Istri Minta Cerai Karena Suami Tidak Berfungsi

oleh Redaksi

11 Februari 2025 | 08:21

Istifta: Istri Minta Cerai Karena Suami Tidak Berfungsi

Bolehkah istri minta cerai dikarenakan suami sudah tidak berfungsi? Jamaah SMS


Jawaban:


Tujuan pernikahan dalam Islam ialah supaya suami istri hidup tentram, satu sama lain saling mencintai dan mengasihi. Allah SWT berfirman:


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.


Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”. (Ar-Rum: 21)


Oleh karena itu, suami-istri harus mengusahakan supaya satu sama lain saling mengasihi dan menyayangi agar ketentraman dalam rumah tangga tetap ada, sehingga masing-masing dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan melaksanakan Mu’asyarah bil Ma’ruf (bergaul dengan cara yang patut), sesuai dengan perintah Allah Swt:


... وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا


“…Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya”. (An-Nisa: 19)


Apabila dalam kehidupan rumah tangga sudah tidak ada lagi cinta dan kasih sayang, malah beralih menjadi kebencian sehingga hilang ketentraman serta kegembiraan berumah tangga bagi kedua belah pihak, atau bagi salah satu pihak, dan akibatnya tidak dapat melaksanakan perintah Allah untuk Mu’syarah bil ma’ruf, maka dalam keadaan tersebut Islam telah memberikan beberapa tahapan sebagai solusi untuk mengobati keretakkan rumah-tanggga; yaitu mengadakan musyawarah diantara keduabelah fihak untuk memperbaiki hubungan kedua belah fihak.


Bila musyawarah untuk mendamaikan suami istri itu kandas, tidak menemukan jalan keluar, maka sebagai jalan terakhir Islam membolehkan perceraian. Seorang suami diberi hak untuk menjatuhkan thalaq terhadap istrinya, sedangkan istri mempunyai hak untuk mengajukan thalaq kepada suami yang disebut khulu’.


Thalaq dan khulu’ ialah jalan terakhir dari suatu kesulitan, ketidaksesuaian antara kedua belah fihak, atau disebabkan perbuatan salah satu fihak sehingga tidak bisa mewujudkan aturan-aturan Allah dalam pernikahan. Allah Swt berfirman:


الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ


Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim. (Al-Baqarah: 229)


Pada dasarnya suami tidak boleh menceraikan istrinya tanpa alasan yang dibenarkan. Begitupun seorang istri tidak boleh meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Dalam hadis diterangkan:


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ


Dari Tsauban, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapapun wanita yang meminta cerai kepada suaminya bukan karena kesalahan, maka haram baginya bau surga." (HR. Abu Dawud)


Sehubungan dengan kasus yang ditanyakan, bila yang dimaksud oleh penanya “suami sudah tidak berfungsi” itu adalah tidak dapat memberikan nafkah batin (berhubungan suami-istri), dan seorang istri menderita karenanya sehingga tidak terlaksana perintah mu’asyarah bil ma’ruf (bergaul dengan cara yang patut) dalam rumah tangga, maka seorang istri boleh mengajukan gugat cerai (khulu’) kepada suaminya.


Pada zaman Rasulullah Saw pernah terjadi kasus seorang istri mengajukan cerai (khulu’) kepada suaminya karena ia hawatir tidak dapat bergaul secara semestinya serta tidak sempurna berkhidmat dalam menunaikan kewajiban terhadap suaminya. Sebagaimana dalam hadis berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً


Dari Ibnu Abbas bahwasanya isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam.’ Maka Rasulullah Saw bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu?" Ia menjawab: ‘Ya.’ Rasulullah Saw bersabda: ‘Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu.” (HR. al-Bukhari, no. 4867, Abu Daud, no. 1902, An-Nasa'i no. 3408, dan Ibnu Majah, no. 2047).


Yang dimaksud dengan kata “aku khawatir kekufuran dalam Islam” dalam ucapan istri Qais ialah:


كُفْرَانُ الْعَشِيْرِ وَالتَّقْصِيْرُ فِيْمَا يَجِبُ لَهُ بِسَبَبِ شِدَّةِ البُغْضِ.


“Kufur kepada suami dan tidak sempurna berkhidmat dalam menunaikan kewajiban terhadap suami, disebabkan kerasnya kebencian”. (Nailul Authar, 7: 23)


Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang istri boleh mengajukan cerai (Khulu’) kepada suaminya apabila hawatir akan menambah dosa bagi suami ataupun istri bila hubungan pernikahan tetap dilanjutkan.


BACA JUGA:

Apakah Pelaksanaan Qadha Shaum Dibatasi Dengan Ramadhan Setelahnya ?

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon