Bogor, persis.or.id – Bekerja sama dengan Nusantara Palestina Center (NPC), Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun (Pusdok Tamaddun) menyelenggarakan dauroh tentang Baitulmaqdis, hari Ahad sampai Selasa (6—9/3/2022) kemarin.
Daurah yang didukung pula oleh Lembaga Seni, Budaya, dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI Pusat tersebut dilaksanakan di kompleks Rumah Masa, tepatnya di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sebagai bentuk dukungan terhadap acara tersebut, PP Pemuda PERSIS mengirim dua orang tasykil sebagai perwakilan, yaitu Ade Ipan Rustandi selaku Sekretaris Bidang Politik dan Keamanan dan Kinkin Syamsudin selaku Ketua Bidang Dakwah.
Materi dauroh disampaikan dalam enam sesi oleh pemateri tunggal, yaitu Prof. Dr. Abd Fattah El-Awaisi. Ia merupakan akademisi kelahiran Palestina yang memfokuskan diri di lembaga riset tentang Baitulmaqdis.
Dauroh yang seyogianya harus dilaksanakan dalam setahun ini disampaikan oleh Profesor Abd Fattah El-Awaisi dengan menggunakan bahasa Arab.
Terdapat beberapa catatan penting dari materi yang disampaikan. Pertama, persoalan yang saat ini terjadi di Palestina bukan sekadar permasalahan pencaplokan tanah oleh Zionis Israel, melainkan sesungguhnya lebih dari urusan nasionalisme dan bangsa Arab. Palestina adalah tanah milik kaum muslimin, maka siapapun yang merasa sebagai muslim wajib mempertahankan wilayah tersebut dari rongrongan pihak lain.
Kedua, bagi seorang muslim, memberikan bantuan dan pertolongan untuk warga Palestina adalah bagian dari urusan agama. Artinya, terkategori sebagai ibadah dan bagian dari jihad. Bantuan serta dukungan yang diberikan jauh di atas nilai-nilai gerakan kemanusiaan semata.
Ketiga, masih minimnya pemahaman kaum muslimin dalam melihat segala persoalan yang berkaitan dengan Palestina. Minimnya literatur tentang Palestina dan rendahnya semangat literasi kaum muslimin adalah sebab utama terjadinya kondisi seperti ini.
Contohnya adalah penamaan Palestina itu sendiri, ternyata sebenarnya adalah nama yang pertama kali digunakan oleh Inggris, termasuk batas-batas wilayahnya yang juga sudah ditentukan. Termasuk juga sebutan Al-Quds yang pertama kali dipopulerkan oleh Al-Ma’mun (w. 217 H), seorang khalifah kontroversial yang berafiliasi kepada Mu’tazilah.
Berdasarkan hasil risetnya, Prof. El-Awaisi menegaskan bahwa Palestina dan Al-Quds adalah istilah yang sering digunakan, tetapi sesungguhnya tidak terdapat dalam ayat Al-Qur’an maupun hadis Nabi saw. Kata yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah Al-Ardh Al-Muqaddasah untuk menyebut wilayah Palestina, sementara Nabi saw. menyebutnya dengan Baitulmaqdis.
Keempat, dalam membebaskan Baitulmaqdis dari tangan Zionis Israel, perlu adanya kolaborasi usaha dari berbagai elemen umat Islam. Kekuatan militer dan politik saja belum cukup tanpa adanya dukungan pemahaman (ma’rifah) yang kuat dalam tubuh kaum muslimin.
Dauroh ini sejatinya bisa memperkuat dan mempertegas posisi kita bagaimana seharusnya kaum muslimin merespons dan bersikap terhadap permasalahan Baitulmaqdis. Memahami Baitulmaqdis dengan worldview Islam adalah jalan paling objektif, kembali merujuk teks-teks wahyu yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi adalah kuncinya.
Kontributor: Kinkin Syamsudin
Editor: Dhanyawan