Kaum Tsamud Arsitek Yang Pasik Dalam Al-Quran (Bagian Dua)

oleh Redaksi

21 Januari 2025 | 14:30

Kaum Tsamud Arsitek Yang Pasik Dalam Al-Quran (Bagian Dua)

F. Pertolongan Allâh bagi yang beriman.



Allâh Swt menyelamatkan Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman kepadanya, Hûd 66,


فَلَمَّا جَآءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمَئِذٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ.


Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shalih beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Qs. Hûd [11]:66)


Mereka diselamatkan Allâh Swt dengan dikeluarkan dari negerinya Tsamûd ke negeri lain. Menurut Abdu al-Wahhab al-Najjari (tt, 56) bahwa Shalih As dan yang beriman pergi setelah kaumnya binasa ke daerah Ramalah di Palestina karena daerah itu daerah yang paling dekat dan aman bagi mereka. Apa yang dikatakan Abdu al-Wahhab itu, diperkuat oleh pendapat al-Maraghi (VII:19,149) yang menyebutkan, Allâh Swt menyelamatkan Muhammad dan yang beriman dari gangguan orang-orang Quraisy ketika keluar di antara mereka, maka Allâh dulu telah menyelamatkan Shalih dan yang beriman ketika keluar ke ujung Syam dan tinggal di Ramalah dan Palestina. Pendapat Abdu al-Wahhab dan al-Maraghi di atas adalah pendapat yang dipandang lebih shahih, dan dipilih oleh Abdu al-Wahhab, sementara ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa Shalih As dan yang iman pergi ke Makkah (Al-Suyuthi, III:494), Dan Shawi (III:246) berpendapat, Shalih As ke luar ke Hadlralmaut, ketika datang (hadir) ke sana Shalih As pun meninggal, karena itu negri tersebut disebut Hadhara al-Maut (hadir-mati). Al-Suyuthi (III:494) mengutip pendapat Wahhab yang menyebutkan perkataan Nabi Shalih As menyuruh ke luar dari negrinya karena Allâh telah membenci ahlinya. Lalu mereka pun pergi berlindung dalam keamanan Allâh Swt.


قَالَ {صالح} يَاقَوْمِ إِنَّ هَذِهِ دَارٌ قَدْ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهَا وَعَلَي أَهْلِهَا فَأَظْعِنُوْا وَأَلْحِقُوْا بِحَرَمِ اللهِ وَأَمِنِهِ.


Ia berkata (Nabi Shalih As) wahai kaumku sesungguhnya negeri ini serta penduduknya telah dibenci Allah, maka berlindunglah kalian serta temukanlah Haramullah (Makkah) dan keamanan dari-Nya”



G. Pelajaran bagi ummat.


1. Kematian karena kedzaliman di dunia akan mendapatkan kesedihan, kesusahan, kerugian, kerendahan, dan penyesalan di akhirat nanti. al-A’raf 79,


فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَاقَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لاَتُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ.


Maka Shalih meninggalkan mereka seraya berkata: Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”. (Qs. Al-A’râf [7:]79)


Apa yang dilakukan Nabi Shalih ini, telah dilakukan pula oleh Nabi Muhammad Saw kepada yang mati dari orang musyrik di perang Badar, yaitu,


فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَاوَعَدَ رَبُّكُمْ حَقَّا. {البخاري}


“Bukankah engkau telah dapatkan apa yang dijanjikan oleh Tuhanmu satju kebenaran” (Bukhari)


Ini yang menunjukkan pada tashghîr (merendahkan), nuqmah (merasakan siksaan), hasrah (mendapatkan kerugian), nudzmâ (merasakan penyesalan). Dan menurut para ulama, ini khusus bagi para Nabi saja (Al-Maraghi, III:8, 203)


2. Orang-orang yang dzalim karena kedzalimannya itu, pasti akan mendapat siksa, Hûd 83,


مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ وَمَاهِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ.


Yang diberi tanda oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”. (Qs. Hûd [11]:83)


3. Mengingkari Rasûl Allâh, tidak mengimani akan risalahnya, akan berakibat pada kehancuran (Al-Maraghi, VII:88), Al-Syuara 158,


فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَةً وَمَاكَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ.


Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman”. (Qs. Al-Syu’ara [26]:158) Tapi sayang tidak banyak yang mengimaninya.


4. Bahwa adanya sesuatu itu karena ada penyebabnya. Maka adanya kehancuran itu sebagai tanda adanya penyebab, yaitu berbuat fasad. (Al-Maraghi, VII:149) Al-Naml 52,


فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَاظَلَمُوا إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَةً لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.


Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezaliman mereka. Sesungguhnya pada demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui”. (Qs. Al-Naml [27]:52)


5. Taqwa terhadap kemurkaan Allâh Swt, takut akan adab yang pedih, mengimani Rasûl Allâh, adalah penyebab datangnya pertolongan Allâh (Al-Maraghi, VII:149) Al-Naml 153,


وَأَنجَيْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ.


Dan telah Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka itu selalu bertaqwa”. (Qs. Al-Naml [27]:53)


6. Al-Qur’ân adalah kitab yang membawa berita kebenaran yang dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan. Untuk itu hendaknya al-Qur’ân dijadikan sebagai soko guru dalam hidup, al-Qomar 32,


وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ.


Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran” (Qs. Al-Qamar [54]:32)


7. Bahwa kepandaian, kekayaan, kekuasaan dan rumah yang kokoh yang telah diusahakan itu semua, tidak dapat menyelamatkan dari adzab Allâh sekalipun di dunia apalagi di hari akherat, al-Hijr 84,


فَمَآ أَغْنَى عَنْهُم مَّاكَانُوا يَكْسِبُونَ.


Maka tak dapat menolong mereka, apa yang telah mereka usahakan”. (Qs. Al-Hijr [15]:84)


8. Nabi Shalih diuji oleh kaum Tsamûd yang membunuh unta, Nabi Musa As diuji oleh bani Isrâîl yang meminta makanan lalu mereka kufur, Nabi Muhammad Saw diuji oleh umatnya dengan dinar dan dirham (Al-Suyuthi, III:494) Artinya, setiap da’i dalam berjuang untuk menyebarkan agama Allâh tidak akan terlepas dari ujian umatnya.





DAFTAR PUSTAKA


 Jalaludin al-Suyuthi, Al-Dur al-Mantsur, III, Dâr al-Fikr, Beirut, 1993.

 Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, III, IV, VII, Dâr al-Fikr, 1974.

 Ahmad Shawi al-Maliki, Hasyiah al-‘Alamah al-Shawi, II, III, Dâr al-Fikr, Beirut, 1993.

 Ibnu Al-Jauzi, Zâd al-Masir fi Ilmi Tafsir, III, VI, Maktabah Islami, Beirut, 1965.

 Al-Najjari, Qishash al-Anbiya, Dâr al-Fikr, Beirut, tt.

 Mahmud Hijaji, Tafsir Al-Wadhih, I, Dâr al-Jail, Beirut, 1993.

 Al-Raghib Al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Al-Fâdl Al-Qur’ân, Dâr al-Fikr, Libanon.

 Muhyidin Al-Darwis, I’rab Al-Qur’ân Wa Bayanuh, II, Dâr Al-Yamamah, Beirut, 2001.

 Khadim Al-Harmaen Al-Syarifain, Al-Qur’ân Al-Karim Wa tarjamatu Ma’anihi, 1411.

 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta.

BACA JUGA:

Kaum Tsamud Arsitek Yang Pasik Dalam Al-Quran (Bagian Satu)

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon