Tafsir Q.S Ibrahim : 35-38,‎ Kecerdasan Adversity dalam Do’a Ibrahim AS

oleh Reporter

20 Agustus 2018 | 06:58

Qur’an surat Ibrahim termasuk surat Makiyyah yakni surat yang turun sebelum Rasulullah saw ‎hijrah ke Madinah terdiri dari 52 ayat  dan turun setelah QS Asyu’aro sebelum QS Anbiya.

Penamaan ‎surat tersebut seperti dijelaskan Mufassir Sayyid Quthub  sangat erat kaitannya dengan inti pesan yang ‎disampaikan  Nabi Ibrahim As dalam do’anya yang dimuat pada ayat 35 sampai dengan ayat 41.

Dari ‎sisi Munâsabatul ayat (keserasian tema dengan ayat sebelumnya) lebih jauh Quthub menjelaskan ‎bahwa ayat-ayat sebelumnya mengecam kekufuran dan menganjurkan kesyukuran. Tokoh yang tampil ‎secara utuh dan sempurna dalam hal kesyukuran adalah Nabi Ibrahim As. Beliau adalah Bapaknya ‎para nabi sehingga Rasulullah Saw mengabadikan jejak langkah keluarga Ibrahim dalam manasik Haji ‎dan Umroh di lokasi yang pernah dilalui keluarga Ibrahim As.  ‎

Nabi Ibrahim adalah sosok utusan Allah  yang memiliki nama lengkap Ibrahim bin  Tarikh bin Nahur  ‎bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Syalih bin Arfaksyad bin Sam bin Nuh As. Ia terlahir ‎dari seorang ibu  bernama  Buna binti Kartiba bin Kartsi  di sebuah bukit yang bernama  bukit  ‎Qasiyun Barzah Palestina.

Beliau Rasul utusan Allah yang selama hidupnya selalu dihadapkan pada ‎berbagai  tantangan da’wah dari mulai ayah yang bersikeras menyembah patung, masyarakat ‎hedonistik, menghadapi penguasa  dzalim, berpisah dengan keluarga dan menyembelih anak ‎kesayangannya Ismail as, tetapi beliau selalu lulus dalam menghadapi berbagai ujian hidup tersebut ‎dan Allah pun melantik beliau sebagai Imam dalam ketaatan kepada Allah yang harus diikuti oleh ‎seluruh mausia  seperti dijelaskan dalam Qs Al-Baqarah :124. ‎

Diantara ujian hidup yang paling berat yang dihadapi Ibrahim As adalah menghijrahkan istri dan ‎bayi kesayangannya dari Palestina ke sebuah tempat yang sangat gersang, tandus tanpa komunitas dan ‎perbekalan yang memadai dengan jarak tempuh 1736 km yang bila ditempuh dengan jalan kaki butuh ‎waktu 40 hari  yang sekarang namanya Makkah al-Mukarromah.‎

Dari perspektif NLP (Neuro-Linguistic Programming)  ketika seseorang dihadapkan pada masalah ‎dibutuhkan IQ (kecerdasan Intelektual),EQ ( kecerdasan emosional), SQ (kecerdasan spiritual.) dan ‎AQ (kecerdasan Adversity yakni kecerdasan menyelesaikan masalah).

Paul G.Stoltz menjelaskan ‎bahwa  tipe seseorang ketika  mengahadapi masalah diibaratkan ketika seseorang mendaki sebuah ‎gunung.

Ada tiga tipe manusia dalam menghadapi masalah :

Pertama, Quitters. Tipe ini orang yang ‎berhenti dari pendakian, banyak mengeluh, bekerja tidak serius, datang dan duduk di mesjid ‎seenaknya, jumatan sekedarnya. Ia berhenti dari pendakian.

Kedua, Campers. Mereka yang cukup ‎memiliki motivasi sudah menunjukkan upaya dan mencoba namun tak cukup sungguh-sungguh ‎mengejar cita-cita dan menyerah kalah di tengah jalan. Ia mudah marah, banyak curhat dan tidak sabar ‎menghadapi rintangan hidup.

