Maksud Hadis Mendiamkan Lebih Dari Tiga Hari

oleh redaksi

21 Maret 2025 | 20:26

Maksud Hadis Mendiamkan Lebih Dari Tiga Hari

Rasulullah Saw melarang bermusuhan melebihi tiga hari, apakah berlaku dalam hal kebencian? Misal seseorang membenci hingga terputusnya silaturahim dan atau kurangnya kedekatan.


Jawaban:


Memperhatikan pertanyaannya kami menggaris bawahi bahwa yang ditanyakan adalah larangan Rasullallah bermusuhan melebihi tiga hari. Tampaknya pertanyaan ini mengarah kepada permusuhan kepada sesama muslim. Jika itu yang dimaksud tentu alangkah baiknya kita memperhatikan Firman Allah Swt.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat [49]: 10)


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ


Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat [49]: 10)


Berdasarkan ayat-ayat ini jelas sekali apa yang dimaksud dengan persaudaraan yang diikat dengan iman yang sama, yaitu harus senantiasa menjaga keharmonisan diantaranya dengan cara masing-masing sesama saudara mukmin memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang akan merusak keharmonisan tersebut. Akan tetapi apabila benar-benar terjadi pertengkaran bahkan sampai permusuhan maka Rasulullah Saw membatasinya dengan tiga hari sudah harus berbaikan lagi.


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ


Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari." (HR. Muslim, No. 4644)


عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ


Dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam, (jika bertemu) yang ini berpaling dan yang ini juga berpaling, dan sebaik-baik dari keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.". (HR. al-Bukhari, No. 5614)


عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ


Dari Az Zuhri dia berkata: telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari.". (HR. al-Bukhari, No. 5605)


Hadis-hadis di atas tidak diragukan dari aspek maqbul dan ma’mul bih-nya karena diriwayatkan oleh mukharij sekelas imam al-Bukhari dan imam Muslim dalam kitab shahih mereka, bahkan berdasarkan catatan kami, hadis-hadis seperti di atas diriwayatkan oleh lebih dari 16 Mukharij yang melewati setidaknya 55 jumlah sanad dan disampaikan oleh lebih dari lima orang sahabat Nabi Saw baik dengan lapadz yang sama atau semakna. Selanjutnya perlu kami tambahkan tentang makna dari kata-kata “an yahjura akhaahu” yang sering dalam keseharian diartikan memusuhi saudaranya yang seiman. Setelah kami mencoba menelaahnya ternyata terjemah yang muncul dari kata tersebut adalah mendiamkan, menjauhi, meninggalkan dan memisahkan. Oleh karena itu andai kata diterjemah dengan kata bermusuhan tentu tidak dimaksud benar-benar menjadi musuh.


Kata hajr (mendiamkan) dalam hadist tersebut tidak bisa langsung diidentikan dengan kebencian dan permusuhan, karena secara realita ada orang-orang yang melakukan hajr yang penyebabnya bukan semata-mata karena permusuhan, kebencian, atau penyebab-penyebab dunia pada umumnya, melainkan karena amal maksiat yang dilakukan seseorang, perbuatan yang menyalahi sunah Nabi Saw, kesombongan dan atau kedzaliman yang dilakukan seseorang muslim. Hal ini diambil dari Sebagian fiqh ulama ketika mereka memberikan syarah terkait hadis-hadis di atas:


قَالَ المُهَلَّبُ: فِيْهِ مِنَ الفِقْهِ أَنَّ مَنْ خَالَفَ السُّنةَ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهُجْرَانِهِ وَقَطْعِ الكَلَامِ عَنْهُ وَلَيْسَ يَدْخُلُ هِجْرَانُهُ تَحْتَ نَهْىيِ النَّبِيِّ عَنْ ‌أَنْ ‌يَهْجُرَ ‌أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ»


Al-Muhallab telah berkata: pada hadist tersebut menjadi fiqh bahwa orang yang menyalahi sunah tidak mengapa untuk mendiamkan atau menjauhinya dan memutuskan percakapan dengannya, dan ini tidak termasuk kepada hajr/hujran di bawah larangan Nabi Saw. tentang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. (Syarh shahih al-Bukhari li ibni Bathal, 5/389)


