Hiruk pikuk kehidupan masyarakat digital memang menyimpan janji manis sekaligus ancaman yang bisa berujung tragis. Kemudahan dan kecepatan yang dijanjikan oleh perkembangan teknologi ternyata tidak “gratis”. Ada harga yang harus dibayar dari hidup serba instan. Budaya instan dalam meminjam uang—yang dimungkinkan oleh perkembangan teknologi ini—membuat orang-orang juga berpikir instan dan sesaat; “Yang penting saya dapat uang secepatnya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan saya. Soal bunga, cicilan, dan ancaman penagihan, itu urusan belakangan.” Hal ini bisa kita temukan dalam fenomena pinjol (pinjaman online).
Risalah edisi Desember 2021 berusaha untuk menilik fenomena korban pinjol ini dari perspektif budaya masyarakat (demand) dan bagaimana peran lembaga-lembaga filantropi Islam merespon fenomena ini. Wacana dan pemberitaan yang berkembang tentang pinjol saat ini cenderung menitikberatkan pada aspek tindakan hukum terhadap para pelaku dan penguatan peran lembaga pemerintah, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam menindak para pinjol ilegal. Wacana tentang penguatan literasi keuangan digital juga memang muncul di tengah pemberitaan dan perdebatan mengenai pinjol ini. Namun, wacana literasi keuangan tersebut sesungguhnya belum menyentuh secara to the point terhadap aspek mendasar dari perilaku masyarakat digital ini; mengapa mereka begitu mudah meminjam?
Gaya Hidup Glamor
Kita bisa membagi masyarakat ke dalam dua kelompok, yaitu masyarakat yang memiliki akses pada sumber daya, mampu memanfaatkannya untuk kesejahteraan; ada juga masyarakat yang tidak mampu melakukan kapitalisasi akses sumber daya secara produktif, bahkan aktivitas ekonominya hanya bersifat konsumtif. Inilah yang kita kenal kemudian dengan kebudayaan konsumerisme.
“Hidup itu sebetulnya sederhana dan murah; yang mahal itu adalah biaya pamernya.” Pernyataan ini terkonfirmasi bahwa dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang terjebak pada utang hanya untuk terlihat makmur dan sejahtera. Dari pernyataan itu juga terlihat sekali bagaimana kita bisa menemukan bahwa dalam keseharian manusia ada sebagian orang yang didikte untuk memilih tindakan yang sebetulnya tidak perlu, tetapi akhirnya dilakukan karena dorongan syahwat-untuk-pamer hingga mengabaikan akal sehat.
Kajian bulan ini tidak hanya menitikberatkan kepada kajian penyebab seseorang bisa terjerat pinjol, tetapi menghadirkan juga wasilah lain yang bisa dilakukan agar kita bisa menghindar dari jeratan pinjol. Selain itu, masyarakat juga harus mengenal adab pinjam meminjam, sehingga kita bisa lebih hati-hati lagi dalam urusan keuangan.
Sexual Consent, Rongrongan Terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum ramai perbincangan tentang tema ini, majalah Risalah di tahun lalu sudah mengkaji secara khusus persoalan yang hari ini muncul kembali ke permukaan, dan ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Pada edisi kali ini, Aay M. Furqon (wakil Sekretaris Umum PP PERSIS) mencoba memberikan pandangan beliau lewat tulisan ringkas yang dimuat di edisi “Tsaqafah,” sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan jamaah terkait kebijakan yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan.
Lebih lanjut beliau menyampaikan, “Bila kita perhatikan secara seksama, Permendikbudristek ini mengandung cacat formil dan materil. Cacat formil dapat kita lihat dari tata cara pembentukan undang-undang yaitu UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-Undang. Pada Pasal 8 ayat (2) “Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaskud pada ayat (1) diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintah oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.” Untuk lebih lanjutnya silahkan baca edisi lengkapnya di majalah Risalah edisi Desember 2021.
Sementara untuk rubrik-rubrik lainnya, majalah Risalah masih menyajikan Fikrah, tulisan dari Prof. Maman Abdurrahman; rubrik Istifta, Syarah Hadits, Tafsir Al-Qur`an, Khutbah Jum`at, Akhbar Jam`iyyah, Ushul Fiqh, Renungan Tarikh, dan Dzikra. Terakhir kami mengajak kepada seluruh kader muda jam`iyyah Persatuan Islam, untuk memberikan kontribusi ide dan gagasan lewat rubrik Thullabuna. Semoga kehadiran majalah Risalah bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat, khususnya di lingkungan jam`iyyah, dan umumnya seluruh lapisan masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Support terus warisan para tokoh ini dengan cara ikut serta menjadi pembaca setiap majalah Risalah.
[gg]