[Arsip - 26/10/21]
Persis.or.id - Dilakukan secara online, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Perstauan Islam (HMPP) kembali selenggarakan Bedah Tesis edisi ketujuh. Judul tesis yang dibedah adalah "Transformasi, Representasi, dan Pergeseran Otoritas Dakwah PERSIS: Studi Atas Gerakan Dakwah Pemuda PERSIS di Media Sosial" karya Hilman Fauzi Patahilah S.Sos.I., M.A.
Adapun yang menjadi pembedah diskusi adalah Nizar Ahmad Saputra, M.I.Kom. selaku Tim Staf Khusus Presiden RI; M. Ersyad Muttaqien, S.Kom.I., M.I.Kom. selaku Dosen FISIP Universitas Pasundan & Dir. Eksekutif Muttaqien Institute Research and Social Movement. Sedangkan Atropal Asparina, S.Th.I, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga & Alumni PPI 76 Tarogong, Garut, bertindak sebagai moderator.
Bedah tesis yang dipertahankan di Magister Islamic Studies, UIN Yogyakarta, ini dihadiri pula Sekretaris Majelis Penasihat PP PERSIS, Prof. Dr. H. Dadan Wildan Anas, M.Hum.
Dalam sambutannya, Dadan Wildan menyambut gembira gagasan dan kegiatan yang diadakan oleh HMPP. Hal ini menunjukan geliat intelektual yang kentara pada mahasiswa pascasarjana PERSIS di Jogja.
Menurut Dadan, PERSIS ketinggalan dalam ranah dakwah. Sehingga, PERSIS kurang dikenal di masyarakat. Dakwah PERSIS cenderung tidak berubah, masih berkutat dalam dakwah dari mimbar ke mimbar, serta merasa besar dengan diri yang kecil. Padahal secara historis, PERSIS memberikan terobosan baru dalam dunia dakwah, yaitu dengan dakwah bil kitabah yang saat itu masih dianggap asing.
Dadan menambahkan, M. Natsir, A. Hassan, dan Fakhrudin Al-Kahiri adalah tokoh aktivis dakwah dan intelektual yang bisa membangun dinamika dakwah di tengah-tengah kaum tradisionalis. Tulisan-tulisan tokoh PERSIS banyak diperhitungkan, dan banyak mengubah pemikiran keislaman di Indonesia. Namun, saat ini tulisan-tulisan PERSIS tidak banyak dijadikan rujukan.
Dadan berharap generasi muda PERSIS bisa membawa PERSIS ke arah yang lebih baik dan kekinian, loncatan jauh ke depan dengan memberikan gebrakan baru.
“Sebagai kelompok pemikir, PERSIS jangan sampai terbelakang dalam pemikiran. Kader-kader muda PERSIS harus bisa dakwah ke berbagai aspek,” ungkapnya.
Di awal penyampaiannya, Hilman menjelaskan problem riset dalam tesis ini berasal dari intern PERSIS yang kurang menguasai media, padahal medsos bisa memperluas jaringan.
“Saya tidak tertarik kepada Pemuda PERSIS struktural, tetapi tertarik untuk meneliti Pemuda nonstruktural,” ungkapnya.
Ia menilai, kader-kader Pemuda PERSIS nonstrukturral lebih bisa melakukan perkembangan prilaku keagamaan, walaupun terjadi pergeseran otoritas serta tidak menginduk ajaran PERSIS.
Dalam beberapa sampel yang disajikan, Hilman menunjukan bahwa kader-kader Pemuda PERSIS nonstruktural tidak menunjukan identitas kepersisannya dalam konten-konten medsos, serta mencari dan mengunggah konten yang sesuai dengan apa yang disukainya.
M. Ersyad Muttaqien, Dosen FISIP Universitas Pasundan & Direktur Eksekutif Muttaqien Institute Research and Social Movement, selaku pembedah pertama memberikan pernyataan bahwa tesis cenderung diinspirasi oleh dua tokoh PERSIS, yaitu Prof. Dadan dan Prof. Atip. Ia membagi dakwah menjadi beberapa hal, seperti dakwah historis, doktrinis, dan sosial budaya. Maka, kajian dalam tesis ini lebih kepada dakwah sosial-budaya.
Menurut Ersyad, dalam tesis ini terdapat samar kualifikasi pemuda sebagai objek penelitian. Namun, ia menemukan beberapa informasi seperti terjadinya transformasi dakwah dengan semangat mad’u independen. Artinya terjadi perubahan dari dakwah retoris ke semiotis atau fenomenologis, dari dakwah reflektif ke dakwah analitik untuk hari ini.
“Lembaga keagamaan hari ini ada otoritas yang tidak memiliki kekuatan di masyarakat. Karena terjadi pergeseran dari fatwa institut ke fatwa individual. Masyarakat lebih banyak menerima fatwa individual,” pungkasnya.
Pada sesi selanjutnya, Nizar selaku pembedah kedua melakukan Refleksi dakwah PERSIS yang dilakukan oleh para pendahulu; A. Hassan, M. Natsir, dan Isa Anshari.
“Dengan melihat sebagai seorang cendekiawan bukan ahli fuqaha maka dakwah yang dihasilkan lebih komprehensif dan substansif, serta memenuhi hajat orang banyak,” ujarnya.
Menurut Nizar, Transformasi dakwah PERSIS baru bersifat individual bukan secara institusional.
“Kemudian, dakwah politik PERSIS tidak memiliki desain dan bersifat insidental. Dakwah politik PERSIS hanya bertujuan untuk menjaga umat supaya tidak terpecah, bukan mengarahkan kader PERSIS untuk duduk di kursi pemerintahan.” pungkas Nizar mengkritisi.
Lebih lanjut ia menyampaikan, dakwah dengan riset dan sains adalah ciri PERSIS berkemajuan. Mengutip ungkapan Kuntowijoyo bahwa Islam terbagi menjadi mitos, ideologis dan sains.
“PR besarnya adalah bagaimana transformasi dakwah PERSIS. Membuat grand desain, grand teori, middle teori, dan aplikasi teori itu. Kunci pembaharuan PERSIS itu ada pada bentuk dakwah pemuda PERSIS.” demikian Nizar mengakhiri pemaparannya.
(HL/SF/dh)