Jakarta – persis.or.id Ditemukannya kasus virus corona jenis COVID-19 membuat warga berbondong-bondong memburu masker. Namun banyak warga yang kesulitan memperoleh penutup alat pernapasan itu sebab banyak toko hingga pusat perbelanjaan kehabisan stok persediaan. Dilain sisi, kelangkaan masker dimanfaatkan sebagian orang untuk mencari keuntungan. Yakni dengan menimbun masker untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang tinggi.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Dr. Jeje Zaenudin menilai, pada prinsipnya pergaulan dan muamalah dalam Islam dibangun di atas spirit tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Serta tidak ada tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. (Makna Qur’an Surat Maidah ayat 2).
Maka diharamkan segala bentuk perbuatan atau tindakan yang bisa menimbulkan kesulitan dan perselisihan diantara manusia. Diantara perbuatan tercela yang terjadi pada saat musibah wabah adalah penimbunan obat obatan atau alat pelindung kesehatan seperti masker.
Namun demikian, menurut Jeje, segala penimbunan barang, obat obatan, alat medis, dan apa saja yang menjadi kebutuhan publik, baik dengan tujuan ekonomis seperti untuk menjual kembali dengan harga yang jauh lebih mahal, ataupun untuk tujuan politis seperti untuk menimbulkan kepanikan dan kekacauan politik, dalam terminologi Fikih Islam dikategorikan sebagai ihtikar yang diharamkan.
Karena itu Nabi bersabda, "Laa yahtakiru illa khâthiú " tidaklah ada yang menimbun kecuali pendosa (riwayat imam muslim).
Pada mulanya larangan ihtikaar dalam Fikih Islam memang terbatas kepada larangan penimbunan bahan dan makan pokok masyarakat. Tetapi alasan hukum dan hikmah pelarangannya mencakup segala yang dibutuhkan masyarakat, yang apabila ditimbun atau ditahan dapat mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat, tidak sekedar aspek kebutuhan pokok saja tetapi juga kebutuhan layanan kesehatan dan keamanan.
Makanya konsep ihtikar diperluas oleh para pakar fikih mencakup larangan ihtikar atas barang kebutuhan pokok, pakaian, transportasi, obat dan alat kesehatan, hingga layanan publik dan jasa.