Deep Reading Tak Tergantikan, Teknologi Harus Memanusiakan Manusia


oleh Reporter

13 Desember 2025 | 13:48

Deep Reading Tak Tergantikan, Teknologi Harus Memanusiakan Manusia

Bandung, persis.or.id — Cara orang mencari ilmu berevolusi secara signifikan, dari mulai konvensional hingga digital. Mau tidak mau, kita pun harus berubah, begitu juga dengan Jam’iyyah PERSIS.


Hal itu disampaikan Ihsan dalam acara Women Digital Academy: Toward a Powerful Movement Digital Literacy for Women Changemaker yang diadakan oleh PP Himpunan Mahasiswi PERSIS, bertempat di Kantor PP PERSIS, Jalan Perintis Kemerdekaan No. 2, Bandung.


Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi PP PERSIS, Dr. Ihsan Setiadi Latief, memberikan pengarahan sekaligus membuka acara dengan pemaparan materi. Ia menjelaskan bahwa cara orang belajar mengalami perubahan dalam beberapa fase.


Fase Pertama: Era Cetak (Print)

Pada fase ini, informasi bersifat on hand atau berada di tangan secara fisik, seperti buku, koran, dan diktat.


Cara belajar terbaik saat itu adalah deep work atau ketekunan. Pembaca dipaksa membaca dari halaman pertama hingga selesai tanpa bantuan tombol pencarian. Musuh utamanya adalah kebosanan. Namun, justru di situlah kuncinya, karena otak dilatih untuk fokus dalam durasi yang panjang.


Fase Kedua: Era Pencarian (Search)

Informasi bersifat on demand. Saat membutuhkan sesuatu, cukup mengetik, lalu mesin pencari seperti Google akan menjawab. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu.


Pada fase ini, cara belajar dengan menghafal sudah tidak relevan. Cara belajar yang dibutuhkan adalah bersikap skeptis. Setiap orang dituntut menjadi kurator informasi, tidak menelan informasi secara mentah, membandingkan berbagai sumber, serta bersikap layaknya detektif. Mereka yang tidak jeli memilah informasi berisiko “keracunan” informasi sampah.


Fase Ketiga: Era Algoritma

Pada fase ini, manusia tidak lagi aktif mencari informasi. Justru informasi yang datang menghampiri melalui algoritma media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Informasi disajikan secara handed atau disuapkan.


Bahaya era ini bukan hanya menjadikan manusia pasif, tetapi juga mematikan nuansa berpikir. Algoritma dirancang untuk memberi makan ego. Apa yang disukai, itulah yang terus disajikan, hingga manusia terkurung dalam tempurung kenyamanan atau echo chamber.


Fase Keempat: Era Kecerdasan Buatan (AI)

Era ini ditandai dengan kehadiran ChatGPT, komputasi awan (cloud), Copilot, DeepSeek, hingga Gemini.


Pada fase ini, manusia tidak lagi sekadar mencari atau menerima informasi, melainkan meminta. Perintah seperti “Buatkan saya pidato” atau “Ringkaskan buku ini” dapat diselesaikan dalam hitungan detik.


Mesin tidak lagi sekadar memberikan tautan, melainkan jawaban hasil sintesis. AI berperan sebagai asisten pribadi. Orang cerdas di era ini bukan lagi mereka yang kuat hafalannya, melainkan yang pandai bertanya. Kualitas hasil sangat ditentukan oleh kualitas prompt.


Cara belajar yang relevan adalah dialog interaktif. AI dijadikan sebagai lawan tanding intelektual dengan meminta kritik atas tulisan atau perdebatan terhadap suatu argumen.


Fase Kelima: Pasca-Generative AI (Agentic AI)

Generative AI diibaratkan sebagai konsultan yang pandai berbicara, sedangkan Agentic AI seperti manajer yang memiliki tangan dan kaki untuk mengeksekusi.

Ke depan, manusia tidak perlu lagi mengetik. Cukup dengan perintah lisan melalui gawai atau kacamata pintar, seperti, “Saya ingin berlibur, tolong atur semuanya.” AI akan mengatur pemesanan tiket, hotel, pembayaran tagihan, hingga negosiasi harga dengan sistem AI lainnya. Teknologi pun menjadi invisible interface.


Ketika mesin mengambil alih banyak peran, muncul tantangan baru yang krusial. Otak manusia terancam mengalami sindrom popcorn brain atau bahkan brain rot, yakni kondisi pikiran yang tidak tahan fokus, mudah melompat, dan kecanduan gratifikasi instan ala video berdurasi singkat.


Di tengah kondisi tersebut, muncul kembali satu keterampilan “kuno” yang justru menjadi kemewahan dan keunggulan kompetitif, yakni deep reading atau membaca mendalam.



BACA JUGA:

Anak Aset Masa Depan Bangsa, Infokom PERSIS Dukung Pemerintah Luncurkan Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital

Reporter: Reporter Editor: Taufik Ginanjar