Interpretasi Keadilan dan Kemerdekaan

oleh Reporter

17 Agustus 2020 | 06:31

Penulis: Robi Permana, M.Ag

 

 

Hakikat dari adil dan merdeka merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kemerdekaan merupakan infi’al dari adanya keadilan, sedangkan keadilan merupakan kebebasan untuk mengembalikan kepada fitrah manusia yaitu adanya keamanan yang mengancam dirinya dengan cara mencegah kemungkaran dan mewujudkan keamanan dan ketentraman dengan cara menasihati dan memerintahkan kepada suatu kebaikan yang di fahami dengan sebutan amar ma’ruf nahyi munkar.

Salah satu wujud dari kebutuhan manusia berupa adil dan kemerdekaan ini Allah sebutkan dalam al-Quran dengan firman-Nya,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. [Qs. Ali Imran: 104]

Adil merupakan jalan satu-satunya dalam mewujudkan kemerdekaan. Dengan hal itulah Allah Swt menekankan agar selalu berbuat adil dengan cara amar ma’ruf nahyi munkar, dengan jalan inilah al-Muflihun dalam bentuk kemerdekaan akan bisa di peroleh. Sebaliknya, jika dalam sebuag Negara hilangnya amar ma’ruf nahyi munkar atau bahkan suburnya kemunkaran, suburnya kekacauan, suburnya ketidakadilan hingga berubahnya yang haq dianggap bathil, yang batil diaggap haq, benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar hingga kezhaliman yang nyata dianggap sebuah keadilah, maka Negara tersebut belum merdeka, bahkan Negar tersebut sedang dalam keadaan kebobrokan dengan penjajahan yang terstruktur. Dengan demikian, Keadilan merupakan salah satu esensi dari ajaran Islam, dimana lebih dari 53 kata adil atau mengandung kata adil dalam Alquran.

Adil secara bahasa berarti sama atau seimbang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil adalah tidak berat sebelah,  tidak memihak, berpihak pada kebenaran, tidak sewenang-wenang. Ibnu Miskawaih mendefinisikan adil adalah memberikan sesuatu kepada yang berhak (اعطاء كل ذي حق حقه). Adil juga berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya (وضع الشيء في محله).

Orang yang adil hanya akan berpihak pada kebenaran. Kebalikan adil adalah zhalim, dari kata zhulm (ظلم) artinya gelap. Perbuatan zhalim artinya perbuatan yang muncul karena hati dan pikiran yang gelap,  karena jauh dari sinar kebenaran.

Dalam banyak ayat, Alquran menerangkan bahwa salah satu bentuk keadilan ialah keadilan terhadap Allah Swt Sebagai Sang Pencipta, yaitu dengan mengikuti jalan kebenaran dari Allah Swt melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Allah SWT mengutus para nabi dan rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Bersama mereka diturunkan kitab dan neraca (mizan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan (QS 57:25).

Allah-lah yang menurunkan Alquran dengan membawa kebenaran dan menurunkan keadilan (QS 42:17). Bagi manusia, Alquran merupakan petunjuk dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil (QS 2:185). Jalan kebenaran dalam Alquran itu sama dengan jalan keadilan, yaitu adil terhadap Tuhan Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurna (QS 7:29). Menegakkan keadilan dalam hubungan antara sesama manusia harus dilakukan dengan hati yang bening dan bersih. Janganlah karena kebencian atau ketidaksukaan terhadap suatu kaum atau kelompok, kita berlaku tidak adil. Allah mengingatkan dalam Alquran; 'Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil (qist). Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (adl). Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan' (QS Al Maidah:8).

Sejarah membuktikan dalam perang uhud, dimana Rasulullah Saw membentuk kaumnya dengan senjata keadilan dalam segala hal, hingga keadilan ini beliau menemptakan para ahli pada tempatnya, seperti ahli memanah, berkuda, dan yang lainnya beliu tempatkan pada tempatnya hingga beliau mengamanati agar tetap berlaku adil dengan cara menempati posisi yang telah di tetaphingga agar adanya keseimbangan, seolah Rasulullah Saw mengisyaratkan keapda tentara Uhud pada saat itu bahwa jika adanya perpisahan tempat atau posisi berperang tanpa izin maka akan menimbulkan ketidakseimbangan hingga kemerdekaan hanyalah sebuah angan-angan.

Dengan system keadilan ini kemerdekaan sudah ada di depan mata, bangsa kafir quraisy kalah total dan lari ketakutan, terbukti mereka lari tanpa memikirkan harta benda yang mereka bawa, yang mereka pikirkan bukanlah harta atau apapun memlainkan bagaimana bisa selamat dari maut yang mengancam mereka dari serangan kaum muslimin yang begitu dahsyat.

Namun, tingkat keadilan ini mulai goyah dimana ash-hab rimayah (ahli memanah) yang Rasul tetapkan di atas gunung melihat banyaknya ghanimah yang berserakan dimana-mana hingga setan membisikan “jika diam saja d atas gunung maka akan kehabisan dari harta benda / ghanimah”. Merasa perang sudah usai, merasa sudah menang, meski belum ada izin dari Rasul mereka memantapkan dirinya untuk turun gunung, hingga Khalid ibn Walid dimasa masih kafir sebagai panglima perang kaum Quraisy dengan instingnya melihat kebelakang dan posisi gunung tempat ahli memanah kosong, hingga Khalid ibn Walid memimpin pasukannya kembali untuk membalikan dan menyerang pasikan muslimin dari arah atas gunung. Pada akhrnya sejarah membalikan, kaum muslimin kini yang terdesak hingga menerima kekalahan total hingga Rasulullah Saw pun terluka di beberapa tempat di tubuhnya.

Inilah fakta, hilangnya keadilan maka mustahil akan meraih kemerdekaan. Rasulullah saw pernah mewanti-wanti, bahwa rusaknya bangsa terdahulu, karena ketika seseorang atau kelompok bangsawan atau pejabat (syarif) tidak terjangkau oleh hukum,  sementara orang kecil atau rakyat biasa yang tersandung masalah hukum,  dengan cepat sanksi hukum akan menderanya. Sungguh seandainya, anakku Fatimah mencuri, aku akan potong tangannya” (Hr. Bukhari dan Muslim).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْا ۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ﴿المائدة : ۸﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,  menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,  mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.  Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah: 8).

عن أبي سعيد الخدري قال: سمعت رسول الله صل الله عليه وسلم يقول : من رأى منكم منكرا، فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu : saya mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).

Dengan demikian, tidak ada MERDEKA selama negara ini penuh ketidak-adilan dan penuh kemunkaran

Reporter: Reporter Editor: admin