Dalam acara bedah buku yang berlangsung di kampus PPI 100 Banjarsari ada beberapa tips yang disampaikan Ustadz Tiar. Beberapa petunjuk ini benar-benar saya resapi dalam-dalam karena saya yakin apa yang beliau lakukan dari mulai bagaimana memandang niat awal kenapa harus jadi penulis sampai tujuan akhir yang ingin dicapai tatkala hati kita sudah mantap jadi seorang penulis merupakan buah pengalaman yang berharga dari perjalanan beliau dalam rangka menjadi seorang penulis sejati.
Sebagai informasi tambahan beliau adalah seorang penulis aktif yang sampai sekarang sudah menulis 29 buku yang 10 diantaranya menerjemahkan buku asing. Bahkan kata beliau tahun 2020 ini akan diterbitkan beberapa buku lagi. Kita tunggu saja.
Prolog yang beliau sampaikan sangat mudah difahami ketika memotivasi banyak orang khususnya dalam kegiatan itu para santriwan dan santriwati dan berlaku juga untuk kita masyarakat umum ketika membayangkan menjadi seorang penulis.
Beliau menganalogikan menulis itu ibarat bermain sepeda. Sangat mudah dan pasti bisa dikerjakan oleh semua orang. Siapa yang tidak bisa mengendarai sepeda? Itu pertanyaan dasar yang pasti menggelitik semua orang. Ilustrasi yang sederhana tapi bermakna yang sangat dalam. Poin pentingnya adalah bahwa semua orang ternyata bisa menulis apapun latar belakang maupun profesi orang-orang tersebut. Selayaknya bermain sepeda yang terus dilakukan walaupun sudah terjatuh bahkan terluka. Kegiatan menulis pun ternyata bila dilakukan secara terus menerus walaupun kita "tersungkur" dalam kebosanan pasti akan memberikan dampak yang luar biasa.
Kemudian beliau menuturkan bahwa menjadi penulis adalah sunnah Rasulullah Saw. yang mulia. Apabila kita melihat sejarah panjang ke belakang, walaupun Nabi seorang yang Ummi (tidak bisa membaca dan menulis) namun beliau memerintahkan kepada para sahabat untuk menuliskan wahyu-wahyu Allah yang diterima dengan menulis (selain dihafal tentunya) di benda apa saja yang bisa dipakai media untuk menulis pada zaman itu. Bahkan sahabat Zaid bin Tsabit adalah orang yang dipercaya memegang amanah untuk me-mushafkan-kan Al-Quran menjadi satu kesatuan yang utuh karena beliau terkenal dengan kelebihannya dalam hal keterampilan menulis.
Ditambah para ulama dan ahli-ahli ilmu pada periode-periode berikutnya sangat concern dalam hal dunia tulis menulis. Akan sangat disayangkan apabila maha karya para ulama terdahulu tidak pernah dituliskan oleh para salaffus-shalih hasil buah pikir mereka. Ustadz Tiar menyontohkan bagaimana karya monumental yang agung dari ulama sekaliber Imam Asy-Syafi'i semisal "Al Umm" yang sangat fenomenal. Hampir semua ummat islam di seluruh penjuru bumi akan mengenal manusia yang bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi tersebut.
Menurut beliau juga berbeda dakwah lewat tulisan dengan lewat lisan atau biasa disebut ceramah. Orang yang ceramah akan ada durasi waktunya yang biasanya berkisar 1-2 jam. Tentunya masa itu sangat sebentar untuk menjadi sebuah warisan ilmu untuk para penuntut ilmu. Walaupun sekarang banyak media audio-visual yang bisa digunakan untuk mengabadikan suatu karya atau gagasan berpikir seseorang, akan tetapi tetap hal itu akan berbeda dengan tulisan yang kita buat. Dan tentu saja berbagai macam media yang berkembang akhir-akhir ini pun sudah pasti tidak terlepas dari yang namanya dunia tulis menulis. Makanya, masih kata beliau, menulis merupakan cara kita atau para ulama, ilmuan dan yang peduli terhadap sebuah pemikiran dan keilmuan akan bermanfaat sekali apabila bisa mewariskan berbagai macam mahakaryanya menjadi sebuah tulisan berbentuk kitab atau buku. Itu yang sangat membuat ustadz Tiar lebih terpacu lagi ketika memutuskan untuk menulis.
Beliau sangat termotivasi untuk menjadi seorang penulis. Bahkan sejak jauh-jauh hari di usia sekolah beliau membiasakan diri menulis apapun yang dipikirkan serta dirasakan sampai bila disusun tulisan-tulisannya dahulu ketika awal-awal mencoret-coret bebas bisa menumpuk sampai ke atas. Semangat itu terus dijaga sampai tangan dan gagasannya sinkron menjadi sebuah catatan serta mulai terbiasa secara otomatis mengongkritkan pemikiran-pemikiran berikutnya.
Kepada santriwan dan santriwati beliau menyarankan menulislah dulu. Mulai dengan tulisan- tulisan sederhana yang inshaa Allah akan memberikan efek luar biasa pada fase-fase berikutnya. Beliau membagi beberapa kunci yang bisa kita gunakan sebagai penulis amatir atau yang baru berniat menjadi penulis.
Pertama beliau menuturkan bagaimana kunci kesabaran menempati urutan yang paling awal. Segala sesuatu manakala tidak didasari dengan rasa sabar sepenuh hati akan terasa berat. Hal atau perbuatan sekecil apapun kalau tidak dilandasi dengan kesabaran akan jadi beban semata. Beliau menyontohkan ibadah shalat yang setiap hari kita lakukan adalah perpaduan antara keimanan kita dengan kesabaran yang tinggi. Jadi sabar merupakan kunci yang paling utama. Ternyata Allah sendiri sangat senang dengan perbuatan yang terlihat sepele tapi kontinu dilakukan dengan dihiasi rasa kesabaran. Begitu ustadz Tiar memberikan dalil berupa hadits. Dan yang pasti Allah beserta orang-orang yang sabar. Sebuah ayat yang sudah banyak orang yang tahu.
Kunci yang kedua adalah disiplin yang tinggi. Secara sederhana disiplin disini harus kita terapkan dengan benar. Ketika niat ingin jadi penulis maka biasakan menulislah setiap hari walaupun hanya beberapa paragraf akan tetapi dilakukan pada waktu yang sama dan setiap hari. Beliau menjelaskan bahwa sesuatu yang dibiasakan akan menimbulkan kemudahan ketika dilakukan berulang-ulang. Setelah mulai terbiasa dan mudah maka akan menjadi sebuah sistem yang kalau kita tidak mengerjakannya justru kita merasa ada yang kurang dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Selanjutnya kunci yang ketiga yang disarankan oleh ustadz Tiar adalah tantangan yang selalu datang dan pasti adalah datangnya kebosanan. Coba kita pikirkan melakukan pekerjaan yang gitu-gitu saja di waktu yang itu-itu juga. Pasti kebosanan merupakan hal yang lumrah terjadi. Terlebih kalau kita melaksanakan pekerjaan tersebut dengan keterpaksaan bisa dipastikan rasa bosan bakal cepat menghinggapi. Jika kita bisa melawan tantangan rasa bosan ini insha Allah kedepannya justru akan semakin baik dalam hal tulis menulis. Jadi lawanlah rasa bosan tersebut.
Untuk kunci yang ke empat beliau memberikan tantangan yang sering juga hadir di awal-awal fase ketika memulai menulis, yaitu merasa menulis itu tidak ada gunanya. Sering beliau rasakan ketika sudah menulis sesuatu lalu menulis lagi dan lagi kemudian beliau merasa apa yang dikerjakan tidak berguna sama sekali. Akan tetapi ketika kita ingat kepada niat awal dan tujuan akhir yang ingin kita cita-citakan justru itu bisa melecut kembali semangat menulis dan memberi energi postif membalikkan keadaan bahwa menulis bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Justru lewat menulislah semua ilmu pengetahuan bisa diabadikan dan diwariskan yang bisa menjadi amal jariyah yang terus menerus mengalir kepada penulisnya.
Terakhir yang bisa saya simak dari singkatnya waktu yang tersedia untuk beliau memaparkan beberapa tips bermanfaat tersebut saya menangkap ternyata poin ini bisa menjadi poin pamungkas yang begitu monumental. Ustadz Tiar memberikan wejangan bahwa MEMBACA dan DISKUSI saling tukar pikiran merupakan modal yang sangat penting untuk amunisi yang akan terus tersedia ketika kita menuangkan ide kedalam bentuk untaian huruf menjadi kata yang dirangkum menjadi sebuah paragraf dan pada akhirnya terbentuklah sebuah wacana yang dibingkai menjadi suatu tulisan yang bermanfaat.
Itulah beberapa masukan ataupun saran yang disampaikan oleh Ustadz Tiar berdasar pengalaman beliau selama aktif menulis. Saya yakin ini sangat bermanfaat serta inspiratif sekali untuk kita semua selaku pembaca dan bagi para penulis yang masih berupa niat didalam hatinya ataupun yang sudah memulai menulis selama ini.
Wallahu A'lam.. (Robani Rahman)
"Berilmu sebelum Berucap dan Berbuat"