Mengarungi samudera kehidupan saat badai ujian melanda, bukanlah hal yang mudah. Setiap saat kita membutuhkan pertolongan dari Allah SWT.
Teringat salah satu episode kehidupan saya waktu awal nikah. Saat itu 2013, saya dihadapkan pada krisis ekonomi.
“A.. barusan kepala sekolah minta uang tabungan senilai 4jt agar disiapkan dan dibagikan kamis pagi”, ujar Istri, Selasa sore.
Awal nikah kondisi ekonomi saya begitu terpuruk, sehingga terpaksa pinjam ke uang tabungan sekolah TK tempat istri mengajar. Waktu itu terpakai untuk biaya kuliah dan KKN, kuliah istri, biaya kontrakan, biaya cicilan motor, kebutuhan sehari-hari.
“Kumaha A?”, tanyanya membuyarkan lamunan, sambil kulihat genangan air di matanya.
Waktu itu, saya jawab, Insyaallah pasti aya rezekinya, pasti Allah menolong. Padahal jujur saja, waktu itu Blank tak tau harus bagaimana mendapatkan uang 4jt dalam waktu 1 hari.
Terinspirasi dari Sabda Nabi SAW
Nabi SAW pernah melihat Abu Umamah termenung di masjid, ternyata ia sedang dililit hutang. Lalu nabi mengajarkan sebuah doa;
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ
(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan). Disini Nabi SAW mengisyaratkan bahwa orang yang punya tekanan psikis seperti kena lilitan hutang, perlu ditenangkan dahulu pikiran dan hatinya.
وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
(Dan aku berlindung kepadamu dari rasa lemah dan kemalasan). Setelah pikiran dan hati mulai tenang, barulah bergerak.
وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ
(Dan aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut dan bakhil). Selanjutnya mesti bisa memberikan manfaat untuk oranglain, harus berani berbagi.
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
(Dan Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lilitan hutang dan ketertindasan oleh orang lain). Barulah Allah akan tunjukan jalan-jalannya sehingga hutang bisa terlunasi.
Sungguh luar biasa, sabda Nabi SAW itu 15 abad yang lalu. Jauh sebelum ada istilah ilmu psikologi. Beliau sangat memahami psikologi orang yang kena lilitan hutang.
Keesokan harinya, Rabu setelah shalat shubuh, saya mulai merancang ikhtiar. Saya SMS satu per satu relasi yang dianggap bisa meminjamkan uang. Tak berselang lama, beberapa orang langsung konfirmasi tidak bisa. Betapa malunya waktu itu. Tapi saya tempuh sebagai bagian dari menyempurnakan rukun-rukun ikhtiar.
Beranjak pukul 7, saya putuskan untuk pergi dan menemui sahabat dekat. Ternyata tak ada juga channel mereka yang menyanggupi untuk membantu.
Belajar Bergerak dari Siti Hajar
Siti Hajar melihat ismail kecil menangis kehausan, membuat dirinya berikhtiar maksimal. Ia berlari ke bukit shafa, tak didapati air disana, lanjut berlari ke bukit Marwah.
Balikan 1-2 masih logis, tapi sampai 7 kali (menunjukan banyak sekali), mulai tak logis. Ternyata Siti Hajar tak menggunakan logika matematikanya, ia hanya terus bergerak, meretas pertolongan Allah yang Maha Melihat, agar sudi menurunkan pertolongannya.
Hingga akhirnya Allah munculkan keajaiban air zamzam yang keluar dari tanah yang diinjak Ismail. Ikhtiarnya disana, Allah munculkan solusinya disini. Yang penting ikhtiarnya, itulah yang terus memotivasi saya agar terus bergerak.
Waktu itu memasuki jam 9.30 pagi, selepas shalat dhuha, SMS yang ditunggu belum kunjung ada, akhirnya saya putuskan menggojes motor dan membantu setiap orang yang terlihat butuh bantuan.
Motor terus melaju, doa doa terus saya panjatkan. Menikmati tiap laju ban motor. Saat di Soreang, saya lihat ada seorang bapak dengan tas yang di punggungnya dan membawa kresek besar.
Saya tawarkan bantuan padanya. Kebetulan dia sedang kehabisan ongkos, dia berjalan dengan tujuan ke kopo, menemui anaknya.
Sepanjang jalan saya terus berdoa, dan bertawashul dengan ikhtiar memudahkan urusan si bapak ini. Tak terasa kami sudah ada di tempat tujuan. Motor saya balik kanankan.
Dzuhur belalu, Ashar berlalu, Maghrib berlalu. Tak kunjung terlihat ada tanda-tanda solusi yang datang.
Bada shalat maghrib, saya pasrah, sebagaimana nabi Yunus AS berpasrah dan berdoa kepada Allah;
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (٨٧)فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (٨٨
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan kegelapan berlapis-lapis, "Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim" Maka Kami kabulkan doanya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman”. (Q.S. Al-Anbiya: 87-88)
Tak ada harapan sedikitpun kepada manusia, tak ada yang saya yakini bisa menolong saya dari ‘kegelapan ini’ selain Allah. Saya sudah tak peduli lagi dengan ikhtiar saya. Saya pasrahkan esok hari kepada yang empunya.
Bada pulang shalat isya, saya lihat ada notif SMS masuk. “Akh, nuju dimana? Tiasa ka rumah?”, itu isi pesannya.
Tak tunggu lama, motor digujes melaju ke Cipasung Baleendah.
“Kenapa bisa punya hutang 4jt, akhi?”, tanya dia. Saya jelaskan semuanya.
Ia langsung melangkah ke lantai 2, turun lagi sembari memberikan amplop besar.
“Coba hitung lagi akhi”, ujarnya
Alhamdulillah ya rabb, sujud syukur, Allah menepati janji-Nya. Allah kabulkan doa-doa saya.
Sekali lagi, saya merasa bahwa Al-Quran ini benar benar fresh. Sangat relevan dengan kondisi kita. Tinggal kitanya yang mentadaburi. ‘Ala kulli hal, mudah-mudahan refleksi tahaduts bini’mah ini bisa bermanfaat.
Setidaknya bagi yang menjalani awal rumah tangga dan diuji dengan krisis ekonomi, yakinlah pasti Allah akan mencukupkan segala kebutuhamu. Selama kita bertauhid kepada-Nya.
Sebagaimana yang nabi Zakariyya sebutkan dalam doanya;
وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
“dan aku tak pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku” (Q.S. Maryam : 4)
Allahu A'lam
***
Penulis: Taufik Ginanjar
Pemudi Persis
28 November 2024 | 13:01