Apakah Musafir Boleh Tayamum Walaupun Ada Air?

oleh Reporter

10 April 2025 | 12:00

Apakah Musafir Boleh Tayamum Walaupun Ada Air?

Islam adalah agama yang sangat mengerti kondisi manusia dalam pelaksanaan syariat. Karena manusia tidak dalam kondisi yang sama, maka diaturlah ketentuan umum syariat atau apa yang disebut dengan azimah dan ketentuan hukum khusus berdasarkan kondisi tertentu atau berdasarkan dalil-dalil tertentu.


Di antara kewajiban yang ditetapkan kepada manusia secara individu yaitu salat fardu. Sahnya salat tergantung dari terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat sah salat. Di antara syarat sah salat adalah bersih dari hadas. Adapun cara bersuci dari hadas, jika hadas kecil misalnya kencing atau kentut, maka tuntutan umumnya adalah berwudlu untuk menghilangkan hadas tersebut.


Adapun jika hadas besar seperti berjima misalnya, maka tuntutannya untuk menghilangkan hadasnya adalah dengan mandi janabat, tidak cukup dengan berwudlu. Baik wudlu ataupun mandi janabat termasuk dalam kategori azimah. Perhatikan ayat berikut:


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًۭا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, sapulah kepalamu, dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah…"(QS Al-Maidah: 6)


Ayat di atas menerangkan tentang ketentuan azimah berwudlu sebagai syarat sah salat bagi hadas kecil serta ketentuan kewajiban mandi janabat bagi yang berhadas besar. Dalam lanjutan ayat diterangkan tentang kondisi rukhsah dan sebab-sebabnya, perhatikan ayat berikut:


…وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌۭ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَـٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءًۭ فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًۭا طَيِّبًۭا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ …

…Tetapi jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan tanah itu… (QS Al-Maidah: 6)


Secara analisis susunan kalimat, alasan atau sebab hukum berubah dari azimah yaitu ketentuan wudlu bagi yang berhadas kecil dan ketentuan mandi janabat bagi yang berhadas besar, menjadi rukhsah yaitu ketentuan tayamum, pertama karena kondisi sakit, tentunya sakit yang jika terkena air dapat memperparah sakit atau menghambat proses penyembuhan. Kedua, karena kondisi safar. Ketiga, dalam kondisi setelah buang hajat (hadas kecil) atau berjima dengan perempuan (hadas besar) kemudian tidak menemukan air. Ketiga kondisi tersebut menjadi sebab hukum bagi ketentuan tayamum sebagai rukhsah (keringanan).


Persoalannya apakah tidak ada air kembali kepada semua sebab hukum termasuk kondisi sakit dan safar, atau hanya kembali kepada keadaan hadas kecil dan hadas besar yang tidak menemukan air untuk bersuci dari hadas? Menurut pendapat kami, sifat tidak mendapatkan air kembali hanya kepada hadas kecil dan hadas besar atau illat yang terakhir. Adapun alasan kondisi sakit dan safar berdiri sendiri, tidak mesti tidak mendapatkan air, ada ketentuan rukhsah tayamum. Seandainya tidak mendapatkan air kembali kepada semua alasan yang disebutkan, maka susunan kalimat menjadi tidak berfaidah. Susunan kalimat cukup dengan “jika kamu berhadas kemudian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah,” Tidak perlu memperinci dengan adanya alasan sakit dan safar.


Dengan demikian, kesimpulannya, musafir boleh bertayamum walaupun ada air.


Ginanjar Nugraha

Bandung, 9 April 2025

BACA JUGA:

Hasud yang Diperbolehkan: Memahami Ghibthah dan Munafasah dalam Islam

Reporter: Reporter Editor: Dhanyawan Haflah