Bahaya Sombong dan Ujub dalam Islam: Definisi, Dalil, dan Dampaknya

oleh Redaksi

12 Mei 2025 | 05:54

Bahaya Sombong dan Ujub dalam Islam: Definisi, Dalil, dan Dampaknya

JANGAN SOMBONG DAN UJUB!

Oleh: Jajang Hidayatullah

(Sekbid Pendidikan PP. Pemuda Persis/staf pengajar PPI 153 Al-Firdaus)


Sifat sombong dan ujub adalah dua sifat yang sangat buruk dan tidak dikehendaki oleh ajaran Islam. Mengingat daya rusak dari kedua sifat ini sangat membahayakan bagi diri seorang muslim, semestinya kita harus menghindarinya. Secara definisi Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan dengan sangat rinci sifat sombong ini bahkan membedakannya dengan sikap ujub dengan sangat teliti, sebagai mana berikut:


الْكِبْرُ إمَّا بَاطِنٌ، وَهُوَ خُلُقُ النَّفْسِ وَاسْمُ الْكِبْرِ بِهَذَا أَحَقُّ، وَإِمَّا ظَاهِرٌ، وَهُوَ أَعْمَالٌ تَصْدُرُ مِنْ الْجَوَارِحِ وَهِيَ ثَمَرَاتُ ذَلِكَ الْخُلُقِ، وَعِنْدَ ظُهُورِهَا يُقَالُ تَكَبَّرَ وَعِنْدَ عَدَمِهَا يُقَالُ كَبُرَ، فَالْأَصْلُ هُوَ خُلُقُ النَّفْسِ الَّذِي هُوَ الِاسْتِرْوَاحُ وَالرُّكُونُ إلَى رُؤْيَةِ النَّفْسِ فَوْقَ الْمُتَكَبَّرِ عَلَيْهِ فَهُوَ يَسْتَدْعِي مُتَكَبَّرًا عَلَيْهِ وَمُتَكَبَّرًا بِهِ. وَبِهِ فَارَقَ الْعُجْبَ، فَإِنَّهُ لَا يَسْتَدْعِي غَيْرَ الْمُعْجَبِ بِهِ حَتَّى لَوْ فُرِضَ انْفِرَادُهُ دَائِمًا لَمَا أَمْكَنَ أَنْ يَقَعَ مِنْهُ الْعُجْبُ دُونِ الْكِبْرُ، فَالْعُجْبُ مُجَرَّدُ اسْتِعْظَامِ الشَّيْءِ، فَإِنْ صَحِبَهُ مَنْ يَرَى أَنَّهُ فَوْقَهُ كَانَ تَكَبُّرًا.


Kesombongan itu bisa muncul di dalam batin dan sifat ini sudah ada pada jiwa seseorang, sifat ini lebih tepat disebut dengan istilah kibr (الكبر). Kesombongan juga bisa muncul dalam bentuk dzhahir, yaitu kesombongan dalam bentuk tindak-tanduk seseorang dari anggota badannya dan merupakan refleksi atau buah dari batin seseorang. Apabila kesombongan ini Nampak pada sikap, maka disebut dengan istilah takabbur (التكبّر). Jika tidak nampak maka disebut kibr. Pada asalanya sombong merupakan tabi’at hawa nafsu yang akan merasa puas jika ia memperlihatkan dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang ia rendahkan. Oleh karena itu sikap sombong ini akan terwujud jika ada sesuatu yang disombongkan dan ada orang yang direndahkan. Kriteria inilah yang membedakan antara takabbur dan ‘ujub (kagum terhadap diri sendiri), karena ‘ujub tidak butuh kepada orang lain, sebab boleh jadi sifat ujub ini senantiasa ada walaupun sedang sendirian, berdeda dengan takabur. Ujub (العجب) hanyalah perasaan yang menganggap besar sesuatu yang ada pada dirinya. Apabila ia merasa sesuatu yang ia anggap besar itu lebih besar dibandingkan sesuatu yang ada pada orang lain maka hal ini disebut takabur. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Az-Zawaajir dalam Ashan’ani, Subulusalam, 2/681).


1.Jangan Sombong!

Sombong adalah sikap merasa paling besar (takabbur) atau paling tinggi (tarafu’); baik dihadapan Allah maupun dihadapan makhluk-Nya, khususnya manusia. Dalam bahasa arab kata sombong memiliki beberapa padanan kata, Al-Asfahani menjelaskan bahwa kata al-kibru, kata at-takabburu dan kata al-istikbaru sangat berdekatan maknanya. Al-kibru (sombong) adalah kondisi seseorang yang merasa dikhususkan dari yang lainnya dan membanggakan dirinya juga merasa lebih besar dari yang lainnya. Kesombongan yang paling besar adalah kesombongan terhadap Allah SWT, menolak kebenaran dan enggan beribadah kepada-Nya. Adapun kata al-istikbar memiliki dua makna, yaitu: pertama, seseorang berusaha agar dirinya menjadi besar (utama, baik dan sejenisnya), dalam hal tempat dan waktu yang seharusnya ia menjadi besar, dan ini merupakan sifat terpuji. Kedua, seseorang merasa puas dan bangga akan dirinya terhadap sesuatu yang tidak semestinya. Dan ini merupakan sifat tercela. (Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, hlm. 697).

Dalam hadisnya Rasulullah SAW dengan sangat jelas menyebut sikap sombong itu memiliki dua ciri yang melekat, yaitu dia akan senantiasa menolak kebenaran dan merendahkan manusia yang lainnya. Adapun orang yang selalu memakai peralatan dan perhiasan yang bagus, tidak serta merta dikatakan sombong, sebab bisa jadi dia sedang mensyukuri apa yang dimilikinya. Perhatikan hadis berikut: 


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ»


Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tidak akan masuk surga seorang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya: ‘Ya Rasulullah, bagaimana dengan seseorang yang suka memakai baju dan sepatu yang bagus?’ beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah itu indah dan suka akan keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain.” (HR. Muslim, no. 147).

Syaikh Jamaluddin Al-Qasimi menyebutkan dan merinci bahwa ada tujuh penyebab seseorang menjadi sombong, congkak dan angkuh. Biasanya seseorang yang sombong tidak akan lepas dari ketujuh penyebab ini sebagaimana dijelaskan oleh beliau: 


إعْلَمْ أَنَّهُ لَا يَتَكَبَّرُ إِلَّا مَنِ اسْتَعْظَمَ نَفْسَهُ، وَلَا يَسْتَعْظِمُهَا إِلَّا وَهُوَ يَعْتَقِدُ لَهَا صِفَةً مِنْ صِفَاتِ الْكَمَالِ، وَجِمَاعُ ذَلِكَ يَرْجِعُ إِلَى كَمَالٍ دِينِيٍّ أَوْ دُنْيَوِيٍّ، فَالدِّينِيُّ هُوَ الْعِلْمُ وَالْعَمَلُ، وَالدُّنْيَوِيُّ هُوَ النَّسَبُ وَالْجَمَالُ وَالْقُوَّةُ وَالْمَالُ وَكَثْرَةُ الْأَنْصَارِ، فَهَذِهِ سَبْعَةُ أَسْبَابٍ: الْأَوَّلُ: الْعِلْمُ، الثَّانِي الْعَمَلُ وَالْعِبَادَةُ، الثَّالِثُ: التَّكَبُّرُ بِالْحَسَبِ وَالنَّسَبِ، الرَّابِعُ: التَّفَاخُرُ بِالْجَمَالِ، الْخَامِسُ: الْكِبْرُ بِالْمَالِ، السَّادِسُ: الْكِبْرُ بِالْقُوَّةِ وَشِدَّةِ الْبَطْشِ، السَّابِعُ: التَّكَبُّرُ بِالْأَتْبَاعِ وَالْأَنْصَارِ وَالْعَشِيرَةِ وَالْأَقَارِبِ.


