Bandung - persis.or.id, Hizbuttahrir Indonesia (HTI) dinyatakan dibubarkan (08/05/2017), dibubarkan oleh Wiranto sebagai representasi Penguasa Negara, tanpa pengadilan dan tanpa memanggil HTI untuk melakukan pembelaan.
"Apakah Indonesia sekarang masih kokoh berdiri sebagai negara hukum/rechstaat? Atau malah sekarang negara sedang menjelma menjadi negara yang dikendalikan atas syahwat penguasa negara/machstaat?", tanya Tatan Ahmad Santana, dalam sebuah akun sosmed miliknya.
Netizen yang menegaskan tidak menjadi bagian dari HTI dan memiliki beberapa pandangan yang berbeda dengan HTI itu melanjutkan, "Hari ini saya disuguhi drama yang menggelimuakan!", tambahnya.
Dalam jumpa Pers-nya Wiranto menyebut bahwa ia memiliki sejumlah bukti, minimal indikasi yang menyatakan bahwa keberadaan HTI membahayakan keutuhan dan proses tumbuh kembang NKRI.
Namun demikian, bila kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah langsung pada pembubaran. "Apakah rezim Jokowi ini sudah membaca ulang UU NO 17 Tahun 2013, khusunya mengenai pasal Sanksi hingga pembubaran sebuah Organisasi berbadan hukum?", imbuhnya.
Di dalam UU tersebut dijelaskan tata cara pembubaran sebuah Ormas. Hal ini tertuang secara terperinci dari mulai pasal 60 hingga 82. Di deretan pasal tersebut disebut secara terperinci bagaimana cara yang harus ditempuh oleh pemerintah bila ingin membubarkan sebuah Ormas berbadan hukum.
Tahapan-tahapan di dalam deretan pasal tersebut sungguh sangat runut. Hal ini nampaknya dibuat oleh sang Pembuat UU agar kelak UU ini tak digunakan oleh fihak pemerintah untuk memberangus Ormas (terutama yang berbeda pandangan dengan pemerintah) secara serampangan.Sanksi tersebut diawali dari teguran tertulis, penghentian bantuan dana hingga pembubaran Ormas melalui Pengadilan yang fair dan terbuka.
Sejumlah Media memuat berita berbeda, ada yang sampaikan HTI dibubarkan Pemerintah dan ada yang sampaikan Pemerintah berencana bubarkan HTI.
"Tulisan ini berawal dari bacaan saya terhadap sejumlah Media yang sudah memberitakan bahwa HTI dibubarkan secara resmi oleh pemerintah. Kalupun ternyata baru rencana, maka mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan renungan Pemerintah dalam menentukan sikapnya!", pungkasnya. (HL/TG)