Bagaimana Hukumnya Seorang Anak yang Menggugat Harta Wakaf Orang Tuanya?

oleh Taufik Ginanjar

13 Januari 2025 | 05:29

Bagaimana Hukumnya Seorang Anak yang Menggugat Harta Wakaf Orang Tuanya?

Wakaf berasal dari kata waqf yang arti asalnya habs, yaitu menahan. Sedangkan secara istilah,


حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ اْلاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ فِيْ رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرَفٍ مُبَاحٍ مَوْجُوْدٍ

“Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.” (Asnal Mathalib, 2/457)


Sedangkan dalam hukum nasional, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. (Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI).


Adapun terkait dengan ketentuan wakaf, maka perhatikan sabda Rasulullah saw. kepada Umar bin Khattab:


إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا


Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat bershadaqah dengan (hasil buah) nya. Ibnu Umar ra berkata, "Maka Umar menshadaqahkannya di mana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan juga tidak diwariskan. Namun, dia menshadaqahkannya untuk para faqir, kerabat, untuk membebaskan budak, fii sabilillah, Ibnu sabil dan untuk menjamu tamu. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain bukan bermaksud menimbunnya." (HR. al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, 3/102)


Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan;

1. Harta yang diwakafkan menjadi milik Allah.

Setelah diwakafkan, harta tidak lagi menjadi milik pribadi atau ahli waris.


2. Harta pokok wakaf harus terjamin eksistensinya.

Harta wakaf tidak boleh hilang, habis, diperjualbelikan, dihibahkan, atau diwariskan. Wakaf harus digunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat serta dilarang dimanfaatkan untuk kemaksiatan.


3. Wakaf harus diberdayakan.

Harta wakaf harus dioptimalkan agar pahalanya terus mengalir kepada wakif (pemberi wakaf).


4. Mengambil harta wakaf untuk kepemilikan pribadi hukumnya haram.

Hal ini bertentangan dengan prinsip wakaf yang telah ditetapkan dalam Islam.


5. Anak yang mengambil harta wakaf orang tuanya adalah durhaka.

Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum Islam, tetapi juga merupakan bentuk kedurhakaan terhadap orang tua.


6. Wakaf harus diadministrasikan secara legal.

Wakaf sebaiknya dibuat dalam bentuk akta ikrar wakaf atau sertifikat wakaf agar memiliki kekuatan hukum dan dapat meminimalkan kemungkinan adanya gugatan terhadap harta wakaf.

BACA JUGA: Bagaimana Hukum Walimatul Safar untuk Keberangkatan Haji?
Reporter: Taufik Ginanjar Editor: Dhanyawan Haflah