Ketiga, Climbers. Tipe ini adalah pemanjat sejati yang ,menyiapkan ‎dirinya untuk meraih sukses dan siap mengahadpi tantangan sesulit apapun. Tipe ini berfikir kreatif, ‎memiliki motivasi tinggi dan sikap optimis dalam menghadapi perbagai persoalan hidup.

Semua ‎kecerdasan bertumpu pada keyakinan yang dimiliki bahwa dia akan dimampukan untuk mencapai ‎puncak cita-cita yang diinginkan meskipun memiliki banyak keterbatasan. Ketika Nabi Ibrahim sukses ‎dilantik menjadi Imam untuk seluruh manusia beliaupun ingin mewariskan kesuksesan tersebut kepada ‎turunannya seperti diungkapkan dalam do’a dibawah ini :‎

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ اْلأَصْنَامَ {35} رَبِّ إِنَّهُنَّ ‏أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {36}‏

Dan perhatikan ketika  Ibrahim berdo’a :” Tuhanku ! Jadikanlah negri ini negri yang aman dan ‎jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala (35) Tuhanku ! Sesungguhnya berhala-‎berhala itu telah banyak menyesatkan banyak manusia. Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk ‎golonganku dan siapa yang mendurhakaiku maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha ‎Penyayang (36)‎

Mufassir Burhanuddin al-Biqo’i maupun Ibnu Atsur menjelaskan bahwa do’a tersebut diungkapkan ‎seteleah Ibrahim melewati tanah tandus dan gersang dengan sengatan panas terik matahari.

Begitu ‎juga selama diperjalanan beliau  banyak menyaksikan komunitas manusia yang ia lewati sedang ‎menyembah al-Ashnâm patung yang berkepala manusia atau binatang sedangkan berhala yang ‎berbentuk batu atau barang disebut watsanun.

Selanjutnya al-Biqo’i menjelaskan ada dua permohonan ‎Nabi Ibrahim As dalam kedua ayat tersebut : Pertama, permohonan kemanan lingkungan  negri ‎Makkah yang akan jadi tempat tinggal Hajar dan Ismail jadi negri yang aman yang disebut oleh ‎mufassir Amnun takwiinie (Keterlindungan lingkungan hidup). Kedua, permohonan keamanan atau ‎perlindungan agar anak cucunya tetap di jalur fitrah selalu taat beribadah dan mentauhidkan Allah Swt ‎tidak tergoda oleh  materi yang memalingkan dari ketaatan kepada Allah Swt yang disebut oleh para ‎mufassir  dengan Amnun Tasyri’iyyun (Keterlindungan spiritual).‎

‏ رَبَّنَآ إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ ‏أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ {37} رَبَّنَآ إِنَّكَ تَعْلَمُ ‏مَانُخْفِي وَمَانُعْلِنُ وَمَايَخْفَى عَلَى اللهِ مِن شَىْءٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي السَّمَآءِ {38} ‏

Ya Allah Ya Tuhan kami ! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di satu lemabh ‎yang tidak ada pepohonan di dekat rumah-Mu yang dihormati. Ya Allah ! Mampuhkan mereka untuk ‎bisa melaksanakan shalat, jadikan hati  manusia merindukan mereka dan anugrahkan rezeki kepada ‎mereka  dari berbagai buah-buhan agar nereka bersyukur (37) Ya Allah ! Sesungguhnya Engkau ‎mengetahui yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakan dan tidak ada sesuatu pun yang ‎tersembunyi bagi Allah baik di bumi maupun di langit.(38)‎

Mufassir Wahbah Zuhaily dengan mengutip hadits Bukhari dari Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ‎ketika Ibrahim sampai di lokasi Baitullah beliau menyimpan Ummu Ismail (Hajar) di Hijir Ismail ‎samping Baitullah dengan perbekalan seadanya tanpa basa basi lantas ia pun pergi meninggalkan siti ‎hajar dan Ismail yang masih bayi.

Siti Hajarpun mengejar dan bertanya :” Mengapa engkau tega ‎meninggalkan aku berdua bersama bayiku di tempat yang tidak ada manusia, tidak ada makanan, tidak ‎ada minuman, bagaimana kami bisa hidup ?

