Esensi Penting di Balik Jargon Pemuda PERSIS

oleh Reporter

11 Desember 2021 | 00:28

 

“Ajolah kini kita bangkit terus. Tegak berdiri sebagai “Ana Muslim Qabla Kulli Syaiin!” Sangkala perdjuangan belum berhenti! Dalam sjakilah kita masing-masing, kita berdjuang limardlati’lLah! Ila ’l-Amam!”

—Junus Anis, Ketua Umum PP Pemuda PERSIS (1966).

Sejauh dari data historis yang ada, jargon gerakan Pemuda Persatuan Islam (PERSIS), yaitu ana muslim qabla kulli syaiin, baru ditemukan penjelasannya pada Junus Anis. Ketika itu yang bersangkutan menjabat di PP Pemuda PERSIS. Sebagai ahli bahasa, tak aneh jika Junus Anis menjadi konseptor semboyan pergerakan Pemuda PERSIS.

Lalu, siapa Junus Anis itu? Lahir di Bandung pada tahun 1939, Junus Anis adalah putra KH E. Abdurrahman dan Hj. Komara. Ayahandanya, di samping seorang Ajengan (ulama Sunda), adalah juga tokoh sentral jam’iyyah Persatuan Islam (PERSIS). Dididik mula-mula di Pesantren Pajagalan, Junus Anis melanjutkan studi ke SMA 1 Bandung, bagian A (Bahasa dan Sastra). Di sekolah ini, Junus Anis yang cerdas berhasil menguasai 8 bahasa asing.

Pada tahun 1960/1961, Junus Anis telah tercatat sebagai pengurus PP Pemuda PERSIS. Sayap kepemudaan jam’iyyah PERSIS ini telah berdiri sejak Maret 1936. Generasi pertama kader-kader Pemuda dipimpin oleh Djoedjoe Danoewikarta dan Roesjad Noerdin pada 1936-1942. Salah satu program kaderisasinya adalah pembinaan kaum muda melalui wadah Kepanduan Persatuan Islam (KPI) yang dibentuk tahun 1938 dengan dikomandani oleh Hoesen.

 Pemuda PERSIS sempat vakum—karena dibubarkan balatentara Jepang pada 1942 dan proses pejuangan revolusi fisik hingga 1948—sebelum direorganisasi oleh A. Latief Muchtar pada 1953-1956. Aktivitas Pemuda lebih marak pada era Yahya Wardi yang menjadi Ketua Umumnya era 1956-1962. Gerakan kepanduan kembali digalakkan dengan nama baru: Syubbanul Yaum—artinya: “Pemuda Hari Ini”—dengan komandannya Suraedi. Pada masa kepemimpinan Yahya Wardi inilah, Junus Anis direkrut sebagai kader Pemuda PERSIS. 

 Di tubuh Pemuda PERSIS, ex kader PII ini pun berkreasi. Salah satu eksperimen kreasinya itu adalah program “Pesantren Kilat.” Tentang program ini, Junus Anis menjelaskannya sebagai bagian dari strategi memperdalam pengetahuan pemuda tentang ilmu-ilmu Islam sekaligus up-grading kader—atau istilah Junus Anis sendiri: “tjara ke arah up-grading (penjempurnaan pengetahuan) para anggauta Pemuda Persatuan Islam” (majalah Risalah, Juli 1966, hlm. 26). Dengan kata lain, program Pesantren Kilat merupakan replikasi pembinaan tuan A. Hassan terhadap kader-kader muda terpelajar, seperti Natsir dan Fachrudin Alkahiri.  

Dua tahun aktif di Pemuda PERSIS, pamor Junus Anis semakin menanjak. Pada 1962, ketika Suraedi terpilih sebagai Ketua Umum Pemuda PERSIS, Junus Anis pun diajaknya menjadi Sekretaris Umum (Sekum). Pada era duet Suraedi-Junus Anis, cabang-cabang Pemuda PERSIS di berbagai kota/kabupaten dibentuk—misalnya PC. Padalarang pada 31 Mei 1964 dan PC. Garut pada 4 Oktober 1964. Terdapat juga momen besar yang dimanfaatkan secara strategis oleh Suraedi-Junus Anis. Pada Maret 1965 berlangsung Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung, sementara Konferensi Pendahuluannya pada Juni 1964. PP Pemuda PERSIS pun dipercaya ikut terlibat sebagai panitia lokal Konferensi Internasional tersebut ( Risalah, Juni 1965, hlm. 26).    

 Ketika Junus Anis menjabat Sekretaris Umum PP Pemuda PERSIS awal tahun 1962, organisasi sayap PERSIS ini pun segera berbenah. Dekade 1950 dan 1960-an adalah masa-masa puncak pertarungan ideologis di Indonesia. Gerakan Islam tidak hanya berhadapan dengan kaum sekuler-abangan, tapi juga dengan kaum sosialis dan terutama gerakan komunisme yang dikendalikan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Masa-masa itu, PKI semakin besar pengaruhnya, menjadi kekuatan politik empat (4) besar di Indonesia—bersama Masyumi, PNI dan PNU.  

