Hukum Menghina Calon Presiden

oleh redaksi

24 Maret 2025 | 15:48

Hukum Menghina Calon Presiden

Bagaimana hukumnya menistakan (menghina, merendahkan) Calon Presiden yang banyak melanggar hukum?


Jawaban:


Kaum muslimin dilarang menghina, mencela merendahkan sesama muslim lainnya, baik ia sebagai calon Presiden atau yang lainnya. Juga tidak boleh memanggil dengan gelaran buruk yang tidak disukainya. Allah Swt berfirman:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ


Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat [49]: 10-11)


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


Dari 'Abdullah bin 'Umar Ra mengabarkannya bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat". (Muttafaq ‘Alaih)


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ


Dari Abdullah Ra dia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Mencela orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran." (HR. al-Bukhari)


Imam Ibn Hajar menjelaskan:


الفِسْقُ فِي اللُغَةِ الخُرُوْجُ. وَفِي الشَرْعِ الخُرُوْجُ عَنْ طَاعَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَفِي عُرْفِ الشَرْعِ أَشَدُّ مِنَ العِصْيَانِ


Fisqun menurut arti bahasa ialah keluar. Sedangkan menurut arti syara’ ialah keluar dari keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menurut kebiasaan syara’ hal itu lebih keras daripada ma’shiat. (Fathul Bari, 1: 112)


Ketika saudara muslim melakukan keburukan maka kewajiban kita adalah menasihatinya dan beramar ma’ruf nahi munkar.


عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ


Dari Abu Said Al-Khudri Ra, berkata, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)


عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ


Dari Tamim ad-Dari bahwa Nabi Saw bersabda: "Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya, "Terhadap siapa?" Beliau menjawab, "Terhadap Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta seluruh mereka (kaum muslimin)." (HR. Muslim)


Selain itu kaum muslimin dilarang menggunjing atau menceritakan keburukan saudara muslim. Allah Swt berfirman:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ


Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat [49]: 12)


Dalam hadis diterangkan yang dimaksud ghibah, sebagai berikut:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ


Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah Saw pernah bertanya: "Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah Saw bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ' Rasulullah Saw berkata: 'Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.' (HR. Muslim)


Membicarakan keburukan orang lain diperbolehkan apabila untuk tujuan yang dibenarkan secara syari’at. Imam An-Nawawi menjelaskan beberapa ketentuan membicarakan keburukan yang dibolehkan antara lain sebagai berikut:


  1. Mengadukan kezaliman
  2. Memohon pertolongan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran.
  3. Ketika meminta fatwa
  4. Untuk memperingatkan kaum muslimin dari keburukanyadan menasihati mereka. (lihat, Riyadhus Shalihin, 2: 184-185)


Adapun perihal mengkritik itu dibenarkan selama yang menjadi tujuannya adalah untuk memperbaiki kesalahan yang ada dan disampaikan dengan cara-cara yang baik.


Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkritik, antara lain harus bersikap adil dalam memberikan penilaian, tidak mengkritik melebihi kadar yang dibutuhkan, dan tidak boleh mengkritik yang tidak perlu dikritik yaitu dengan menyerang personal.


Kesimpulan:


  1. Menghina pribadi seorang muslim hukumnya haram
  2. Wajib menasihati dan beramar ma’ruf nahi munkar kepada seorang muslim yang melakukan keburukan
  3. Mengkritik dan membicarakan keburukan orang lain diperbolehkan selama tujuannya untuk nasihat dan kemaslahatan serta dilakukan dengan cara-cara yang baik dan benar
BACA JUGA: Memahami Siasah: Memahami Strategi Dakwah Politik Umat Menuju Pemilu 2024
Reporter: redaksi Editor: Gicky Tamimi