Ibrahim pun tidak menghiraukan pertanyaan istrinya ‎malah dia pulang meninggalkannya. Siti Hajar akhirnya bertanya sebelum berpisah :” Allahu amaroka ‎bihadza ? (Apakah Allah yang memerintahkanmu meninggalkan aku berdua di tempat ini ?) Ya ! ‎Ibrahim menjawab singkat dan Siti hajar pun berkomentar :” Kalau begitu saya yakin Allah tidak akan ‎membiarkan kami mati kelaparan.

Ketika sampai di Tsaniyyah sebuah tempat yang tidak terlihat dari ‎Ka’bah beliau memenjatkan do’a. Do’a tersebut diawali dengan ungakapan istirham  ‎ketidakberdayaan Ibrahim untuk memberi jaminan sandang, pangan dan keselamatan Istri dan anaknya ‎jika ia tinggalkan.

Sebagai seorang suami ia sangat mencintai istri dan anaknya tapi beliau lebih ‎mengutamakan kecintaannya kepada Allah Swt. Ada tiga permohonan Ibrahim dalam do’anya agar ‎istri dan anaknya diberi kecerdasan Adversity untuk bisa menyelesaikan masalah :‎

1.Liyuqîmûshshalâta

‎   Dimampukan melaksanakan shalat sejak usia dini, hal ini bisa dilihat dari redaksinya  menggunakan ‎fi’il mudlore

Liyuqîmûshshalâta yang berfungsi untuk hari ini dan masa yang akan datang. Shalat ‎merupakan modal utama untuk mendapatkan kecerdasan IQ,EQ,AQ maupun SQ bahkan Rasulullah ‎saw mewasiatkan kepada Malik bin Huwaeris agar membiasakan shalat kepada anak-anaknya sejak ‎usia 7 tahun.

Ketika kita punya anak balita sementara di depan rumah kita ada kolam maka ada dua ‎pilihan agar anak kita tidak tenggelam di kolam itu.Pertama, kita pagari kolamnya dan kedua, kita ajari ‎anak kita berenang. Tentu pilihan kedua yang  kita pilih lantaran kita tidak mungkin memagari kolam ‎orang lain. Anak yang diajari dan dibiasakan shalat sejak usia dini tidak akan tenggelam dalam ‎menghadapi berbagai macam persoalan di zaman now yang semakin hari semakin  komplek.‎


2.Dicintai dan dirindukan banyak orang.‎

‎Permohonan yang kedua agar turunan Ibrahim menjadi turunan yang dihujani dengan deras ‎kecintaan seluruh manusia. Lafad tahwie biasanya digunakan untuk sesuatu yang meluncur dengan ‎cepat dari atas. Buah dari shalat harus  tercermin dalam tutur kata yang santun dan prilaku terpuji  ‎yang memberi manfaat kepada orang lain.

Kecerdasan IQ,EQ,AQ dan SQ  harus ditunjang dengan ‎kecerdasan  Intrapersonal (Sosial), lantaran bisa jadi orang bergelar akademik tinggi tapi tidak bisa gaul ‎dengan masyarakat malah mudah tersinggung ketika ada yang menegur.

Nabi Ibrahim memohon ‎anaknya agar memiliki kecerdasan Sosial bisa berkomunikasi dan bergaul dengan orang-orang yang ‎sama-sama  merindukan Baitullah. Kecerdasan Sosia digambarkan oleh KHE Abdurrahman (Allahu ‎yarham) mantan Ketum Persis ketika menasihati santrinya agar meniru filosofis padi, kian berisi kian ‎merunduk.

Ketika dipanen lantas dijemur berjamaah diterik matahari. Agar padi tersebut menjadi beras ‎maka dimasukkan kedalam penggilingan.. Di dalam penggilingan tersebut biji-biji padi bergesekan ‎dengan kawannya sendiri dan keluar menjadi beras yang siap untuk dimasak. Tidak semua padi yang ‎digiling keluar jadi beras tapi ada satu atau beberapa butir padi yang tetap terbungkus sekam egoisnya ‎dan dibuang dari kumpulan beras lantaran membahayakan.Ajaklah anak-anak kita shalat berjamaah, ‎ajari anak-anak kita shodaqoh dan ajari anak-anak kita bersilaturahmi agar memiliki kelembutan hati ‎dan kebaikan dalam berkomunikasi. ‎


 3.Dimudahkan rezeki dan bersyukur‎

‎ Perilaku dan tutur kata yang baik akan mengundang simpati dan rezeki dalam arti luas. Seorang ‎pedagang yang santun dan jujur akan lebih mudah mendapat simpati konsumen dibanding dengan ‎pedagang yang kasar.

