Habib Lebih Mulia dari Manusia Biasa ?

oleh Reporter

18 Agustus 2020 | 13:42

Secara tekstual Habib berarti “kekasih”. Terkadang orang Arab menulisnya dengan Habeeb yang berarti “yang tercinta", “Orang yang Dikasihi” atau "yang terhormat”. Dalam bentuk jamak biasa disebut “Habaib”.

Habib adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada para (dzurriyah) keturunan Nabi Muhammad SAW yang tinggal di lembah Hadhramaut (Yaman), Asia Tenggara, dan pesisir Afrika Timur. Selain gelar Habib, ada juga julukan lain yang bermakna serupa yaitu Sayyid dan Syarif. 

Ciri khas para Habaib ini dikenal dengan penampilan yang indah dan wajah bercahaya. Pakaian mereka tak pernah lepas dari Imamah (penutup kepala), sorban dan jubah (gamis) putih. Terkadang mereka membawa tongkat dan di jari kelingking kanan mereka menempel cincin perak yang semuanya merupakan sunnah Nabi. 

“Di Indonesia, istilah Habib lebih populer sering digunakan ketimbang sebutan “Syarif” atau “Sayyid” meski keduanya sama-sama ditujukan untuk menyebut garis keturunan Rasulullah SAW (Ahlu Bait),”

Sejarah Kehadiran Habib di Indonesia

Asal muasal kehadiran para Habib di Indonesia sebenarnya telah ada sejak dulu sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Mereka datang dari Hadhramaut (Yaman).

Di Indonesia, ada satu organisasi yang bertugas menghimpun WNI keturunan Arab, khususnya yang memiliki keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW atau keluarga Alawiyyin. Lembaga ini berkantor pusat di Jakarta. 

Dikutip dari Gana Islamika, Ketua Dewan Pimpinan Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar bin Smith mengungkapkan, dzurriyah (keturunan) Nabi ini dapat ditelusuri dari pendirinya, yaitu Ahmad bin Isa (wafat tahun 345 H). Pria yang dikenal dengan nama Al-Imam Ahmad bin Isa atau al-Imam al-Muhajir ini adalah generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. 

Ahmad bin Isa melakukan hijrah dari Basra ke Hadhramaut (Yaman) bersama keluarganya pada tahun 317 H untuk menghindari Dinasti Abbasiyah yang berkuasa saat itu. Mereka hijrah dari Basrah ke Hadhramaut mengikuti kakek buyutnya, yaitu Muhammad Rasulullah SAW yang hijrah dari Mekah ke Madinah. 

Ahmad bin Isa wafat di Husaisah, salah satu desa di Hadhramaut, pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan memiliki tiga orang putera yaitu Alwi (Alawi), Jadid, dan Ismail. 

Akhir abad ke-6 H keturunan Ismail dan Jadid tidak mempunyai kelanjutan, sedangkan keturunan Alwi tetap berlanjut. Keturunan dari Alwi inilah yang kemudian dikenal dengan kaum Alawiyin. Maka secara khusus, istilah “Habib” mengacu kepada keturunan Alwi bin Ubaidillah (wafat awal abad ke-5 H)

Berdasarkan catatan seorang penulis sejarah bernama Haji Ali bin Khairuddin di dalam bukunya “Keterangan-keterangan Kedatengan Bongso Arab Ing Tanah Jawi Saking Hadramaut,” halaman 113, mengatakan antara lain, bahwa kedatangan orang-orang Arab di Kepulauan ini (Indonesia) terjadi pada akhir abad ke- 7 H. Mereka datang dari India, terdiri dari 9 orang yang oleh penduduk Jawa disebut “Wali Songo”, yakini Sembilan orang waliyullah.

Terlepas dari siapa nenek moyang para habib di Indonesia, betul atau tidaknya mereka keturunan Nabi saw, bahwa Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan ukuran kemuliaan seseorang itu bukan karena bangsa dan keturunan tetapi karena ketaqwaannya. Sebagaimana dalam Al Quran Surat Al Hujurat ayat 13 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

عَنْ أَبِي نَضْرَةَ حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ قَالُوا بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا يَوْمٌ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قَالُوا شَهْرٌ حَرَامٌ قَالَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قَالُوا بَلَدٌ حَرَامٌ قَالَ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ بَيْنَكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ وَلَا أَدْرِي قَالَ أَوْ أَعْرَاضَكُمْ أَمْ لَا كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَبَلَّغْتُ قَالُوا بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ

dari Abu Nadhrah telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar khutbah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: "Wahai sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam dan bagi orang ajam atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?" mereka menjawab: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Hari apa ini?" mereka menjawab: Hari haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Bulan apa ini?" mereka menjawab: Bulan haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Tanah apa ini?" mereka menjawab: Tanah haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: " Allah mengharamkan darah dan harta kalian diantara kalian -aku (Abu Nadhrah) Berkata: Aku tidak tahu apakah beliau menyebut kehormatan atau tidak- seperti haramnya hari kalian ini, di bulan ini dan di tanah ini." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Apa aku sudah menyampaikan?" mereka menjawab: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." (Musnad Ahmad 23489, Musnad Ibn Mubarak, 147).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: إنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ  ولا إِلى صُوَرِكمْ، وَلَكن ينْظُرُ إلى قُلُوبِكمْ وأعمالكم. رواه مسلم.

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah Saw. Bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Tidak akan melihat kepada jasad dan bentuk-bentuk kamu, tetapi Ia akan melihat kepada hati dan amal-amal kamu.” (H.r. Muslim)

Berdasarkan keterangan-keterangan pokok di atas bahwa tidak ada keistimewaan dan keutamaan manusia kecuali ketaqwaan.

Reporter: Reporter Editor: admin