Ketahuilah bahwa tidak akan ada orang takabur kecuali dengan menganggap besar dirinya. Dan dia tidak akan menganggapnya besar melainkan dia berkeyakinan bahwa dia itu memiliki sifat-sifat kesempurnaan; baik dari segi keagamaan maupun keduniaan. Segi keagamaan mencakup ilmu dan amal sedangkan keduniaan meliputi nasab, kecantikan, kekuatan, harta dan banyaknya pendukung. Dan inilah tujuh penyebab kesombongan: 1. Ilmu, 2. Amal dan ibadah, 3. Sombong dengan Kedudukan dan nasab, 4. Bangga dengan kecantikan, 5. Sombong dengan harta, 6. Sombong dengan kekuatan sangat merendahkan yang lemah, 7. Sombong dengan pengikut, pendukung, keluarga dan kerabat. (Tahdzib Mauidzatil Mukminin min Ihya Ulumidin, hlm. 244).

Sombong merupakan akhlak tercela yang harus dijauhi. Karena sifat ini memiliki keburukan yang akan mengantarkan pelakunya kepada kemurkaan Allah dan kebinasaan. Diantaranya disebutkan bahwa Allah sangat membenci orang yang sombong (lihat QS. An-Nahl: 23 dan QS. Ghafir: 35, lihat juga HR. Hakim, no. 201). Selain dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya orang yang sombong juga akan mendapatkan perlakuan yang hina, diakhirat dia akan dimasukan ke dalam neraka-Nya Allah SWT dengan mendapatkan siksa yang begitu pedih. (lihat QS. Ghafir: 60 lihat juga HR. Muslim, no. 2846, HR. Hakim, no. 203, HR. Ahmad, no. 3947 dan 7015). Bahkan dalam sebuah hadis secara spesifik dan detail Rasulullah SAW menyebutkan siksa neraka bagi orang yang sombong sebagai berikut: 


عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «يُحْشَرُ المُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الخَبَالِ»


Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kelak pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring seperti semut bermuka manusia, yang dikelilingi kehinaan pada setiap tempat, kemudian mereka digiring menuju penjara didalam neraka yang bernama Bulas, sedangkan diatas mereka ialah neraka Anyar. Dan minuman mereka adalah nanah darah yang mengalir dari kulitnya penduduk neraka”. (HR. Tirmidzi, no. 2492).

Dalam hadisnya yang lain Rasulullah SAW semakin menjelaskan bahwa orang sombong nanti di akhirat akan dikucilkan dari majlis Nabi SAW dalam keadaan dibenci. Perhatikan hadis berikut:


عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالمُتَشَدِّقُونَ وَالمُتَفَيْهِقُونَ»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالمُتَشَدِّقُونَ فَمَا المُتَفَيْهِقُونَ؟ قَالَ: «المُتَكَبِّرُونَ»


Dari Jabir, sesungguhnya Rassulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya diantara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat adalah orang yang akhlaknya paling bagus. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tidak bermanfaat dan memperolok manusia”. Para sahabat bertanya: ‘wahai Rasulullah kami sudah tahu tsartsarun dan mutasyadiqun tapi siapakah orang yang mutafaihiqun?’ Rasul menjawab: “orang-orang yang sombong” (HR. Tirmidzi, no. 2018).


2.Jangan Ujub!

Ujub adalah sifat selalu membanggakan pencapaian yang ada pada dirinya. Kagum pada dirinya sehingga menjadi sombong dan merendahkan sesuatu yang ada disekelilingnya. Al-Jurjani menjelaskan bahwa ujub adalah perasaan seseorang yang menganggap bahwa dirinya berhak mendapatkan suatu kedudukan yang sebenarnya ia tidak berhak mendapatkannya. (At-Ta’rifat, hlm. 147).

