Bandung, persis.or.id - Sejak keluarnya Surat Edaran Menteri Agama No. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Masjid dan Musala, Jumat (18/02/22), tanggapan masyarakat sangat beragam. Mulai dari mendukung kebijakan yang dikeluarkan Menteri Yaqut, hingga banyak yang menolak dan menduganya sebagai tindakan islamofobia.
Kebijakan pemerintah Indonesia sudah kadung distigma kurang bersahabat dengan kepentingan umat Islam Indonesia. Beberapa kebijakan atau penerapan aturan sering kali tidak mengindahkan rasa keadilan publik, di antaranya dalam penanganan pandemi Covid-19.
Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, pelanggaran PPKM level 3 yang dilakukan Mall Festival Citilink Bandung hanya didenda sebesar Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah), berdasarkan Pasal 38 ayat 4 Perwal 103 Kota Bandung Tahun 2021. Padahal, sangat jelas kegiatan yang dilaksanakan mengundang kerumunan banyak orang.
Berbeda dengan yang dialami oleh tukang bubur asal Tasikmalaya, yang dijatuhi denda Rp5.000.000 (lima juta rupiah) atau subsider kurungan lima hari penjara, pada tahun 2021 silam berdasarkan Pasal 34 Ayat 1 Juncto Pasal 21 i Ayat 2 Huruf f dan g, Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018.
Ketua Umum Pemuda PERSIS Ibrahim Fahmi menyoroti terganggunya rasa keadilan publik ini sebagai salah satu faktor berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
“Pemerintah pusat hingga daerah harus serius dalam membangun kepercayaan masyarakat, dengan menghadirkan peraturan dan kebijakan yang berkeadilan,” tegasnya.
Menurut Ibrahim, kesadaran kebhinekaan yang sering digaungkan pemerintah harus diikuti dengan adilnya pemerintah dalam memberi sanksi kepada para pelanggarnya, terlebih jika menyangkut aktivitas keagamaan.
“Akhir-akhir ini, umat Islam Indonesia selalu membandingkan bagaimana penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah, untuk aktivitas agama lain cenderung longgar sementara aktivitas keislaman selalu diperketat,” Ujarnya.
Menurutnya, situasi seperti ini jika tidak dibenahi akan menguatkan persepsi masyarakat bahwa kebijakan rezim kurang bersahabat dengan umat Islam.
Mengenai situasi terkini yang sedang disoroti oleh masyarakat tentang SE Menag No. 05 Tahun 2022, Ibrahim mendukung keputusan Menteri Agama yang berniat mengatur penggunaan pengeras suara masjid atau musala.
“Seringkali pengeras suara masjid digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu, apalagi mengindahkan adab-adab di dalam masjid seperti yang Nabi Muhammad saw. ajarkan,” tegas Ibrahim melalui rilisnya kepada persis.or.id.
Namun, Ibrahim Fahmi menyayangkan keluarnya steatment Menag Yaqut yang menganalogikan suara azan dengan suara anjing. Perbandingan tersebut diutarakannya dalam penjelasan tentang urgensi diterbitkan SE No. 05 Tahun 2022, seperti pada video yang sedang viral akhir-akhir ini.
“Kami mengecam ungkapan itu, sebagai pejabat pemerintah terutama Menteri Agama, Yaqut Cholil Qaumas tidak memiliki sense of religiousness. Mengapa azan yang disoroti, hingga sampai hati menyamakannya dengan suara anjing,” ungkap Ketum Pemuda PERSIS ini.
“Kami mendesak secepatnya Menag mencabut ungkapan tersebut, dan meminta maaf secara terbuka kepada kaum muslimin,” Ujarnya.
(Pemuda PERSIS/dh)