Ustaz H. E. Saefuddin, Tiga Serangkai yang Terakhir

oleh Reporter

17 Agustus 2021 | 04:09

Oleh: Yusup Tajri, alumni PPI 19 Bentar angkatan 19

 

Sabtu, 14 Agustus 2021, menambah catatan duka bagi Pimpinan Daerah (PD) Persatuan Islam (PERSIS) Garut. Setelah seminggu sebelumnya, ustaz Maman Nurzaman wafat di Pangatikan, kini ustaz H. E. Saefudin meninggal dunia. Mubalig dan Penasihat PD PERSIS Garut tersebut berpulang setelah dirawat beberapa hari di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Beliau meninggal dunia pukul 04.51 wib. Banyak yang kehilangan dengan meninggalnya beliau.

 

Ustaz E. Saefudin bernama lengkap Endut Saefudin. Pria kelahiran tahun 1951 ini semula mempunyai nama Endut saja, Namun, setelah mengaji di Attaqwa Rancabogo, Hj. Aminah Dahlan menyarankan untuk mengubah namanya menjadi Saefuddin. Putra H. Edos ini kemudian dikenal dengan nama E. Saefuddin.

 

"Sakola tuh ka Zaenudin (Ayo, kamu sekolah ke Ustaz Zaenudin)," kata H. Edos ke E. Saefuddin kecil. Perkataan tersebut menyebabkan Ustaz Endut memasuki Al-Taqwa tahun 1964, dan beliau sekolah di waktu sore. Di Attaqwa ini beliau bertemu lagi dengan Hj. Aminah, setelah sebelumnya ngaji di rumahnya di daerah Tarogong—yang kini menjadi pasar ikan. Di Attaqwa juga ustaz Endut bertemu ustaz Entang. “Entang, can kataékan élmu Zaenudin mah tong pindah, (Entang, kalau belum menguasai ilmu dari ustaz Zaenudin, jangan pindah.)” kata Bah Iri, Kakek ustaz Entang yang sama seperti H. Edos dalam menilai keistimewaan Ustaz Zaenudin.

 

Geliat dakwah Persatuan Islam terdorong oleh kiprah ustaz Zaenudin. Bersama ustaz Komaruddin, ustaz Jamaluddin, ustaz Syehabuddin, dan Ibu Aminah Dahlan, dakwah ustaz Zaenudin menyebabkan tersebarnya dan kuatnya PERSIS di Garut. Dikenallah sebutan 4 Din, ditambah Ibu Hj. Aminah.

 

Markaz utama dakwah Al-Qur’an dan Al-Sunnah di daerah tersebut berawal dari Attaqwa. Tidak lama kemudian dibuka pula di Bentar. Dengan demikian, 4 Din dan bu Aminah berjibaku di tempat yang baru. Semangat kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah mendorong pembangunan besar-besaran. Para agniya dan kaum papa terlibat dalam pembangunan; Trio Harapan, yaitu Bapak Idir, Bapak Uro, dan Ustaz Abidin menggunakan kendaraan untuk menjemput jamaah guna bekerja di Bentar.

 

Di Bentar inilah ustaz Endut bertemu ustaz Mamat. Beliau pun berjumpa dan belajar kepada ustaz Yusuf Basyari. Namun, perjalanan membina (akidah, ed.) tak semudah pembangunan fisik. Setelah pada tahun 1967 pindah ke Bentar bersama delapan temannya, ustaz Endut tidak dapat belajar secara sempurna. Sejumlah murid pun yang ada hanya tersisa dua orang.

 

"Urang pindah wé, yu, ka Bandung (Kita pindah aja ke Bandung, yuk.)," kata Ustaz Entang ke Ustaz Saepudin setelah menghadapi kondisi tersebut. Maka Januari 1969 keduanya belajar di Pajagalan, Bandung. Ustaz Endut tinggal di Kosambi, sedangkan ustaz Entang tinggal di Situ Aksan. Dinamika kota Kembang dan pesantren Pajagalan mendewasakan keduanya. Pagi hingga siang hari belajar, sore dan malam digunakan untuk latihan dan kepekaan berdakwah.

 

Ustaz Endut tidak hanya belajar dan mengajar, akan tetapi ia pun mencari penghasilan untuk bekal kehidupan. Di sela-sela waktu luang, ustaz Endut berdagang buah-buahan. Beliau sudah terbiasa memikul dari Kosambi ke alun-alun Bandung, stasiun, dan daerah sekitarnya. Belajar, mengajar, dan berdagang itulah kebiasaan ustaz Endut hingga kembali ke Garut tahun 1973.

