Meski Jawa Barat menjadi target utama, namun penyumbang terbesar kristenisasi di Indonesia adalah Sumatera Barat. Dan Kota yang paling mudah menerima kehadiran misionaris adalah Kota Mentawai. "Pemurtadan terbesar ada di Sumbar, terutama Mentawai. Di sana ada Rumah Kasih Nazaret Minangkabau," jelas Benard.
"'Licik sebagaimana Ular, Santun sebagaimana merpati.' Itulah semboyan operasi mereka. Maka tidak aneh jika mereka licik, mereka membentuk kelompok-kelompok, seperti Brigade Manguni, laskar Panji Hitam, laskar kristus Maryam. Dan kesemuanya dibentuk untuk melancarkan misi mereka," ungkap Bernard.
Sebagai aktivis anti pemurtadan, Bernard mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi umat Islam di Indonesia. Sesuai data yang ada, pada tahun 1970 penganut Islam mencapai 95%, sedangkan pada tahun 2010, jumlahnya menurun menjadi 73,3%. "Prihatin, karena jumlah tersebut (73.3%, red) sangat mungkin terus menurun sesuai target misionaris, yakni minimal 50%-50% di tahun 2020," papar Bernard.
Bernard pun prihatin akan rendahnya kepedulian umat terhadap ajaran agamanya. "Bagaimana umat akan peduli terhadap permasalahan aqidah seperti kristenisasi, kalo terhadap ajarannya saja tidak peduli! Sebelum masuk Islam, saya sudah menghapal al-Qur'an, Hadits, belajar ilmu Bayan, Musthalah Hadits, Ushul Fiqih dan pelajaran pesantren lainnya. Saya pun sudah bisa baca Arab gundul dan fasih berbahasa Arab. Itu saya sebelum menjadi Muslim, bagaimana dengan Mayoritas Muslim di Indonesia?" sindir Bernard.
Terakhir, Bernard menyampaikan informasi tentang masuknya misionaris di wilayah bencana Garut. "Misionaris sudah masuk di Garut pasca banjir kemarin. Mereka memberi lebih dari apa yang kita beri. Ini pun jadi masalah! Masalah sosial harus jadi perhatian!" pungkas Bernard tegas. (/HL)
Hima Persis
11 November 2025 | 08:21
PW HIMA PERSIS DIY Gelar Kaderisasi di Bantul: Tegaskan Peran Mahasiswa sebagai Organisatoris Akademis Berbasis Nilai Ulul Albab