Hidayah adalah hak prerogatif milik Allah semata. Hanya hamba yang dikehendaki-Nya yang diijinkan kembali dalam pangkuan-Nya. Beruntunglah orang-orang yang diijinkan kembali mereguk manisnya iman setelah puluhan tahun pernah berpindah keyakinan.
Namanya Dian, seorang gadis manis di lereng Merbabu. Aslinya keluarga Dian adalah muslim, ayah dan ibunya muslim, teapi Dian pernah tergoda berpindah agama.
Semuanya berawal dari pendidikan. Dulu Dian pernah bersekolah di sebuah sekolah milik yayasan nonmuslim, kemudian dia mengikuti bimbingan belajar dari yayasan tersebut. Bimbingan belajar tersebut sangat menarik perhatiannya, karena bertabur beasiswa ataupun hadiah. Juga sering piknik. Hal yang sangat menyenangkan bagi seorang anak. Dan Dian memutuskan mengikuti agama yang diajarkan di bimbingan belajar nonmuslim tersebut.
Beberapa peserta bimbel yang muslim juga mengubah keyakinannya. Saat itu adalah hal biasa jika anak-anak muslim berpindah keyakinan, karena memang kegiatan di sana sangat menarik dan meriah. Berkebalikan dengan masjid yang saat itu sepi kegiatan.
Selama bersekolah, Dian aktif mengikuti kegiatan di bimbel gratis tersebut. Dan dia tidak risih meskipun dia berbeda keyakinan sendiri dalam keluarganya. Saat itu dia sedang mencari jati diri.
Ibu dan adiknya Dian sering ikut mengaji di masjid. Adiknya yang masih polos kadang bercerita dengan ustazah pengajar TPQ bahwa sebetulnya dia sedih melihat kakaknya yang berbeda keyakinan. Khawatir tidak bisa bersama di akhirat kelak. Begitu pun dengan ibunya yang ikut mengaji, berdoa tiada henti agar pintu hati anaknya terbuka dan mau kembali dalam pangkuan Islam.
Alhamdulillah doa mereka didengar. Malam itu, Rabu 5 Januari 2021, Dian mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan bahwa dirinya kembali dalam pangkuan Islam. Menyembah Allah kembali setelah pernah berpaling lama.
Proses syahadat ini dibimbing oleh pengurus PERSIS (Persatuan Islam). Alhamdulillah, Dian adalah mualaf ke-7 di Dusun Samirono. Bahagia rasanya melihat mereka kembali dalam pangkuan Islam. Dan mayoritas yang bersyahadat kembali itu adalah para pemuda yang dulunya murtad karena mengikuti bimbel gratis milik rumah ibadah umat lain. Setelah mereka selesai sekolah, mereka tersadarkan kembali.
Bisa dikatakan faktor pendidikan sekolah pernah menjadi faktor penyebab pemurtadan cukup banyak di lereng Merbabu. Itulah mengapa PERSIS mendirikan sebuah TK gratis di lereng Merbabu. Berharap langkah kecil ini bisa menjadi awalan yang baik dalam merangkul anak-anak. Dan berharap kisah kelam masa lalu bisa diminimalisasi.
Semoga para mualaf itu bisa istiqomah selalu dalam pangkuan Islam hingga akhir hayat. Aamiin.
(Widi Astuti/dh)