Adakah dalil dari al-Qur'an atau al-Hadis yang membolehkan kita mengirimkan bacaan surat al-Fatihah kepada orang yang sudah meninggal terutama kepada Nabi Saw ? (Sakuri, Majasari, Majalengka).
Jawaban:
Menentukan suatu urusan untuk disebut ibadah tidaklah semena-mena, bukan berdasarkan akal pikiran dan perasaan semata. Namun harus berdasarkan dalil yang shahih dan sharih. Karena pokok pada ibadah itu terlarang sebagaimana kaidah:
اَلْأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ اَلْبُطْلَانُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الْأَمْرِ.
Asal (pokok) pada ibadah itu batal, sampai ada dalil yang memerintahkan.
Sampai saat ini, kami tidak menemukan dalil shahih yang menerangkan syariat mengirimkan bacaan al-Fatihah kepada orang yang sudah meninggal. Demikian juga tidak ada dalil tentang mengirim al-Fatihah kepada Nabi, bahkan para sahabat pun tidak melakukannya, padahal mereka itu orang yang paling dekat dengan Nabi. Kalaulah perbuatan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) lebih dahulu melakukannya. Maka Nabi pun tidak membutuhkannya juga tidak bermanfaat sedikitpun kepada Nabi karena Allah telah memuliakannya dengan kedudukan yang mulia.
Perlu diketahui bahwa seorang manusia tidaklah menangggung dosa orang lain, seorang manusia juga hanya mendapatkan balasan atas apa yang diamalkannya. Artinya ia hanya bertanggungjawab atas amalannya sendiri baik amal saleh maupun amal buruk. Dalam Qs. an-Najm [53]: 38-39, Allah Swt. berfirman:
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى (38) وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39)
(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain (38) dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya (39).
Imam Ibnu Katsir memberikan keterengan mengenai ayat ini, “Sebagaimana seseorang tidak menanggung dosa orang lain, demikian pula ia tidak akan mendapatkan pahala selain dari apa yang telah ia upayakan bagi dirinya. Dari ayat ini, Imam Asy-Syafi’i dan para pengikutnya mengambil kesimpulan bahwa bacaan al-Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang sudah meninggal karena itu bukan dari perbuatan dan upayanya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. tidak menganjurkan, tidak menghimbau, dan tidak memberi petunjuk kepada umatnya untuk melaksanakan yang demikian baik melalui dalil nash yang tegas maupun isyarat. Juga tidak diriwayatkan perbuatan tersebut dari seorangpun di antara sahabat. Kalaulah perbuatan tersebut baik tentu saja mereka (para sahabat) lebih dahulu melakukannya. (Tafsir Ibn Katsir, 3/268).
Rasulullah Saw juga pernah bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
"Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim, Shahih Muslim, 5/73, dari Abu Hurairah Ra)
Maksudnya, amalan orang yang sudah meninggal itu terputus karena ia sudah meninggal serta terputus juga pembaruan pahala bagi dirinya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.
Terdapat yang dijadikan alasan mengirimkan bacaan al-Fatihah kepada yang sudah meninggal,, namun derajatnya daif dan tidak dapat dijadikan hujjah. Keterangannya sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلَا تَحْبِسُوهُ، وَأَسْرِعُوا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ، وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ»
Dari Ibnu Umar, ia berkata: Aku mendengar Nabi Saw bersabda: Apabila seorang diantara kalian mati maka janganlah menahannya, percepatlah ia ke kuburnya dan bacalah disisi kepalanya al-Fatihah dan di sisi kakinya akhir surah al-Baqarah di quburannya. (HR. ath-Thabrani, al-Mu’jamul Kabir, 12/444 no. 13613, al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 7/16 no. 9294 dan Abu Bakar bin al-Khalal, al-Qira’ah ‘idal Qubur: 8)
Hadis tersebut sangat dhaif karena pada sanad hadis ini terdapat dua rawi dhaif; Yahya bin Abdillah al-Babluttiy dan gurunya yang bernama Ayyub bin Nahik. Al-Haitsami mengatakan: Yahya bin Abdillah al-Babluttiy, ia dhaif. (Majma’ az-Zawaid, 3/44). Demikian juga Ayyub bin Nahik, ia di dhaifkan oleh Abu Hatim dan yang lainnya Al-Azdi mengatakan: Ia matruk (Mizan al-I’tidal, 1/ 294).
Kesimpulan:
- Tidak ditemukan dalil yang shahih tentang mengirim al-fatihah kepada orang yang sudah meninggal ataupun kepada Nabi Saw.
- Mengirim al-fatihah kepada orang yang sudah meninggal merupakan perbuatan bid’ah.
- Pahala orang yang mengirim bacaan al-fatihah tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal.
BACA JUGA:Hukum Menjual Barang Pusaka