لا يَحِلُّ إلَّا في أَهْلِ البدَعِ أَو مَنْ يُجَاهِرُ بالكَبَائِرِ لا يَسْتَحِي مِنَ اللهِ [جَلَّ وَعَزَّ] ولَا مِنَ النَّاسِ أو ظَالَمٌ يَظْلِمُ النَّاسَ لا يُرَاقِبُ الله [جَلَّ وَعَزَّ] فِيهِم فَهُجْرَانُ هَؤُلَاءِ مُبَاحٌ وتَرْكُ مُجَالَسَتِهِم وَاجِبَةٌ ولَا غِيبَةَ فِيهِم»


Tidak halal kecuali pada seorang ahli bid’ah, atau orang yang meng-hajr saudaranya karena kesombongan yang tidak merasa malu dari Allah Swt dan manusia lainnya, atau karena kedzaliman yang dilakukan pada orang lain disebabkan tidak adanya rasa muraqabah dari Allah ‘azza wa jalla. pada dirinya. Maka melakukan hujran seperti ini hukumnya mubah, dan meninggalkan duduk berdampingan dengan orang-orang seperti ini hukumnya wajib serta bukan ghibah ketika hal itu tentang mereka. (Tafsir al-Muwatha lil Qanazii, 2/748)


Oleh karenanya menurut hemat kami, jika seseorang mendiamkan atau melakukan hajr kepada saudaranya disebabkan karena orang tersebut menyalahi sunah Nabi Saw atau karena amal bid’ah yang dilakukannya, atau karena ketakaburan dan kedzalimannya, dan hajr tersebut dilakukan agar saudaranya kembali kepada jalan yang benar, maka hajr yang demikian hukumnya mubah. Tapi jika seseorang meng-hajr saudaranya disebabkan karena semata-mata tidak mampu mengontrol emosi dan kemarahan yang memungkinkan akan lahirnya doa-doa buruk untuk saudara seiman apalagi medorong munculnya tindakan-tindakan yang mencelakakan atau merugikan, bahkan akan menyebabkan putusnya silaturahmi, maka hajr tersebut hukumnya haram.


وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ فِيْهِ مِنَ الفِقْهِ أَنَّ مَنْ خَالَفَ السُّنةَ: "لَا يَدْخُلُ ‌الْجَنَّةَ ‌قَاطِعٌ" يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ.


Dari Jubair bin Ra kepadanya ia berkata: Rasulullah Saw telah bersabda, “Tidak masuk surga para pemutus, yakni orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. (HR. al-Bukhari, No. 5984 & Muslim, No. 2556)


Sekedar sebuah contoh Hajr yang sebabnya karena insting dorongan emosi pernah dialami oleh Abdullah bin az-Zubair r.a dan Aisyah Ummul mukminin r.a yang kisahnya dimuat secara lengkap dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari no 5611.


Kedua sahabat yang mulia ini saling mendiamkan satu sama lain bahkan sampai bersumpah untuk saling mendiamkan selama-lamanya. Tetapi setelah Abdullah bin Zubair sadar dan dia segera mendatangi Aisyah, terjadilah ishlah di antara keduanya.


Dengan dalil-dalil dan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa:


  1. Hajr (Mendiamkan atau menjauhi) saudara mukmin lainnya disebabkan karena maksud mengubah keburukan menjadi kebaikan yang ada pada saudaranya, hukumnya mubah.
  2. Hajr (Mendiamkan atau menjauhi) saudara mukmin lainnya disebabkan karena semata-mata kebencian dan permusuhan lebih dari tiga hari tiga malam hukumnya haram.
  3. Memusuhi saudara mukmin lain hingga terputusnya silaturahmi hukumnya haram.
BACA JUGA:

Dakwah Qur’ani: Makna, Metode, dan Kewajiban dalam Islam

Reporter: redaksi Editor: Gicky Tamimi