Kabut tebal Merbabu mulai menyelimuti. Hawa dingin menusuk tulang sangat terasa. Nun jauh disana terlihat Kota Salatiga bagai titik-titik kecil. Kerlap-kerlip lampu terlihat cantik.
Motor beat melaju pelan. Kabut tebal membuat tak berani lebih cepat. Beberapa warga berselimut sarung terlihat duduk-duduk di teras rumah. Mereka sedang bersantai sepulang dari ladang. Bercengkrama dengan tetangga sambil menunggu maghrib.
Tim kami, yaitu Pengurus TK Persis Samirono baru bisa melaju ke dusun ibunya Fikri sore kemarin. Karena paginya harus ambil trombosit terlebih dulu ke PMI Kota Semarang. Dan setelah beres mengurus trombosit serta mengantar ke RSUD Salatiga, barulah bisa bergegas memanjat ketinggian lereng gunung Merbabu.
Seminggu ini tim kami sudah bolak-balik ke Dusun Genikan, dusun asal.ibunya Fikri. Menemui Pak Carik & Pak Lurah untuk membuat kartu keluarga Fikri. Mereka sangat baik. Bahkan mereka juga yang mengantarkan tim kami ke Disdukcapil Kab Magelang. Tapi qadarulloh server gangguan terus.
Setelah bolak-balik tiada henti, sore ini tim kami kembali ke sana karena mendapat kabar bahwa Kartu Keluarga sudah jadi. Tanpa membuang waktu, meskipun lelah sehabis mengambil trombosit, tim kami segera bergegas ke sana. Dan ternyata cuaca di sore hari sudah sangat dingin. Kabut tebal menyelimuti sepanjang perjalanan.
Alhamdulillah akhirnya kartu keluarga yang sekian lama diurus akhirnya jadi juga. Rasanya lega. Selanjutnya tinggal mengurus BPJS. Lagi-lagi kami mendapat pertolongan. Bidan desa di sana yang akan membantu menguruskan.
Tapi, disamping kabar menggembirakan, ada juga kejadian yang membuat kami terkejut. Karena ada misionaris dari sebuah gereja yang mendatangi tim kami. Misionaris tersebut menawarkan bantuan untuk pengobatan Fikri. Mereka bersedia menanggung seluruh biaya Fikri beserta kebutuhan keluarganya. Intinya mereka akan membantu perekonomian keluarga Fikri agar bisa hidup dengan layak.
Tapi bantuan tersebut tidak cuma-cuma. Ada syarat yang harus dipenuhi yaitu Fikri sekeluarga harus masuk ke yayasan mereka. Alias harus mengikuti agama mereka.
Tawaran dari misionaris ini benar-benar membuat kami kaget. Tak menyangka mereka begitu berani mendatangi langsung tim kami. Tentu saja kami menolaknya.
Tapi sebelum menolak tawaran tersebut, kami berusaha mengorek info lebih dalam. Kami penasaran misionaris tersebut dari gereja mana dan dari yayasan mana. Dan ternyata misionaris tersebut tidak mau membuka identitas dirinya. Dia hanya bilang dari gereja di desa, entah desa mana.
Letak dusun ibunya Fikri memang sangat tinggi. Hanya ada satu dusun di atasnya. Kemudian setelahnya hanya ada kegelapan hutan Gunung Merbabu. Alias termasuk dusun terpencil. Wajar sekali masih menjadi incaran para misionaris.
Yang membuat kami heran adalah begitu cepatnya misionaris bergerak. Kisah Fikri ternyata viral dan menarik perhatian para misionaris. Mereka faham bahwa keluarganya Fikri adalah keluarga yang sangat sederhana dan berpendidikan rendah. Biasanya model seperti ini yang mudah dibawa masuk ke agama mereka.
Tawaran bantuan berobat biasanya menjadi pintu masuk paling "seksi" yang dilakukan misionaris. Dan biasanya diterima dengan baik oleh warga karena memang sangat dibutuhkan. Biasanya mereka sukarela murtad karena sudah dibantu penuh biaya pengobatan. Murtad dengan sadar karena tak ada ormas Islam yang peduli ataupun membantu.
Tapi kali ini Si Misionaris salah sasaran. Meskipun keluarganya Fikri tak berpendidikan dan kekurangan secara ekonomi, tapi Pengurus Persis (Persatuan Islam) Kab Semarang mensupport penuh.
Kami mengawal Fikri dari pertama opname hingga saat ini. Keluarga Fikri tak perlu memikirkan biaya pengobatan. Mereka juga tak perlu wira-wiri mengurus administrasi kependudukan untuk membuat kartu BPJS. Semuanya sudah kami ambil alih. Jadi keluarganya Fikri tugasnya khusus menunggui Fikri di rumah sakit. Ini adalah sebuah bukti nyata kepedulian Persis (Persatuan Islam) bagi keluarga mualaf yang dhuafa.
Kejadian didatangi misionaris ini membuat kami merenung. Betapa mereka sangat gigih. Betapa mereka menampakkan "wajah malaikat" bagi orang-orang yang sedang terkena musibah. Mereka akan datang menawarkan bantuan penuh.
Kami juga jadi sadar betapa dakwah sosial di area pegunungan itu sangat penting. Menolong orang yang sedang kesusahan ternyata bisa menjadi wasilah agar mereka tak tertarik dengan tawaran misionaris.
Semoga kita semua bisa lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Terutama kepada orang-orang yang sedang diuji dengan sakit dan termasuk dhuafa. Karena biasanya mereka menjadi sasaran empuk para misionaris.
Kami beberapa kali menjumpai kasus seperti ini. Agar tak terjerat tawaran para misionaris, jangan lupa menyadarkan saudara-saudara kita untuk segera mengurus BPJS. Jika tak mampu, bisa didaftarkan BPJS gratis bantuan dari pemerintah. Buat jaga-jaga jika terjadi hal yang tak diinginkan seperti yang menimpa Fikri.
Semoga kita semua tetap diteguhkan dalam iman Islam hingga akhir hayat, aamiin
Ya muqollibal qulub, tsabit qolbie ala diinika... (*)
Hisab Rukyat
19 Desember 2024 | 05:03