Saat rapat dengan orangtua santri, seorang ibu bertanya, “
ustadz, kami sama sama bekerja, ketemu anak hanya malam saja, bagaimana cara ideal mendidik anak?”, tanyanya.
Di lain waktu, orangtua yg lain berkata, “
da ustadz, ayeuna mah pengaruh lingkungan dan gadget luar biasa..”, ujar si bapak
Sebelum mengurai tentang judul tulisan ini, saya menyuguhkan data temuan di Bimbingan Konseling MTs Persis 3 Pameungpeuk. Pada tahun 2015 ada 63 kasus pacaran parah. Tahun 2016 kasus serupa turun jadi 24, dan tahun 2017 turun lagi jadi 17 kasus. Santri di MTs ini diatas 1000 orang. Dan, setelah ditelaah, semua yang berkasus tersebut 90% ada masalah di keluarga
Ayah Ibu merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas perilaku anaknya. Perilaku anak hari ini merupakan manifestasi dari apa apa perlakuan orangtua terhadapnya di masa yg telah lalu.
Di usia 7 tahun pertama, ayah ibunya sanggup mengintervensi (mempengaruhi) hidup anak 80-90%
Di usia 7 tahun kedua (8-14thn), intervensinya turun jadi 60%
Di usia 7 tahun ketiga (15-21) intervensinya turun lg jadi 40%
Di usia 7thn keempat (22-28) lebih turun lagi tingkat intervensi ayah ibu ke anaknya, bisa 20% bahkan nol besar.
Darimana kita memulai memperbaiki semuanya?
Jawabannya, mulai dari ayah ibunya. Memang benar, lingkungan berpengaruh. Gadget berpengaruh, teman berpengaruh. Tapi harusnya pengaruh orangtua mesti lebih kuat.
Kenapa pengaruh orangtua menjadi tidak sekuat pengaruh lingkungan?
Itu karena;
▪ saat usia 7 tahun pertama, kebutuhan
attachment (kelengketan) nya tak terpenuhi. Kelengketan berarti si anak merasakan ayah ibunya
hadir dlm hidupnya, menghangatkan suasana hatinya. Ada kenyamanan dan kebahagiaan saat ayah ibunya ada. Karena ayah ibunya tak sekedar mengawasi, tapi juga
membersamai dirinya
▪ di usia 7 tahun kedua, ayah ibunya kurang menerapkan 3 hal ini penting ini saat ada di rumah yaitu; Bermain (bercanda), bicara (ngobrol santai) dan belajar (ngaji atau kegiatan yang bermuatan pembelajaran)
Anak anak sebetulnya tak butuh ayah ibunya full 24 jam. Saat bermain, tentu anak tak akan nyaman jika terus dibuntuti oleh orangtuanya. Antar jemput selama sekolah full ditunggu dari SD-SMA, pasti sangat tak diinginkan oleh anak.
Faktanya, anak butuh waktu intens 1-3 jam untuk berinteraksi dengan ayah ibunya.
Saat berkumpul di rumah, ada pengaruh yg ditancapkan orangtua kepada anaknya.
Saat anak bs mengagumi ayah ibunya, nilai nilai baik dari keduanya akan diduplikasi oleh anaknya.
Sesibuk apapun, mengurus anak mesti dijadikan prioritas. Orangtua tak mesti 24 jam ada di samping anaknya, tetapi saat ketemu dgn kita selaku ayah ibunya, anak merasakan kehadiran kita, ada pengaruhnya keberadaan kita untuk hidupnya.
Misal; ayah ibunya bekerja. Pulang maghrib. Anaknya sekolah di SMP/MTs. Mereka hanya ketemu pas maghrib, ayahnya bisa ngajak shalat berjamaah di masjid. Atau, bisa ngobrol ngaler ngidul dulu, namun pada akhirnya dia mendapatkan pembelajaran.
Atau, kalau anaknya terlihat susah shalat, ayah ibunya bs melibatkan Allah. Sebutkan,
Takutlah pada Allah.. Wahai anakku
Kembali ke pertanyaan dan pernyataan yabg ditulis di awal tulisan ini.
Idealnya jika orangtua sibuk, sekurang kurangnya manfaatkan waktu 1/2 jam hingga 3 jam (dari 24 jam bayangkan) untuk hadir dalam kehidupan anak-anak kita, menanamkan nilai nilai agama, ada interaksi dan kebersamaan. Orangtua yang seperti ini, biasanya akan mudah mengendalikan dan membangun karakter anak.
Selanjutnya, anggapan pengaruh lingkungan sangat kuat, mesti kita tepis. Mestinya ayah ibunya yang lebih bisa mempengaruhi. Karena waktu terbanyak anak bertemu dengan orangtuanya. Namun sayang sekali jika sekedar bertemu dan ada disampingnya, tanpa si anak merasakan interaksi, kehngatan dan kebersamaan.
Terakhir, tak semua hal mampu kita gapai. Anak kita tak bisa kita genggam hati dan pikirannya. Sebab itu, cara membangun karakter shaleh terpenting adalah; kita menjadi orangtua yg shaleh.
Kita senantiasa mendoakan mereka. Akan ada pertolongan Allah, memudahkan mendidik anak jadi sholeh sholehah.
Allah berfirman;
“Dan orang orang yg berdoa’ ya Rabb kami, Anugerahkanlah kepada kami pasangan dan anak keturunan sbg penenang hati kami, dan jadikanlah kami sbg pemimpin bagi orang-orang yg bertaqwa”. (Q.S. Al-Furqan: 74)”.
Allahu a’lam
***
Penulis:
Taufik Ginanjar (BK MTs Persis 3 Pameungpeuk)