Bandung, persis.or.id - Bidang Dakwah Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (PERSIS) telah menyelenggarakan pelantikan tim Bina Mualaf Center (BMC), Sabtu (9/4/22).
Lembaga yang diketuai H. Deni Solehudin, M.Si. ini disahkan melalui SK PP bernomor 2564 tahun 2022, bertepatan 7 Ramadhan 1443 H. SK dibacakan Sekretaris Bidang Dakwah H. Nana Supriatna, M.Pd., dan menandai adanya lembaga khusus di PERSIS yang menangani terkait pemurtadan.
Dalam prakatanya, Ustadz Deni menyatakan bahwa BMC merupakan bagian dari Pengembangan Dakwah dan Kajian Islam. PERSIS yang awalnya fokus membina internal anggota kini mempunyai kewajiban menyikapi eksternal, khususnya menjawab upaya pemurtadan.
“Ini menandakan bahwa PR dakwah kita sangat berat,” ujar ustadz Deni.
Apa yang disampaikan H. Deni mendapat penguatan dari Pembina BMC Bah Yamin. Ia menilai bahwa dakwah terkait mualaf tidak dapat dihindari.
“Di Jawa Tengah misalnya, terjadi pemurtadan yang cukup dahsyat, hingga mengubah komposisi penganut agama di suatu lingkungan masyarakat,” kata Bah Yamin.
Sementara itu, Ketua Bidang Dakwah memberikan apresiasi dan dorongan kepada tim BMC. Pihaknya menyampaikan bawah langkah yang telah dilakukan harus terus ditingkatkan, untuk mengejar dan menjawab gerakan pemurtadan.
“Kita harus bangga menjadi bagian barisan pembela ajaran Rasulullah. Di antara tugas barisan tersebut ialah mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Di lapangan banyak terjadi upaya yang sebaliknya, yaitu mengeluarkan manusia dari cahaya kepada kegelapan. Maka ini di antara tugas BMC untuk menjawabnya,” demikian Ustadz H. Zae Nandang menegaskan.
Dalam kesempatan ini hadir pula Wakil Ketua Umum PERSIS Dr. H. Jeje Zaenudin, M.Ag. Ia pun mendukung terbentuknya tim yang fokus menangani muallaf ini.
Kepentingan dibentuknya tim yang menangani mualaf ini terdorong oleh ajaran Islam, tema pembahasan dakwah oleh para tokoh PERSIS dari dahulu, adanya tim yang menangani pemurtadan di berbagai ormas dan lembaga zakat nasional, serta realita pemurtadan yang masif di lapangan.
“Di lapangan banyak terjadi kasus pemurtadan. Di antara polanya adalah menggarap putra tokoh dan atau yang bekal keagamaannya kuat. Nampaknya, mereka fokus menggarap target pemurtadan meski harus menghabiskan beberapa tahun. Bahkan, ada kecenderungan mereka menggunakan hipnotis dalam operasinya,” beber ustadz Jeje yang juga memberikan contoh kasus yang ia temui di Jakarta dan Bekasi.
Beberapa kesempatan sebelumnya, Ketua Umum PERSIS juga memberikan pandangan perlunya dibentuk tim khusus ini.
“Dalam Al-Qur’an, jelas sekali posisi mualaf ini. Di antara asnaf zakat disebutkan mualaf secara mandiri. Begitu pula dakwah Rasulullah yang mendakwahi orang kafir secara terprogram. Demikian juga tuntutan di lapangan harus menangani para mualaf di Indonesia. Maka saya setuju sekali dibentuk tim khusus ini,” sambut Ustaz A. Zakaria.
Tiga puluh enam tahun yang lalu M. Natsir sudah mengingatkan kepada M. Amin Rais, Kuntowijoyo, Endang Saifuddin Anshari, Yahya A. Muhaimin, dan Ahmad Watik Pratiknya mengenai bahaya pemurtadan. Tantangan dakwah pemurtadan ini diingatkan Natsir dengan bahaya lainnya berupa sekularisasi dan nativisasi. Kegiatan pemurtadan sejak zaman VOC Belanda tersebut bergulir. Natsir bahkan mengungkapkan, pelaku pemurtadan menggunakan berbagai macam jalur, seperti pendidikan, pelayanan sosial, kesenian, budaya, transmigrasi, pengembangan masyarakat, dan jalur-jalur lain, termasuk jalur politik dan pemerintahan.
Kontributor: Yusri, sekretasi tim BMC
Editor: Dhanyawan