Ujub adalah sifat tercela, buruk dan sangat berbahaya. Sifat ini tidak hanya menimpa pelaku maksiat saja, adakalanya menimpa orang-orang yang beriman juga dan ahli ibadah. Hal ini sebagaimana pernah menimpa para sahabat pada peristiwa perang Hunain. Dalam perang ini umat Islam justru memiliki pasukan dengan jumlah personil jauh lebih banyak dari pasukan musuh. Dengan persiapan yang sempurna para sahabat merasa ujub dengan pencapaiannya sehingga merasa yakin akan memenangkan peperangan dengan sangat mudah. Karena sikap ujub ini, situasinya berbanding terbalik dengan harapan! justru umat Islam sempat dipukul mundur oleh musuh. Allah SWT berfirman:


وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ 


Artinya: “…Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak (ujub) karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. (QS. At-Taubah: 25).

Ahli ibadah juga akan celaka karena sifat ujub ini. Ketika dia beramal, lantas dia merasa kagum dengan amalnya sehingga dia berkeyakinan akan masuk surga karena amalnya. Orang yang seperti ini, selain amalnya akan rusak juga akan mendapatkan perlakuan yang hina di sisi Allah SWT. firman-Nya: 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)…” (QS. Al-Baqarah: 264). Almannu pada ayat diatas maknanya adalah ujub. (lihat Tafsir Ibnu Abbas, hlm. 38).

Padahal inti dari keselamatan kita di akhirat adalah karena wasilah karunia dan kasih sayang Allah SWT. bukan karena amal (lihat HR. Bukhari no. 5673). Maka sangat tidak layak kita ujub terhadap amal kita. 

Begitu juga orang kafir yang ujub, kagum bangga terhadap dirinya dan segala sesuatu yang sudah diusahakannya, Allah porak porandakan dengan siksaan-Nya yang begitu mengerikan. (lihat QS. Al-Hasyr: 2). Bahkan mereka merasa bangga dan yakin terhadap dunianya, seolah-olah dunianya itu akan menyelamatkannya, justru yang terjadi malah sebaliknya (lihat QS. Al-Kahfi: 103-106). 

Oleh karena itu jelas sifat ujub ini sangat buruk dan membahayakan karena akan membinasakan dirinya (lihat HR. Baihaqi, no. 731 dalam Syu’abul Iman). Bahkan orang yang ujub dengan dunia yang dicapainya akan mendapatkan kehinaan dari Allah SWT pada hari kiamat. Perhatikan hadis berikut ini: 


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ، تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ، مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ، إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ»


Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Ketika seseorang berjalan dengan pakaian yang membuat dirinya bangga (ujub), menata rambut belakangnya sampai bahu, seketika itu Allah merendahkannya, maka ia akan tenggelam pada hari kiamat”. (HR. Bukhari, no. 5789).

Berkenaan dengan sifat ujub ini, Ibnu Mas’ud pernah menjelaskan: “Kebinasaan itu ada pada dua hal, yaitu putus asa dan ujub”. Ibnu Mas’ud menggabungkan dua hal ini (putus asa dan ujub), karena kebahagiaan tidak bisa diraih kecuali dengan usaha, keseriusan dan ketekunan, sedangkan keputusasaan tidak perlu diusahakan dan dicari. Orang yang ujub mengira ia telah bahagia dan berhasil mencapai apa yang ia inginkan. Sehingga ia pun tidak berusaha lagi. (Ahmad Farid, Al-Bahru Ra’iq fizuhdi wa raqa’iq, hlm. 152-153). 

Jangan sombong dan ujub!. Semoga kita terhindar dari kedua sifat buruk ini. Amiin…


BACA JUGA:

Qarun Dibenamkan Karena Kesombongan: Pelajaran dari Fenomena Flexing di Era Digital

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon