Nabi Ibrâhîm Alahissalam merupakan salah satu model terbaik yang disebutkan dalam Al-Quran. Suri teladannya mesti kita ikuti. Misalnya, ketika Nabi Ibrahim Alahissalam mendekatkan jamuan kepada para tamu dengan meletakkan jamuan makanan di hadapan mereka. Tidak menaruhnya di tempat yang berjarak dan terpisah dari tamu, hingga harus meminta para tamunya untuk mendekati tempat tersebut, dengan memanggil, -misalnya- “kemarilah, wahai para tamu”. Cara ini untuk lebih meringankan para tamu.
Nabi Ibrâhîm Alaihissalam melayani tamu-tamunya sendiri. Tidak meminta bantuan orang lain, apalagi meminta tamu untuk membantunya, karena meminta bantuan kepada tamu termasuk perbuatan yang tidak etis.
Bertutur kata sopan dan lembut kepada tamu, terutama tatkala menyuguhkan jamuan. Dalam hal ini, Nabi Ibrâhîm Alaihissallam menawarkannya dengan lembut: “Sudikah kalian menikmati makanan kami (silahkan kamu makan)?” Beliau Alaihissalam tidak menggunakan nada perintah, seperti: “Ayo, makan”. Oleh karena itu, sebagai tuan rumah, seseorang harus memilih tutur kata simpatik lagi lembut, sesuai dengan situasinya.
Dari penggalan diatas, dapat dikatakan bahwasanya memperlakukan seseorang yang berkunjung ke rumah sebagai tamu atau pun sebagai orang yang ingin membicarakan hajat hidup orang banyak, maka seyogianya diperlakukan dengan istimewa dan penuh budi yang luhur.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa jika ada seorang pemimpin yang tak melayani kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya, katakanlah rakyatnya, maka dirinya mendapatkan ancaman dari Allah SWT.
"Pemimpin yang mengemban urusan kaum muslimin, lalu ia menghindar dari kebutuhan, keperluan dan orang-orang faqir rakyatnya, Allah pasti akan menutup diri darinya ketika ia kekurangan, kebutuhan dan faqir". (HR. Abu Daud)
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa memimpin suatu urusan manusia, lantas menyembunyikan diri dari yang lemah dan dari yang mempunyai keperluan, maka Allah akan menyembunyikan diri darinya pada hari kiamat”. (HR Ahmad).
Cukuplah menjadi bahan renungan dan evaluasi bersama. Sejauh ini umat Islam sudah memperlihatkan sikap keagamaan yang sangat baik. Dr. Ihsan Setiadi Latif, salah satu yang ikut Aksi Bela Al-Quran jilid II, merefleksikannya sebagai berikut, "Saya hanya bagian kecil dari jutaan umat Islam dari Sabang sampai Merauke, hanya Allah yang menjadi saksi apa yang terjad tanggal 4 November 2016. Rasa Empati yang dalam kepada alim ulama, kawan seperjuangan yang terkena dampak aksi umat Bela Islam. Serta mohon maaf untuk masyarakat Jakarta dan sekitarnya", ungkapnya. (HL/TG)