Salatiga adalah sebuah kota kecil nan cantik di kaki Gunung Merbabu. Kota yang dingin dan memiliki sejarah berbeda dengan daerah lain di sekitarnya. Karena Salatiga memiliki peranan penting dalam penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dan pernah dijuluki sebagai Kota Zending (pekabaran injil).
Sejarah Salatiga sebagai Kota Zending tak bisa dilepaskan dari peranan para zending yang sangat menonjol di zaman kolonial dulu. Para zending dari Belanda dan Jerman menjadikan Salatiga sebagai pusat kegiatan.
Dan datangnya para zending secara aktif itu dimulai sejak runtuhnya VOC. Setelah VOC runtuh, Kerajaan Belanda mengambil alih langsung seluruh tanah jajahan, termasuk Indonesia.
Di jaman VOC, gerakan zending sangat sedikit. Mereka tidak terlalu berniat menyebarkan agama. Tapi sejak Kerajaan Belanda mengambil alih langsung penjajahan maka gerakan zending yang mengirimkan para misionaris sangat aktif dan berkesinambungan.
Di tahun 1816, Raja William I mengeluarkan dekrit tentang pengiriman para misionaris ke tanah jajahan. Dan para misionaris tersebut dibayar oleh kerajaan. Mereka pegawai resmi pemerintah Kerajaan Belanda.
Tokoh pioner misionaris yang sangat terkenal di Salatiga adalah Mevrouw Elizabeth Jacoba yang merupan istri dari D.D Jolle. Atau lebih dikenal sebagai Nyonya Le Jolle.
Pasangan suami istri Le Jolle adalah pemilik perkebunan kopi di Salatiga. Mereka datang ke Salatiga di tahun 1853. Mereka memiliki para pekerja dari warga pribumi.
Nyonya Le Jolle mencurahkan waktunya untuk menyebarkan agamanya kepada para pekerja perkebunan. Dan usahanya membuahkan hasil. Tercatat di tahun 1857 sebanyak 50 orang pribumi dengan sukarela mengikuti ajakan Nyonya Le Jolle. Mereka adalah pemeluk agama Kristen yang pertama kali di Salatiga.
Ketika suaminya meninggal dunia di tahun 1857, Nyonya Le Jolle memutuskan kembali ke Belanda. Tapi dia tetap setia memikirkan para pengikutnya di Salatiga.
Nyonya Le Jolle berhasil mendapatkan bantuan dari Ermelloszhe Zending di Belanda. Sebuah bantuan untuk membiayai seorang petani yang bernama Riejer de Boer untuk diutus sebagai misionaris di Salatiga.
De Boer mengajari pertanian kepada jemaat Le Jolle yang sudah berkumpul bersama di sebuah kampung yaitu Kampung Nyemoh. Jadi kampung tersebut dibina langsung dibawah hierarki Gereja Belanda.
Dana bantuan dari Ermelloszhe Zending sangat besar sehingga bisa membeli tanah di berbagai daerah. Termasuk membeli tanah hingga ke Purwodadi.
Di setiap tanah yang dibeli diterapkan sistem yang sama dengan di Salatiga. Yaitu siapa saja yang masuk ke dalam agama Kristen maka bisa tinggal dan mengelola tanah tersebut.
Dengan semakin luasnya pengikut agama Kristen, maka Nyonya Le Jolle bekerja lebih keras lagi. Jika sebelumnya dia hanya melayani jemaat di Salatiga dan cukup dengan Ermellozche Zending , maka selanjutnya dia juga mensupport jemaat di daerah lain. Tentu butuh dana lebih besar.
Nyonya Le Jolle berusaha menggandeng lembaga misionaris yang lebih besar pula. Tak hanya dari Belanda tetapi juga Jerman. Nyonya Le Jolle sangat lincah mencari para donatur dari lembaga Zending internasional.
Tercatat ada beberapa lembaga zending internasional yang mensupport penuh kegiatan para misionaris di Salatiga. Mereka adalah Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), Doopsgezinde Zendings Vereeniging (DZV), Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereeniging (NGZV),
Kemudian organisasi zending ini setibanya di Salatiga melebur menjadi satu dengan bendera De Bond van Zendelingin van De Salatiga Zending. Atau biasa disebut Salatiga Zending.
Sejarah Salatiga Zending tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin Nyonya Le Jolle.
Dari organisasi-organisasi zending yang berkegiatan di Salatiga ini lahir misionaris masyhur bernama Pieter Jansz. Dialah yang menerjemahkan injil ke Bahasa Jawa dibawah pengawasan British and Foreign Bible Society.
Di tahun 1889, Nyonya Le Jolle mendirikan organisasi khusus di Utrect Belanda. Sebuah organisasi yang fokus utamanya adalah mendukung Zending Salatiga. Dan organisasi ini diakui oleh Raja Belanda. Sebuah bukti betapa Nyonya Le Jolle tak pernah berhenti memikirkan dan mendukung kegiatan zending di Salatiga.
Semakin hari, kegiatan Zending Salatiga semakin luas dan ramai. Pada tahun 1914 tercatat ada 40 misionaris yang bertugas di kota kecil ini. Mereka melayani ummat Kristen tak hanya khusus warga Salatiga, tetapi juga kota lain yang selama ini dibinanya. Yaitu Semarang, Purwodadi, Pekalongan, Blora, Bojonegoro, Kendal dll.
Saking banyaknya kota yang dibina oleh Zending Salatiga, maka tak heran jika dulu Salatiga disebut sebagai Kota Zending. Kotanya para misionaris yang mengabarkan injil ke berbagai penjuru daerah.
Sejarah Salatiga memang unik. Inilah mengapa wajah Salatiga sangat heterogen dan terkenal sebagai miniatur Indonesia. Meskipun kotanya kecil, tapi potret berbagai suku bangsa dan agama bisa membaur dengan baik disini. Sehingga mendapat predikat sebagai Kota Toleran tingkat nasional.
(Widi Astuti, PW Persistri Jawa Tengah)
BACA JUGA: LAZ Persis Pusat Mendistribusikan Sapi Qurban ke Salatiga Jawa Tengah