Oleh: Dr. Dedeng Rasyidin, M.Ag
D. Sambutan terhadap da’wah Nabi Shalih As.
1. Kaum Tsamûd kufur terhadap Nabi Shalih As tidak membenarkan ajarannya dan menolak dengan penolakan yang sebenar-benarnya, Al-A’raf 76,
قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي ءَامَنتُم بِهِ كَافِرُونَ.
“Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”. (Qs. Al-A’râf [7]:76)
Al-Maraghi (III:200) menjelaskan, kalimat inna billadzi âmantum bihi, menunjukkan arti bahwa secara ilmu mereka meyakini kebenaran Nabi Shalih dan da’wahnya, akan tetapi mereka para pembesar Tsamûd berbeda pilihan dengan orang yang iman, yang kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang miskin dan lemah.
2. Orang yang kafir memperolok-olok orang yang beriman kepada Nabi Shalih As, serta mereka congkak dan sombong, Al-A’raf 75,
قَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِن قَوْمِهِ لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ أَتَعْلَمُونَ أَنَّ صَالِحًا مُّرْسَلٌ مِّن رَّبِّهِ قَالُوا إِنَّا بِمَآ أُرْسِلَ بِهِ مُؤْمِنُونَ.
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: Tahukah kamu bahwa Shalih diutus (menjadi rasul) oleh Rabbnya?. Mereka menjawab: Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shalih diutus untuk menyampaikannya”. (Qs. Al-A’râf [7]:75)
Dan telah menjadi kenyataan sejarah bahwa orang lemah dan fakir lebih cepat menerima da’wah Nabi dan Rasûl dari pada para pembesar dan orang kaya. Karena tidak ada beban dan banyak pertimbangan bagi yang lemah dan fakir, sementara para penguasa dan orang kaya banyak pertimbangan yang membuat mereka merasa berat untuk menerimanya, karena takut hina, rendah dan diperintah oleh orang lain. Hal di atas diisyaratkan dengan firman Allâh tersebut, ( Al-Maraghi: III, 200)
لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ.
“kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka”. (Qs. Al-A’râf [7]:75)
3. Kaum Tsamûd meminta bukti kenabian kepada Nabi Shalih As. Menurut Shawi (II:102) Mereka meminta kepada Shalih As agar dikeluarkan buat mereka dari sebuah batu besar seekor Unta betina yang bunting, dan berbulu. Maka batu bergerak-gerak lalu keluar unta seperti yang diminta. Ketika keluar Unta itu melahirkan anaknya yang sama besarnya dengan induknya. Anak unta itu hidup bersama induknya, sampai dengan induknya dibunuh kaum Tsamûd. Al-Suyuthi (III:489) mengutip sebuah hadits Nabi Saw yang bersumber dari Amer bin Kharijah yang menjelaskan;
فَقَالُوْا: يَا صَالِحُ أُدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا آيَةٌ نَعْلَمُ أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ, فَدَعَا صَالِحُ رَبَّهُ فَأُخْرَجُ لَهُمْ النَّاقَةُ.
“Wahai Shalih mintalah kepada Tuhanmu buat kami agar Ia mengeluarkan (unta) sebagai tanda yang meyakinkan kami bahwa engkau adalah utusan Allâh! Kemudian Nabi Shalih As berdo’a kepada Tuhannya maka Allâh mengeluarkan unta betina buat mereka”.
Dan Rasûlullah Saw bersabda,
لاَ تَسْأَلُوْا الآيَاتَ فَقَدْ سَالِهَا قَوْمَ صَالِحِ. {أحمد والحاكم}
“Janganlah kamu minta tanda-tanda, karena sungguh telah meminta hal seperti kaum Nabi Shalih”.
4. Kaum Tsamûd membunuh unta Allâh. Firman Allâh dalam al-A’raf 77,
فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَقَالُوا يَاصَالِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ.
“Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Rabb. Dan mereka berkata: Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”. (Qs. Al-A’râf [7]:77)
Menurut Shawi (II:103) yang membunuh unta ialah Qadar Ibnu Salif atas perintah mereka. Ia seorang laki-laki yang berkulit merah, bermata biru dan sipit, ia seorang anak perempuan pezina, dan bukan anak dari Salif, dibunuh dengan cara ditibas kedua kakinya (al-‘Aqru) lalu disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan. Unta tersebut dibunuh pada hari Rabu, mereka bersenang-senang hari Kamis, Jum’at dan Sabtu. Ibnu Al-Jauzi (III:224) mengutif pendapat al-Azhari yang menjelaskan makna al-‘Aqru yaitu, al-‘Aqru di kalangan bangsa Arab, bermakna memotong urat di atas tumit unta, kemudian kata tersebut digunakan untuk makna al-Nahru (menyembelih), karena dulu seorang penyembelih unta, ia melukai untanya dahulu kemudian ia menyembelihnya. Al-Maraghi (III:201) menjelaskan, yang membunuh unta itu seorang, tapi dalam al-Qur’ân disebut jamak (banyak) ini memberi makna bahwa mereka pun ikut mendorong untuk membunuh unta itu. Al-Suyuthi (III:494) mengutip perkataan al-Hasan yang menyebutkan ketika kaum Tsamûd membunuh unta, maka anak unta itu lari dan naik ke atas bukit. Sementara Al-Shawi (II:103) dan Ibnu Al-Jauzi (IV:125) mengatakan, anak unta itu lari dan masuk pada batu tempat di mana induknya keluar. Untuk ini Ammar berkata, bahwa kaum Nabi Shalih As meminta unta, lalu diberinya, kemudian mereka membunuhnya. Dan bani Isrâîl meminta makanan lalu diturunkan, lalu mereka mengkufurinya, dan sesungguhnya ujian kamu sekalian (umat Muhammad) adalah Dinar dan Dirham. (Al-Suyuthi, III:494)
5. Kaum Tsamûd menolak mengikuti Nabi Shalih As, dan menentang minta didatangkan apa yang telah dijanjikan kepada mereka, yaitu janji berupa siksa Allâh, dan adzab Allâh, a-A’raf 77,
فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَقَالُوا يَاصَالِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ.
“Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Rabb. Dan mereka berkata: Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”. (Qs. Al-A’râf [7]:77)
Mahmud Hijaji (I:732) menyebutkan sikap mereka dalam menerima da’wahnya Nabi Shalih As yaitu ma’shiat, takabur sombong, kafir, meminta bukti kenabian, membunuh unta Allâh, dan membantah keRasûlan.
6. Mereka ingin agar Shalih As tidak melarang apa yang mereka sembah, yang telah dilakukan oleh terdahulu mereka, Hûd 62,
قَالُوا يَاصَالِحُ قَدْ كُنتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَآ أَن نَّعْبُدَ مَايَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُونَآ إِلَيْهِ مُرِيبٍ.
“Kaum Tsamud berkata: Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami”. (Qs. Hûd [11]:62)
Dan yang mereka sembah menurut Al-Maraghi (IV:55) adalah al-Ashnam (patung) al-Autsân (berhala), dan tqlîdu al-Anbâ-i (taqlid pada nenek moyang).
7. Mereka ragu terhadap ibadah yang diperintahkan Shalih As. Hûd 62 menjelaskan,
قَالُوا يَاصَالِحُ قَدْ كُنتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَآ أَن نَّعْبُدَ مَايَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُونَآ إِلَيْهِ مُرِيبٍ.
“Kaum Tsamud berkata: Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami”. (Qs. Hûd [11]:62)
Terhadap ayat ini Al-Maraghi (IV:54) menafsirkan, kami ragu atas ajakan ibadah kepada satu Tuhan, tanpa Tawassul, tidak mengagungkan bapak-bapak kami dengan membuat gambar-gambar dan patung-patung mereka untuk kami ingat.
8. Nabi Shalih As dipandang oleh mereka tukang sihir. al-Syuara 153 menjelaskan,
قَالُوا إِنَّمَآ أَنتَ مِنَ الْمُسَحَّرِينَ.
“Mereka berkata: Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir” (Qs. Al-Syu’ara [26]:153)
Dan dipandang pembawa nasib yang malang bagi mereka, al-Naml 47,
قَالُوا اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَن مَّعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِندَ اللهِ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُونَ.
“Mereka menjawab: Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu. Shalih berkata: Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji”. (Qs. Al-Naml [27]:47)
9. Mereka membuat kerusakan di bumi, al-Syuara 152,
الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي اْلأَرْضِ وَلاَيُصْلِحُونَ.
“Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan”. (Qs. Al-Syu’ara [26]:152)
Shawi (III:221) menjelaskan, mereka membuat kerusakan di bumi dengan melakukan ma’siat dan tidak melakukan kebaikan dengan cara taat kepada Allâh Swt.
10. Mereka berencana untuk menculik Nabi Shalih As dan keluarganya, serta membunuh mereka. Al-Maraghi (VII:148) menjelaskan, setelah kaum Tsamûd membunuh unta Allâh, dan Nabi shalih memberi waktu kepada mereka untuk bersenang-senang selama 3 hari, terdapat 9 orang di kota Hijr yang berencana menyerang (menculik) di malam hari untuk membunuh Shalih dan ahlinya. Dan nanti mereka akan mengelah, bahwa mereka tidak berbuat kejahatan kecuali berbuat kebaikan. Dalam al-Naml 48-49 dijelaskan Allâh Swt,
وَكَانَ فِي الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ يُفْسِدُونَ فِي اْلأَرْضِ وَلاَيُصْلِحُونَ {} قَالُوا تَقَاسَمُوا بِاللهِ لَنُبَيِّتَنَّهُ وَأَهْلَهُ ثُمَّ لَنَقُولَنَّ لِوَلِيِّهِ مَاشَهِدْنَا مَهْلِكَ أَهْلِهِ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ.
“Dan adalah di kota itu, sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan. (.:) Mereka berkata: Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar”. (Qs. Al-Naml [27]:48-49)
11. Mereka membuat tipu daya, tapi tipudaya Allâh lebih dari itu, al-Naml 50,
وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لاَيَشْعُرُونَ.
“Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari”. (Qs. Al-Naml [27]:50)
Al-Maraghi (VII:148) menjelaskan, mereka membuat tipu daya, tipu daya Allâh lebih benar. Dijelaskan dalam suatu riwayat, Nabi Shalih As mempunyai masjid di Hijir yang terletak di jalan antara 2 bukit. Mereka berkata, Shalih memberi tempo 3 hari kepada kita, dan kita akan beri tempo sebelum tiga hari. Lalu mereka pergi ke jalan itu untuk membunuh Shalih, kemudian menimpa pada mereka batu besar dari atas gunung yang menutupi jalan dan membunuh mereka.
BACA JUGA:Kaum Tsamud Arsitek Yang Pasik Dalam Al-Quran (Bagian Satu)