Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mendefinisikan jihad secara istilah (terminolagi), “Mencurahkan segala kemampuan dalam memerangi orang-orang kafir.”

  Ar-Raghib Al-Ashbahany menerangkan hakikat jihad, “(Jihad) adalah bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam melawan musuh dengan tangan, lisan, atau apa saja yang ia mampu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jihad kadang dengan hati seperti berniat dengan sungguh-sungguh untuk melakukannya, atau dengan berdakwah kepada Islam dan syari’atnya, atau dengan menegakkan hujjah (argumen) terhadap penganut kebatilan, atau dengan ideologi dan strategi yang berguna bagi kaum muslimin, atau berperang dengan diri sendiri. Maka jihad wajib sesuai dengan apa yang memungkinkannya.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, “Awal disyariatkannya jihad adalah setelah hijrahnya Nabi saw. ke Madinah menurut kesepakatan para ulama.” (Lihat Fathul Bari: 6/4-5 dan Nailul Authar: 7/246-247)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari segi bahasa (etimologi), secara sederhana jihad berarti bersungguh-sungguh, mencurahkan tenaga untuk mencapai satu tujuan.

Dari segi istilah, jihad berarti bersungguh-sungguh memperjuangkan hukum Allah, mendakwahkannya serta menegakkannya yang kadang harus dilakukan dengan perang, tetapi perang bukan satu-satunya jalan untuk berjihad.

Perang telah ada hampir sejak awal keberadaan umat manusia itu sendiri. Kebutuhan ekonomi dan politik yang saling bersaing telah menggiring manusia untuk mengangkat senjata melawan satu sama lain. Senjata dan tentara telah berkembang berdampingan, sehingga perang telah tumbuh semakin dahsyat dan merusak.

Namun, sampai abad ke-20, perang masih berbentuk "perang garis depan", di mana para serdadu dari kedua belah pihak bertemu di kedua sisi medan perang dan pertempuran hanya berlangsung di sekitar medan ini. Dalam bentrokan ini, hanya serdadu sajalah yang terbunuh.

 Tetapi di abad ke-20, sejenis perang baru telah lahir, perang yang sasarannya tidak hanya para serdadu, namun juga rakyat banyak. Akibat perang seperti itu dirasakan tidak hanya di beberapa negara saja, namun cenderung telah menyeret seluruh dunia ke dalam mulut menganga yang mengerikan.

Sepanjang sejarah, baik perang saudara, perang antar bangsa, bahkan perang dunia telah menimbulkan korban dan penderitaan yang hebat pada masyarakat. Sejumlah nabi yang diutus kepada manusia sebagai utusan Allah telah memperingatkan mereka akan malapetaka dan kekisruhan ini.

Bagi kaum muslimin tidak ada silang pendapat di kalangan para ulama tentang disyari’atkannya jihad fi sabilillah. Al-Qur`an dan As-Sunnah penuh dengan nash-nash yang menunjukkan syari’at jihad, kewajiban dan keutamaannya. Termasuk jenis jihad adalah jihad dengan hati, lisan, harta, maupun perbuatan. Semua muslim wajib berjihad di jalan Allah dengan salah satu bentuk dari macam jihad tersebut menurut kebutuhan dan kemampuannya. Rasul bersabda :

"جاهدوا المشركين بألسنتكم، وأنفسكم، وأموالكم، وأيديكم"

Perangilah orang-orang musyrik dengan lisan-lisanmu, diri-dirimu, harta-hartamu, dan dengan kekuatan-kekuatanmu. (Imam Ahmad dalam musnadnya, no. 12577).

Berjihad di jalan Allah merupakan amal yang paling utama setelah beriman kepada Allah, bahkan aplikasi dari sejatinya iman adalah berjihad. Keutamaan Dan nash-nash dalam hal ini sangat banyak, di antaranya :

...dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya telah datang seseorang kepada Rasulullah saw. Seraya bertanya: “wahai Rasulullah saw. Tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang sebanding dengan jihad? “Tidak, aku tidak mendapatinya”, jawab Rasul. Apakah kamu mampu sebagaimana mujahid masuk masjidmu kemudian ia shalat dan tidak tidur, shaum dan tidak makan, siapa yang mampu seperti itu? ... (Bukhori 4/18, no. 2784).

Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah (2/630) mengutip satu hadits dan disimpan di bawah sub pokok bahasan “Jihad : Amal yang tidak terimbangi oleh amal apapun”. Dalam hadits itu disebutkan: bahwasanya Rasulullah saw. ditanya amalan yang sebanding dengan jihad fi sabilillah. Maka jawab Rasul saw. adalah : “Kalian tidak akan mampu mengimbanginya”, Rasul menyatakan demikian berulang-ulang. 

Jaminan bagi yang jihad adalah surga, sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:

"Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda : Allah menjamin bagi siapa yang berjihad di jalan-Nya yang ia tidak keluar dari rumahnya kecuali jihad fi sabilillah dan membenarkan kalimat-kalimatnya untuk memasukkannya ke surga atau memulangkan ke keluarganya dengan membawa ganjaran dan ghanimah (rampasan perang).

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas bahwa jihad yang paling utama adalah berperang melawan musuh Islam, jihad seperti ini tidak bandingannya dalam Islam dan jaminannya adalah surga.

Namun kapan, di mana, bagaimana jihad dalam arti perang itu terlaksana?  Sebelum mencapai derajat tertinggi di bawah ini disampaikan tingkatan-tingkatan jihad:

Al Qahthany mencatat bahwa tingkatan jihad itu terbagi ke dalam empat tingkatan, yaitu: pertama:  jihadun nafs, kedua : jihadus syaethan, ketiga : jihad melawan orang-orang kafir dan kaum munafik, dan keempat : jihad melawan kedzaliman, bid’ah dan munkarat. (lihat pula At Thayyar : Fiqhul Jihad 1/4).

Jihadun nafs, jihad melawan diri sendiri ada empat tingkatan, yaitu : 1. Jihad diri untuk mempelajari urusan-urusan agama dan petunjuk. 2. Jihad untuk mengamalkan ilmu-imu agama yang telah dimilikinya. 3. Jihad di dalam mendakwahkan Islam, dan 4. Jihad dengan kesabaran dalam menghadapi kesulitan dakwah.

Syaetan adalah sejelek-jelek musuh, Allah swt. berfiman: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Fathir: 6).

Jihad melawan syaetan ada dua tingkatan yaitu : 1. Jihad dalam menolak apa yang ia bisikkan berupa keraguan-keraguan yang mempengaruhi iman. 2. Jihad dalam menolak apa yang dibisikkannya berupa syahwat-syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak.

Jihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik ada empat tingkatan : yaitu dengan hati, lisan, harta, dan perbuatan. Jihad melawan kekafiran lebih utama dengan perbuatan/ kekuatan dan jihad melawan orang-orang munafik lebih utama dengan lisan/debat.

Jihad melawan kedzaliman, perbid’ahan dan kemunkaran ada tiga tahapan : pertama dengan tangan/ kekuatan, kedua dengan lisan dan ketiga dengan hati.

Tahapan-tahapan di atas merupakan tahapan yang harus dilalui oleh seorang mukmin, karena bagaimana ia mencapai jihad tingkatan tertinggi sebelum ia dapat melawan hawa nafsunya.

Jihad dalam artian perang total dalam kenyataannya tidaklah diinginkan oleh manusia yang berakal sehat. Karena manusia hadir tidak untuk saling bertikai, melainkan untuk mengabdi kepada Allah dan menjalani hidup mereka di bawah petunjuk-Nya. Hal ini memerlukan cinta, rasa saling-memaafkan, dan perdamaian. Bila manusia menyadari hal ini, akan ada akhir untuk peperangan dan air mata, dan kedamaian serta kebahagiaan akan mengemuka. Hal ini diwahyukan di dalam Al-Quran:

Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS Yunus: 25)

Tetapi untuk mencapai darussalam memang diperlukan jihad total. Selamat berjihad

 

 

****

Penulis: H. Deni Sholehudin, M.SI ( Ketua Bidgar Pengembangan Dakwah dan Kajian Pemikiran Islam PP PERSIS)

Reporter: Reporter Editor: admin