Hukum Berhubungan Badan Dengan Perempuan Istihadhah

oleh Redaksi

12 Februari 2025 | 11:49

Hukum Berhubungan badan dengan perempuan istihadhah

Setelah selesai haid, mandi janabat, lalu salat. Namun sehari kemudian keluar lagi setetes darah mirip haid. Bagaimana hukumnya? Bolehkah bercampur dengan istri yang sedang istihadhoh?


Jawaban:


Memperhatikan pertanyaan di atas seakan penanya ragu, apakah darah yang keluar sehari setelah selesai haid itu masih darah haid atau istihadhah.


Darah haid adalah yang keluar dari farji wanita dan dialami oleh setiap wanita normal sebagai salah satu ciri dewasa. Sedangkan istihadhah adalah suatu penyakit yang menimpa sebagian kaum wanita. Keduanya memiliki akibat hukum yang berbeda dalam peribadahan. Di antaranya perempuan yang sedang haid haram salat, saum, dan berhubungan suami istri. Sedangkan yang istihadhah tetap wajib salat, saum dan boleh berhubungan suami istri.


Para ulama membedakan antara darah haid dan istihadhah dengan dua cara:


1.Caranya bisa dengan kembali kepada‘adat (kebiasaan datang dan hilangnya haid). Sebagaimana diterangkan dalam hadis:


عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ، سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ، فَقَالَ: لاَ إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي. 


Dari 'Aisyah bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, katanya, "Aku mengeluarkan darah istihadlah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?" Beliau menjawab: "Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit (akibat urat yang luka). Tinggalkanlah shalat selama hari-hari dimana engkau biasa mengalami haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat." (Hr. Al-Bukhari)


2.Dengan tamyiz (membedakan sifat darah). Darah istihadhah umumnya berwarna merah segar dan tidak mengeluarkan aroma tidak sedap tidak seperti sifat darah haid. Dalam hadis lain masih berkaitan dengan peristiwa Fatimah binti Abu Hubaisy dengan redaksi:


فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ دَمَ الْحَيْضِ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلاَةِ، وَإِذَا كَانَ اْلآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي. 


Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya darah haid itu berwarna kehitaman yang dapat diketahui. Apabila hal itu terjadi maka tinggalkanlah salat. Tetapi jika yang lain (bukan darah haid) maka berwudulah dan salatlah. (HR. Ad-Daruquthni dan al-Baihaqi) 


Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa istihadhah adalah:


جَرَيَانُ الدَّمِ مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ فِي غَيْرِ أَوَانِهِ وَأَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ عِرْقٍ. 


Isihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita yang bukan pada waktunya dan keluar dari urat/pembuluh. (Fathul Bariy, I : 409)


Bolehkah bercampur dengan istri yang sedang istihadhoh?


Firman Allah Swt.:


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ. 


Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Al-Baqarah: 222)


Dalam riwayat diterangkan bahwa dahulu orang-orang Yahudi, apabila istri-istri mereka sedang haid, mereka tidak mengajaknya makan bareng dan tidak berkumpul bersama dalam satu rumah dengan istri-istri mereka. Lalu para sahabat bertanya tentang kejadian itu kepada Nabi Saw.. Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat “Wa yas-aluunaka ‘anil mahiid... sampai selesai (Al-Baqarah: 222)” lantas Rasulullah Saw. bersabda:


اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ. 


"Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (hubungan suami istri)". (HR. Muslim)


Berdasarkan keterangan di atas, Allah Swt. melarang secara mutlak bahwa perempuan yang haid haram berhubungan suami istri atau digauli oleh suaminya sampai ia bersih (selesai) dari haidnya. Namun bukan berarti mereka mesti dipisahkan dari keluarga sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.


Adapun perempuan yang istihadhah, mereka boleh berhubungan suami istri atau digauli oleh suaminya, mengingat tidak ada dalil yang sahih yang melarangnya. Bahkan Rasulullah menyatakan dengan tegas: 


إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَاتْرُكِي الصَّلاَةَ فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي.


"Sesungguhnya itu adalah darah penyakit (akibat urat yang luka) dan bukan darah haid. Jika haid kamu datang maka tingalkanlah shalat, dan jika telah berlalu masa-masa haid, maka bersihkanlah darah darimu lalu shalatlah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Selain itu terdapat amaliyah sahabat yang menunjukkan bahwa mereka berhubungan intim dengan istrinya dalam keadaan mustahadhah:


عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: كَانَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ تُسْتَحَاضُ فَكَانَ زَوْجُهَا يَغْشَاهَا. 


Dari Ikrimah dia berkata; Ummu Habibah (istri dari Abdurrahman bin Auf) pernah istihadhah dan suaminya tetap berhubungan badan dengannya. (HR. Abu Dawud)


عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ أَنَّهَا كَانَتْ مُسْتَحَاضَةً وَكَانَ زَوْجُهَا يُجَامِعُهَا. 


Dari Ikrimah tentang Hamnah binti Jahsy (istri Thalhah bin Ubaidillah), bahwa dia pernah istihadlah, dan suaminya tetap berhubungan badan dengannya. (HR. Abu Dawud)



Kesimpulan: 

Perempuan yang istihadhah boleh melakukan hubungan suami istri.


BACA JUGA:

Mengirim al-Fatihah Kepada Orang yang Sudah Meninggal

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon