Bagaimana status hukum pernikahan karena dipaksa atau adanya ancaman, apakah sah atau tidak nikahnya?
Jawaban:
Sah dan tidaknya pernikahan adalah tergantung terpenuhi rukun, syarat dan tidak ada halangan pernikahan. Salah satu rukun akad pernikahan adalah adanya wali (sebagai pelaku ijab). Dalam salah satu hadis diterangkan mengenai tugas seorang wali kepada putrinya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا كَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ تَسْكُتَ.
Dari Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah Saw bersabda: "Janda tidak boleh dinikahi hingga diajak musyawarah, dan gadis tidak boleh dinikahi hingga dimintai izin." Para sahabat bertanya; 'bagaimana tanda izinnya? ' Nabi menjawab; "jika dia diam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
imam Al-Bukhari menempatkan hadis ini dalam bab:
بَابٌ لَا يَنْكِحُ الأَبُ وَغَيْرُهُ البِكْرَ والثَّيِّبَ إِلَا بِرِضَاهِمَا.
“Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan persetujuan mereka”
Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ لَهُ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dari Ibnu Abbas berkata, "Seorang budak wanita yang masih gadis mendatangi Nabi Saw, ia mengabarkan bahwa ayahnya telah menikahkannya dengan seseorang yang tidak ia sukai, hingga Rasulullah Saw memberikan pilihan untuknya." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, pernikahan yang dilakukan melalui perjodohan oleh walinya memiliki dua hukum yang berbeda:
1.Hukum pernikahannya sah apabila mempelai wanita ikhlas dan rido. Sebagaimana diterangkan dalam hadis:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَتَاةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي زَوَّجَنِي ابْنَ أَخِيهِ يَرْفَعُ بِي خَسِيسَتَهُ فَجَعَلَ الْأَمْرَ إِلَيْهَا قَالَتْ فَإِنِّي قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ لِلْآبَاءِ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ.
Dari Aisyah berkata; "Ada seorang wanita muda datang kepada Rasulullah Saw dan berkata; "Wahai Rasulullah! ayahku menikahkan saya dengan anak saudaranya dengan tujuan agar derajatnya terangkat." Rasulullah lantas memberi kesempatan kepada si wanita itu untuk memutuskan pendapatnya sendiri. Si wanita tersebut lantas berkata; "Sebenarnya saya telah rido dengan apa yang dilakukan ayahku, tetapi saya hanya ingin agar para wanita tahu bahwa para ayah tidak berhak memaksa anak perempuannya." (HR. Ahmad, An-Nasai dan Ibnu Majah)
wanita yang diterangkan dalam hadis ini dengan jelas menyatakan keridoannya sehingga pernikahannya sah. Oleh karena itu Nabi Saw tidak membatalkan pernikahannya.
2.Hukum pernikahannya tidak sah. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذَلِكَ فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا. البخاري
Dari Khansa' binti Khidzam Al Anshariyah; bahwa ayahnya mengawinkannya (ketika itu ia janda) dengan lak-laki yang tidak disukainya, kemudian dia menemui Nabi Saw dan beliau membatalkan pernikahannya. (HR. Al-Bukhari)
Al-Bukhari memuat hadis ini pada bab:
بَابٌ إِذَا زَوَّجَ ابْنَتَهُ وَهِيَ كَارِهَةٌ فَنِكَاحُهُ مَرْدُوْدٌ
Bab, Jika menikahkan anak perempuannya, padahal anaknya tidak mau, maka nikahnya tertolak.
Asy-Syaukani mengatakan:
وَالظَّاهِرُ أَنَّ اسْتِئْذَانَ الثَّيِّبِ وَالْبِكْرِ شَرْطٌ فِي صِحَّةِ الْعَقْدِ لِرَدِّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لِنِكَاحِ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ. نيل الأوطار 6 : 147
Secara zahir bahwa izin (keridaan) janda maupun gadis merupakan syarat sahnya akad, karena penolakannya Nabi Saw terhadap pernikahan Khansa binti Khidzam. (Nailul Authar,VI : 147)
Kesimpulan:
- Status akad nikah yang dilakukan karena terpaksa tidak sah
- Akad nikah yang dilakukan pada awalnya terpaksa tetapi setelah itu menjadi rida, akadnya tidak perlu diulangi.
BACA JUGA:Konstruksi Hukum Fikih Batas Usia dan Dispensasi Nikah