Dr. Irfan Safrudin (Sekum PP Persis)
Pada Sabtu, 18 Juni 2011, Kantor PP Persis kedatangan Rombongan dari Negara Malaysia yang dipimpin oleh YB Dato’ Dr. Hassan Mohd Ali (Pengerusi Jawatan Kuasa Tetap Hal Ehwal Islam, Adat istiadat Melayu, infrastruktur dan Kemudahan Awam) Kerajaan Negeri Selangor Malaysia, dalam perbincangan tersebut, YB Dato Dr. Hassan mengajukan pertanyaan kepada PP Persis yang sangat mendasar “Bagaimana strategi Persatuan Islam bisa mempertahankan organisasinya sampai sekarang dalam usia sudah mencapai 88 tahun serta tetap mempunyai peran untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Terinspirasi atas pertanyaan tersebut, saya harus bertanya kepada sejarah.
Kalau kita berbicara tentang sejarah, maka Sejarah adalah guru kehidupan (historia vitae magistra). Dengan pengalaman sejarah, manusia menjadi lebih arif dalam berpikir, berkata, berbuat dan mengambil keputusan-keputusannya. Dengan belajar manusia menjadi tahu, Allah SWT berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui” (QS Az-Zumar, 39:9).
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
Dan perhatikanlah peristiwa masa lalu untuk merencanakan masa depan (al-Hasyr 59:18)
Sejarah sesungguhnya tidak sekedar fakta-fakta peninggalan masa lalu. Sejarah memiliki muatan nilai yang dapat menggugah kesadaran seseorang. Dengan menelusuri jejak-jejak sejarah tokoh, lembaga, pemerintahan atau negara yang pernah dilalui oleh orang-orang terdahulu, generasi berikutnya dapat mengapresiasi makna perjalanan itu sesuai dengan kepentingan kontekstual saat ini.
Sejarah memang tidak seharusnya ditiru, sebab sejarah selalu mewakili masing-masing semangat zamannya (zeitgeist). Tetapi sejarah selalu mengisyaratkan nilai-nilai, cita-cita, visi, misi, semangat, obsesi, ambisi ataupun hikmah yang dapat diadaptasi dan dikontekstualisasikan. Sejarah bukan hanya cerita yang dilengkapi dengan nama-nama aktor, tempat dan waktu sesuatu peristiwa terjadi, serta disusun dalam alur metodologis tertentu secara kronologis. Sejarah merupakan serangkaian nilai yang mengandung makna edukasi dan tadzkirah bagi para pelanjutnya. Karena itu, sejarah dapat dibaca lewat dokumen-dokumen tertulis, manuskrip, aktor pelaku sejarah, atau dengan cara membaca langsung fakta-fakta yang menjadi saksi sesuatu peristiwa.
Sejarah sebagai kerangka sesungguhnya tidak pernah dimaksud sebagai album, yaitu memuat secara lengkap segala sesuatu dari objek yang di foto itu. Meminjam istilah Kuntowijoyo, kalau memakai perumpamaan, maka penulisan sejarah lebih mendekati lukisan. Tercermin pada lukisan cara pelukis melihat objek, tehnik penggarapan, pandangan dan gayanya. Islam sebagai agama yang mempunyai pandangan hidup yang konprehensif, sangat menentukan atau memberi peran yang signifikan terhadap perubahan sosial-politik baik untuk masyarakat muslim sendiri ataupun untuk masyarakat yang ada dibawah pengaruh doktrin Islam.
Selama ini dalam sejarah negara Indonesia, umat Islam sudah ”berjasa” besar seperti pada tahun-tahun sebelum dan saat kemerdekaan, pasca kemerdekaan, dan tahun krisis pemerintahan (politik) tahun 1950-1951 pada masa RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Mosi Integralnya yang diproklamirkan oleh Dr.H.M. Natsir salah satu Tokoh Persatuan Islam, serta pada saat pemberontakan PKI pada tahun1965-1966, tetapi setelah itu umat Islam seolah-olah ditinggalkan, umat Islam hanya berguna pada waktu krisis memuncak. Dalam suasana ”crisis psychology” umat Islam mempunyai kemampuan dan terampil dalam menyelesaikan suasana krisis ini. Dalam kondisi dan suasana seperti itu sumbangan Persis cukup memainkan peran penting meski dalam “cacatan sejarah Indonesia” tidak tertulis dengan tinta emas.
Meski demikian, Persis telah mengalami proses berbagai zaman dan orde dengan tetap bisa bertahan dan bergerak secara dinamis, kenapa bisa demikian, jawabannya kalau suatu organisasi ingin tetap eksis, maka organisasi tersebut harus mampu memilih dan memilah posisi dan perannya, dan hal ini akan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Apa yang akan diwariskan Persis kepada generasi selanjutnya, ada tiga hal, yaitu
1. Ideologi : semangat yang terkandung dalam suatu peristiwa kelahiran Persis. Kita memahami ideologi/nilai dari kelahiran Persis adalah adanya kegelisahan para Tokoh Persis yang menginginkan bagaimana : : “terlaksananya syariat Islam berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah secara kaffah dalam aspek kehidupan”. Dan ideologi ini memenuhi memori kader-kader Persis.
2. Pengalaman, adalah keterlibatan suatu generasi dalam suatu peristiwa sejarah, kita tahu bahwa setiap generasi atau periode selalu mengisi atau memaknai pengalaman sejarah Persisnya sesuai dengan kontek tantangannya atau sesuai zaman dan ordenya, suatu periode akan selalu mengisi dan menyempurnakan periode yang lalu dan akan mempunyai ciri khas sendiri-sendiri.
3. Kebijakan, adalah pilihan yang diambil oleh suatu generasi. Setiap kebijakan adalah jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi oleh suatu periodesasi. Jawaban atau solusi tersebut dirumuskan dan diartikulasikan sesuai dengan kewenangan dan kemampuan pada zamannya.
Dengan demikian Nilai, Pengalaman dan Kebijakan yang berkembang dalam proses sejarah Persis akan diwariskan juga bermacam-macam. Setiap periode (generasi) berhak penuh untuk menentukan prioritas tetapi tetap berpijak kepada Ideologi yang diwariskan sebelumnya. Supaya Proses Pewarisan tersebut dilalui dengan baik dan sukses, maka Persis harus melakukan tiga tahapan sebagai satu kesatuan, yaitu :
Kaderisasi : setiap pemimpin (generasi) harus menyiapkan kader yang akan meneruskan cita-cita pendiri. Kader yang mempunayi komitmen, loyalitas dan integritas yang tinggi dapat memahami ruh dan jiwa generasi sebelumnya.
Harmonisasi : antar generasi terjadi dialog (silaturahim) untuk adanya transformasi nilai/iodiologi sehingga terhindarkan terjadinya konflik karena adanya keselarasan.
Kontinuitas : keberlangsungan (suistanable) Persis tergantung kepada generasi berikutnya, yang harus tetap mampu dan berusaha untuk meneruskan dan mengembangkan serta menyempunakan hasil pengalaman generasi sebelumnya.
Dengan demikian Suatu Ideologi, Pemikiran, karya atau cita-cita Persis akan tetap eksis atau hidup, manakala Pemikiran atau Cita-cita Persis tersebut diteruskan oleh kader-kadernya (generasi berikutnya) dan atau Atau Pemikiran dan cita-cita Persis akan selalu dibaca dan hidup dalam generasi selanjutnya apabila diabadikan dalam karya tulisnya.