 Kader-kader Pemuda PERSIS tentu harus dibina untuk menjadi mujahid dan hawariyun Islam, melawan gelombang sekularisme dan komunisme yang melanda masyarakat Indonesia. Untuk itulah, formulasi pembinaan kader-kader pemuda diperkuat dan semakin diperteguh identitasnya. Dalam konteks jiwa zaman inilah, lahir sang konseptor gerakan Pemuda: Junus Anis. Memang, pemimpin dilahirkan oleh zaman!

 Bersama Suraedi dan kader-kader pemuda lainnya, Junus Anis merancang Qanun Asasi dan Qanun Dachili (AD/ART) Pemuda PERSIS. Junus Anis sendiri membentangkan apa yang disebutnya “Tjiri Kepribadian Pemuda Persatuan Islam”. Inilah fondasi harakah jihad Pemuda PERSIS. Maka, pada Sidang Pleno Pusat Pimpinan Pemuda PERSIS tertanggal 20 Ramadhan 1381 H bertepatan dengan 25 Februari 1962 M, disyahkan rumusan Qanun Asasi dan Dachili Pemuda Persatuan Islam untuk pertama kalinya. Qanun Pemuda PERSIS yang pertama ini dilegalisasi oleh Pusat Pimpinan PERSIS pada 3 April 1962. Kata-kata “pertama kalinya” ini bahkan disebutkan secara tegas pada Qanun Dachili Pemuda Persatuan Islam Pasal 9 tentang Pengesahan ( Risalah, Februari 1964, hlm. 25).      

 Tak hanya itu, Pemuda PERSIS pun dilengkapi dengan semboyan pergerakan yang khas. Tidak hanya sebagai spirit penyemangat, tapi sekaligus juga sebagai penciri-identitas Pemuda PERSIS. Sebagai ahli bahasa, Junus Anis mengonsep semboyan Pemuda PERSIS dengan dua bahasa sekaligus: Arab dan Latin. Semboyan Pemuda PERSIS itu, kata Junus Anis: “…Ana Muslim Qabla Kulli Syaiin! Saja dahulukan pribadi Islam diatas segala sesuatunja. Dulce et Decorum est Pro Islam Mori! Adalah sedap dan bahagia mati untuk Islam…” (majalah Risalah, Juli 1966, hlm. 27).  

 Kita harus ingat, ketika motto perjuangan Pemuda PERSIS ini dicetuskan, mereka sedang berhadapan muka, masa puncak pertarungan, dengan kaum komunis...! Waktu itu, yang dihadapi Pemuda PERSIS, bukan saja pertarungan konsep gerakan, tapi juga pertarungan fisik dan bahkan nyawa! Terbayang, semangat Pemuda PERSIS yang berkobar dengan moto dan semboyan perjuangan seperti yang dicetuskan itu.

 Lalu, apa dan dari mana spirit motto perjuangan Pemuda PERSIS tersebut? Junus Anis menjelaskan:

Motto itu terbuat sebagai sari dari Hadits jang menjatakan “tidak beriman seseorang sehingga Islam terlebih ditjintai daripada dirinja sendiri,” jang dikuatkan pula oleh firman Allah SWT: Katakanlah! Djika adalah bapa-bapa kamu dan anak-anak kamu dan saudara-saudara kamu dan isteri-isteri kamu dan keluarga-keluarga kamu dan harta-benda jang kamu dapati dan perdagangan jang kamu takuti mundurnja dan tempat-tempat tinggal jang kamu sukai itu, lebih kamu tjintai daripada Allah dan RasulNja (dan lebih kamu tjintai pula daripada) bersungguh-sungguh didjalanNja, maka tunggulah, sehingga Allah mendatangkan urusanNja, sebab Allah tidak akan memimpin kaum jang melewati batas—Q.S. Al-Bara’ah : 24…” (majalah Risalah, Juli 1966, hlm. 28).    

Ketika menjadi Ketua Umum PP Pemuda, Junus Anis mengonsep kriteria ideal Pemuda PERSIS berbasis motto perjuangan tersebut. Kata Junus Anis, “Pemuda Persatuan Islam berbitjara, ber’amal dan berfikir dengan ruh pemuda-dewasa jang senantiasa bersemangat untuk: (a) Menambah ilmu-ilmu Islam dan memperdalam pengetahuannya; (b) Menyelenggarakan syi’ar Islam; (c) Berusaha dan mengamalkan segala sesuatu yang akibatnya mengeratkan ukhuwwah Islamiyyah; (d) Membasmi semangat berko; (e) Menghilangkan rasa cukup dan puas seadanya; dan (f) Memupuk semangat Qurbani" ( Risalah, Juli  1966, hlm. 27-28).

Inilah enam (6) kriteria ideal Pemuda PERSIS yang menjadi esensi di balik jargo Pemuda PERSIS selama ini; “tjiri kepribadian Pemuda Persatuan Islam” oleh Junus Anis, khususnya dari motto Ana Muslim Qabla Kulli Syaiin (saya utamakan pribadi Islam di atas segala sesuatunya).

Wallahu a’lam.

 

***

Penulis: Dr. Pepen Irpan Fauzan, Ketua Kominfo PP PERSIS

Reporter: Reporter Editor: admin