Yogyakarta, persis.or.id - Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa/i Persatuan Islam (PW Hima PERSIS) Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta menyelenggarakan kajian Teras Diskusi edisi perdana, Ahad (16/06/2022), di depan gedung Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kegiatan ini akan menjadi diskusi rutinan yang dilaksanakan setiap hari Ahad. Program ini merupakan kolaborasi antara Bidang Kajian Ilmiah dan Kaderisasi PW Hima dan Himi PERSIS DI Yogyakarta.
Edisi perdana ini mengangkat tema tentang tokoh PERSIS, yaitu “Persatuan Islam: KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus”.
Kegiatan diisi oleh Faizal Fajar Mahdi (Kabid Kaderisasi PW Hima PERSIS DI Yogyakarta), dimoderatori oleh Zulfa Nabila (Kader PW Himi PERSIS DI Yogyakarta), serta dihadiri oleh para kader Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa/i PERSIS DI Yogyakarta.
Tema ini diangkat untuk melihat bagaimana perjuangan KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus sebagai founding father Persatuan Islam, yang merupakan gerakan pembaharuan islam.
Dalam mengawali pembahasan, Faizal mencoba memantik dengan sebuah pertanyaan.
“Bagaimana biografi KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus, dan bagaimana akhirnya Persatuan Islam ini lahir?” ungkapnya.
Pertanyaan itu ditanggapi oleh Nabil Zaidan Muharram salah satu peserta diskusi, Nabil menyampaikan secara singkat bahwa KH. Zam-Zam ini adalah orang Sumatera yang bermigrasi ke Bandung, beliau juga adalah alumnus Darul Ulum Mekkah dan juga guru agama di Darul Muta’alimin, pada rentang waktu tahun (1910-1912).
Sedangkan Muhammad Yunus, lanjutnya, adalah seorang pedagang sukses. KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus membentuk sebuah kelompok diskusi yang membahas tentang masalah-masalah keagamaan yang kemudian melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Kelompok diskusi inilah yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Islam pada tanggal 12 September 1923.
“Minimnya literatur yang membahas tentang biografi KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus membuat para kader PERSIS sulit untuk mengenali sejarahnya sendiri, bahkan tidak ada satu pun anggota PERSIS struktural yang menulis biografi tentang KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus ini secara lengkap dan utuh. Padahal, salah satu indikasi majunya sebuah organisasi adalah ketika para kader dan anggotanya mengenali sejarahnya sendiri, untuk menjadi bahan refleksi semangat juang tokoh-tokoh PERSIS terdahulu bagi para kader dalam melanjutkan perjuangan PERSIS,” pungkas Nabil mengkritisi.
Lalu Faizal menyampaikan, kondisi sosial masyarakat pribumi pada saat itu mengalami kemunduran dengan ditandai adanya sikap taklid buta yang akhirnya menimbulkan pemujaan yang berlebihan kepada para wali, dan kepatuhan buta kepada para ulama.
“Sikap taklid buta ini salah satunya dipengaruhi oleh kolonial Belanda yang mengekang masyarakat pribumi, hingga masyarakat tidak dapat mengakses pendidikan secara luas. Hal inilah yang membentuk stagnasi berfikir masyarakat, bahwa apa yang diucapkan seorang wali atau ulama sudah pasti benar tanpa menggali lebih dalam lagi apakah itu baik atau buruk,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, kondisi PERSIS pada masa awal berdirinya mampu menyesuaikan dengan apa yang masyarakat butuhkan dalam masalah keagamaan. Hal ini karena KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus memiliki pembacaan terhadap kondisi masyarakat Islam pada saat itu. Sehingga, arah gerak PERSIS mempunyai tujuan yang jelas.
"Namun, jika melihat kondisi PERSIS saat ini, PERSIS mengalami stagnasi dalam gerakannya, bahkan seperti kehilangan arah dan tujuannya. Sehingga, PERSIS hari ini belum mampu mengikuti arus perkembangan zaman dan menjawab apa saja yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini,” pungkas Faizal mengomentari kondisi saat ini dengan melihat latar belakang dahulu PERSIS lahir.
Farhan menambahkan, PERSIS dalam jangka waktu hampir satu abad ini mengalami kemunduran dalam perkembangannya. Gerakan PERSIS bisa dibilang inkonsisten, karena dalam setiap estafeta kepemimpinannya, arah gerak dan tujuan PERSIS selalu berubah-ubah. Namun, selalu tidak mencapai output yang maksimal dari tujuannya.
Dalam komentarnya, Farhan menjadikan Muhammadiyah sebagai referensi yang memang sedari awal konsisten bergerak dalam bidang pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Sehingga, Muhammadiyah sampai saat ini sudah banyak memiliki lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan lembaga zakat yang unggul.
Menurutnya, pendekatan yang tepat pada masyarakat yaitu dengan cara kita menyediakan apa yang masyarakat butuhkan.
"Maka, PERSIS pun seharusnya memiliki arah gerak dan tujuan yang konsisten dalam perkembangannya," ungkapnya.
Rizal pun ikut menambahkan, memang tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi PERSIS saat ini cenderung seperti tidak memiliki jati diri dan warna gerakan yang tetap, seperti contohnya gerakan dakwah PERSIS yang masih berkutat dari mimbar ke mimbar saja. Padahal, di era digitalisasi modern ini banyak platform media digital yang dapat dimanfaatkan untuk memasifkan dakwah PERSIS secara meluas, karena di zaman sekarang media digital lebih mudah untuk diakses oleh siapa pun.
"Maka, sudah seharusnya PERSIS melek akan digitalisasi modern untuk memperluas gerakan dakwah PERSIS. Sehingga, nantinya PERSIS memiliki corak warna yang tetap dengan berfokus dalam gerakan dakwah keislaman yang variatif baik dari mimbar ke mimbar, maupun melalui media digital," ungkapnya.
Dan juga harapannya, semoga generasi muda PERSIS mampu memanfaatkan platform media yang ada untuk memberikan konten-konten edukatif kepada masyarakat luas.
Diskusi yang berjalan selama hampir tiga jam ini berasa hidup, karena setiap peserta saling memberikan pandangan tentang rumah yang didiaminya saat ini.
Sebelum forum diskusi ini ditutup, para kader menyampaikan harapan-harapannya. Salah satunya Fitri yang mengharapkan adanya literatur yang membahas secara detail sosok founding father Persatuan Islam, yaitu KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus.
Fitri mengakui, Ia adalah satu-satunya kader yang sama sekali tidak memiliki latar belakang Persatuan Islam. Sehingga, Fitri ingin mengenal lebih dalam Persatuan Islam melalui sosok yang mempelopori lahirnya Persatuan Islam.
“Sebagai generasi muda PERSIS, semangat yang dapat diambil dari KH. Zam-Zam dan Muhammad Yunus adalah istiqamah dari kedua tokoh yang melahirkan organisasi besar sampai saat ini," tuturnya.
Sudah hampir satu abad PERSIS berdiri, tentunya masih banyak PR besar yang harus kita benahi bersama-sama sebagai generasi pelanjut estafeta perjuangan PERSIS, karena pada hakikatnya sesuatu yang rusak itu untuk kita perbaiki, bukan kemudian ditinggalkan.
Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh PERSIS, tugas generasi muda adalah memperbaiki yang dianggap kurang, meningkatkan yang dianggap cukup, dan mempertahakan semangat para pendahulu. Sehingga, eksistensi dan nilai PERSIS bisa dirasakan oleh lapisan masyarakat.
Kontributor: Nabil Zaidan Muharram
Editor: Dhanyawan
(Kader PW. Hima Persis DIY)