Mengenang 74 Tahun Mosi Integral Mohammad Natsir

oleh Reporter

04 April 2024 | 05:10

Bandung, persis.or.id - Pada 3 April 1950, Ketua fraksi Masyumi Mohammad Natsir menyampaikan Mosi Integral di depan Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS).  Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta pada waktu itu menerima mosi integral tersebut, dimana sebelumnya Natsir telah melobi para pimpinan fraksi di parlemen sehingga mereka mendukung mosi integral tersebut.

Mosi ini tidak serta merta lahir begitu saja, terjadinya perdebatan panjang di parlemen  Republik Indonesia Serikat (RIS) merupakan titik kulminasi aspirasi masyarakat Indonesia yang kecewa terhadap hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag, Belanda 23 Agustus - 2 November 1949.

Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta menugaskan Natsir dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX  melakukan lobi-lobi guna menyelesaikan berbagai krisis di daerah.

Kepiawaian seorang Natsir  berunding dengan  para pimpinan di parlemen RIS, seperti IJ  Kasimo dari Fraksi Katholik dan AM Tambunan dari Partai Kristen mendorong Natsir  pada satu kesimpulan, negara-negara bagian itu mau membubarkan diri untuk bersatu dengan Republik Indonesia adalah jangan disuruh bubar sendiri.

Apa yang dilakukan Natsir pada 1950 merupakan sebuah bukti sejarah bahwa seorang tokoh dari partai Islam terbesar saat itu sangat mencintai negerinya sehingga menyuarakan sebuah negara kesatuan.

Sepertinya kita yang hidup saat ini perlu merenungi Mosi Integral Natsir sebagai bahan untuk meresapi kembali perjuangan para pendiri bangsa.

Mengangkat kembali Momentum Mosi Integral setiap tahunnya adalah sebuah cara beretika dan beradab mengingat kiprah umat Islam dalam menjaga NKRI, di tengah isu anti kebhinekaan yang cukup kuat berhembus.

Sekaligus upaya melawan isu negatif dan memaknai kebhinekaan dan persatuan yang sudah lama terbangun.

Menarik untuk disimak,  Dalam Buku Natsir Dari Persis Untuk Indonesia  yang ditulis Nurdin Qusyaeri dalam pengantarnya Pepen Irpan Fauzan, Sejarawan Muda Persatuan Islam menceritakan

Dalam buku Islam and Politics in Indonesia (NUS Press, 2015), Remy Madinier menceritakan sebuah anekdot yang beredar tahun  1990-an di Jakarta.

Tentang komitmen tokoh Kristen yang bersedia menerima Indonesia menjadi sebuah negara Islam, syaratnya cuma satu: asal yang menjadi presidennya adalah Natsir, bukan orang lain!" The one condition to his support, however, was a guarantee that Natsir, and Natsir alone, world be ITS president,"(dalam Remy Madinier, 2015: 425). 

Sebagai pertanda saking percayanya pada ke shalehan pribadi tokoh Masyumi yang dibesarkan oleh Jam'iyyah Persatuan Islam.

Sekali lagi,  Mosi Integral membuktikan kepada kita bahwa perbedaan jika dirundingkan dan dikelola dengan baik akan memberikan hasil yang baik bagi nasib bangsa dan negara yang kita cintai dengan segenap jiwa raga.

 

Penulis: Abdul Aziz, ST

Penasehat PW. Persatuan Islam Sumut

 

Reporter: Reporter Editor: admin