 

Sekembalinya dari Bandung, Ustaz Endut mengamalkan ilmu yang didapat di pesantren. Di rumahnya, beliau terbiasa mengajar anak-anak mengaji. Namun demikian, naluri berdagangnya mendorong untuk lebih serius berusaha. Tahun 1987 beliau kembali ke dunia pendidikan dengan diawali mengajar di pesantren Bentar.

 

"Ustaz, ah! Itu Endut hiji deui ngarah aya tiluan (Ustaz, ah! Itu Endut satu lagi agar menjadi tiga orang)," usul ustaz Mamat ke Ustaz Aceng agar mengangkat ustaz Endut untuk mengajar di Bentar. "Ustaz, ana mah geus teu boga élmu (Ustaz, saya itu sudah tidak punya ilmu lagi)," kata Ustaz Endut ke ustaz Aceng. "Baé! Ngarah boga deui (Biar saja! Agar punya lagi)," jawab ustaz Aceng.

 

Ustaz Endut pun menemani ustaz Mamat yang sudah mulai mengajar dari tahun 1985. Di samping itu Ustaz Entang pun telah mengajar di pesantren yang ada di jalan Guntur tersebut. Tiga teman yang dulu belajar sebagai murid awal kini berkumpul kembali di Bentar. Tiga Serangkai ini yang kemudian menggerakkan PERSIS di Garut setelah periode 4 Din dan bu Aminah. “Tiga serangkai nyaéta ustaz Entang, ustaz Mamat, sareng ustaz Endut. Nami panjangna dipaparin ku Ibu Aminah, tiluanana nu ngageugeuh Garut, ogé nu ngagerakkeun Garut (Tiga serangkai ialah ustaz Entang, ustaz Mamat, dan ustaz Endut. Nama selanjutnya diberi oleh Ibu Aminah, ketiganya yang mendiami Garut, juga yang menggerakkan Garut),” demikian kata ustaz Ena Sumpena, M.Pd.I. Maka Ustaz Entang menjadi Entang Mukhtar, ustaz Mamat berubah ke Mamat Abdurrahman, dan ustaz Endut kemudian dikenal menjadi Endut Saefuddin.

 

“Nya kitu wéh ku Allah disalametkeun. Teu ngimpi-ngimpi acan kudu ngajar deui, komo boga pasantrén (Ya begitulah oleh Allah diselamatkan. Tidak pernah mimpi untuk mengajar kembali, apalagi punya pesantren),” kata ustaz Endut kepada penulis pada tahun 2016 silam. Rupanya animo masyarakat menyekolahkan ke Bentar dan Rancabogo sangat besar. Magnet dakwah Al-Qur’an dan Al-Sunnah menarik ribuan santri. Maka pada tahun 1988 dewan asatidz Bentar bermusyawarah. Ustaz Jamaludin, ustaz Komarudin, ustaz Aceng Zakaria, ustaz Entang, dan ustaz Mamat memutuskan untuk adanya pembukaan pesantren baru. Dibukalah pesantren Lempong tahun 1989 bersamaan dengan pesantren Rancabango.

 

“Moal lega teuing euy, bakal aya muridna? (Apakah tidak terlalu luas, apakah akan ada muridnya?)” tanya H. Edos ke ustaz Endut perihal tanah yang akan dibeli di sebelah rumahnya. Tanah 286 tumbak tersebut dibebaskan untuk pendirian pesantren Lempong. Meski tidak punya modal tanah tersebut tidak sampai enam bulan lunas dibayar. Pembangunan pun terus berlanjut hingga kelasnya banyak. Bila dari kota Garut menuju Bandung maka di sebelah kiri setelah Warung Peuteuey akan terlihat pesantren. Pas dibelokan nampak plang dan jalan menuju komplek pesantren yang sudah jelas atapnya.

 

Sejak 1989, Ustaz Endut pun mulai mengajar dengan formasi Selasa dan Kamis di Bentar, Rabu di Rancabango, dan 3 hari lainnya di Lempong. Itulah yang beliau lakukan di setiap minggunya. Tidak pernah merasa pesantren akan menjadi besar. Untuk di Lempong sendiri keberadaan pesantren tersebut dapat merubah keadaan secara signifikan. Daerah yang semula marak untuk sabung ayam, adu celeng, dan judi itu kini telah berbeda.

 

Di samping mengajar dan mengurus pesantren, ustaz Endut pun aktif berdakwah. Hingga beliau meninggal dunia tercatat sebagai Mubalig PD PERSIS Garut bernomor 11. Tidak hanya itu beliau aktif di PD PERSIS. Amanah yang dipegang terakhir adalah sebagai Penasihat. Kepemimpinan Ustaz Ena sekarang dinasihati ustaz Maman Saefulrahman dan ustaz E. Saefuddin. Periode sebelumnya ditemani pula ustaz Mamat Abdurrahman. Dengan meninggalnya Ustaz Endut, lengkaplah ketiadaan tiga serangkai tokoh PERSIS Garut. Sore Selasa dan Kamis mendatang kita tidak akan melihat lagi beliau di kantor PD (Pimpinan Daerah). Nasihatnya setiap jumat pertama tidak akan terdengar lagi.

 

“Amanat ka Ustaz Ena, mudah-mudahan bisa ngalahirkeun generasi nu hadè. Siga ustaz Mamat ngalahirkeun ustaz Ena (Amanat ke ustaz Ena, mudah-mudahan dapat melahirkan generasi yang baik. Seperti ustaz Mamat melahirkan ustaz Ena)," kata Ustaz Endut dalam suatu sambutan di musyawarah bulanan PD. "Kaayaan asatidz nu leuwih serius ka pengawas ogè sértifikasi batan ka organisasi (Keadaan para guru yang lebih serius ke pengawas dan sertifikasi dari pada ke organisasi)," diantara PR bidgar pendidikan yang diingatkan ustaz Endut. Di antara pesan berjamiyah di PERSIS, "Sing sabar ogè keyeng dina berjamaah. Urang kudu ngajarkeun wawasan al-jama’ah ogè kapérsisan sacara khusus (Harus sabar dan bersungguh-sungguh dalam berjamaah. Kita harus mengajarkan wawasan Al-Jamaah dan kepersisan secara khusus)."

 

Nasihat guru-guru pun sering Ustaz Endut sampaikan kepada yang lain di berbagai kesempatan. Diantaranya, "Lamun énté merjuangkeun kahirupan dunya wungkul maka agama moal kasampeur. Tapi lamun èntè merjuangkeun agama, maka harta bakal kasampeur (Kalau kamu memperjuangkan kehidupan dunia saja maka agama tidak akan teraih. Tapi kalau kamu memperjuangkan agama, maka harta akan didapat)," nasihat dari ustaz Zaenudin. Ustaz Endut mengutip nasihat ustaz Abdullah, "Barudak! Gawé mah teu kudu ditéangan. Engkè ogè moal kapigawé. Nu hésé mah néangan duit (Anak-anak! Kerja itu tidak usah dicari. Nanti juga tidak akan tertangani. Yang susah itu mencari uang)." "Lamun énté rék ngawakapkeun diri ka PERSIS pék! Lamun henteu mening entong (Kalau kamu akan mewakafkan diri ke PERSIS silakan! Tapi kalau engga ya tidak usah)," merupakan wejangan Ustaz Nasrulloh. Apa yang diajarkan guru-guru tersebut diamalkan, kemudian diajarkan kembali oleh bapak delapan anak tersebut kepada muridnya hingga ajal tiba.

 

Beberapa waktu sebelum meninggal dunia Ustaz Endut menyelesaikan pembangunan kelas untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). Bangunan tersebut adalah fasilitas terakhir yang dibangun secara permanen setelah TK, Tsanawiyyah, dan Mu’allimin.

 

Hasil pernikahannya dengan Hj. Nengsih melahirkan enam putri dan dua putra. Ribuan santri telah dididik, berbagai jamaah pengajian telah dibina, dan generasi penerus telah siap melanjutkan. Guru yang penulis timba ilmunya di bangku Muallimin semenjak 1998 kini telah tiada.

 

"Mugia ustaz Endut dipundut ku Nu Rahayu, dicandak ku Nu Kawasa dina kaayaan husnulkhatimah. Teu damangna mugia janten kiparat kana dosa anjeuna. Sodakoh jariyah, èlmu nu mangpaaat, sarta murangkalih mugia mangsiun ka anjeunna. Mudah-mudahan anak - incuna nu dikantunkeun sing jadi murangkalih anu sarolèh, anu taat ka Allah sareng taat ka Rosul, malah mandar ngaleuwihan kolotna dina sumanget berjuang ngajalankeun agama Allah (Semoga Ustaz Endut dipanggil oleh Yang Maha Selamat, diambil oleh Yang Maha Kuasa dalam keadaan husnu al-khatimah. Sakitnya semoga menjadi kifarat dosanya. Sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, serta anak saleh semoga memberi pahala yang terus mengalir kepada beliau. Mudah-mudahan anak – cucunya yang ditinggalkan menjadi anak yang saleh, yang taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, terutama melebihi orang tuanya dalam semangat berjuang menjalankan agama Allah)," diantara kata-kata ustaz Ena di penguburan ustaz Endut.

Amin ya Rabbal’alamin!

foto: Ustaz Endut, tengah berkopiah

(dh)

Reporter: Reporter Editor: admin