Pemimpin yang santun dan penyayang akan lebih dicintai rakyatnya ketimbang ‎pemimpin yang sering membohongi rakyatnya. Nabi Ibrahim tidak minta disuburkan tanah Makkah ‎yang gersang atau disejukkan udaranya seperti di Thaif tapi memohon agar keluarganya dianugrahi ‎berbagai jenis buah-buahan yang munngkin berdatangan dari luar Makkah al-Mukarromah.

Di ‎penghujung ayat Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar  keluarganya dimampukan menjadi orang-‎orang yang bersyukur, orang yang mampu menumbuhkembangkan seluruh potensi dan fasilitas hidup ‎dijalan yang diridloi Allah Swt.‎

Pada ayat 38 Ibrahim mengungkapkan kalimah Thayyibah dengan memuji kebesaran Allah Swt yang ‎Maha Hidup dan Maha Mengetahui apapun yang ada di langit maupun di bumi dan hanya kepada ‎Allahlah ia menitipkan  istri dan anaknya agar bisa bertahan hidup  meskipun tanpa didampingi sang ‎Ayah.‎

Sepeninggal Ibrahim dengan berbekal keyakinan yang kuat (Kecerdasan Spiritual) Siti Hajar ketika ‎kehabisan air dan makanan maka ia pun sa’i lari kecil bukan jalan santai seperti Agustusan untuk ‎mencari air ke bukit Shofa lantaran ia mendengar gemercik air di sana tapi setelah sampai dibukit ‎Shofa ia tidak mendapatkan apa-apa malah suara air itu terdengar lagi dari Marwah maka ia pun sa’i ‎untuk memperoleh air dan ketika sampai di Marwah  ia pun tidak mendapatkan air dan suara air ‎terdengar kembali di arah shofa ia pun kembali sa’i menuju Shafa tetapi ia pun tidak mendapatkan air ‎seperti yang ia inginkan. Selama tujuh balikan ia berjuang untuk mendapatkan setetes air kehidupan ‎tapi tidak membuahkan hasil.

Ketika segala daya upaya mencari air sudah habis maka air mata pun ‎menjadi do’a. Saat itulah Allah turun tangan menganugrahkan  air  dari bawah telapak kaki anaknya ‎yang masih bayi yang dalam bahasa Qibti disebut  zam zam.

Ketika air melimpah maka semua mahluk ‎tahwie (berdatangan dengan cepat) termasuk kabilah Jurhum kabilah pertama yang datang menwarkan ‎tenda dan makanan maupun perbekalan lainnya untuk ditukar dengan air. Hampir 13 tahun Ibrahim ‎meninggalkan Siti Hajar beserta anaknya dan ketika beliau menemui keluarga di  Baitullah malah ‎Ismail anak yang sangat dirindukan sedang berada di Arafah dan di tempat itulah pertemuan yang ‎pertama kali, seraya Ibrahim berdo’a :”Robbij’alnie muqîmasholâti wamin dzurriyyatie...QS ‎Ibrahim:40-41. (Ya Allah jadikan aku dan turunanku orang-orang yang mampu mengaplikasikan nilai-‎nilai shalat dalam kehidupan).

Ada perbedaan redaksi ketika Ismail masih bayi menggunakan ‎liyuqîmûshalâta (lebih kepada pembiasaan Shalat dan amal soleh lainnya) sedangkan ketika Ismail usia ‎remaja menggunakan Isim fa’il muqîmashsholaati yang berarti kemampuan untuk menegakan nilai-nilai ‎shalat (ketauhidan) dalam seluruh aspek kehidupan.

Lantaran bisa jadi orang shalat di Masjid dengan ‎aksesoris lengkap tapi di kantor malah koruptor atau shalat terus maksiat jalan. Ketauhidan Ismail ‎sangat teruji ketika dia harus disembelih dan iapun pasrah dengan ungkapan singkat :” Ya abatif’al ‎ma tu’mar satajidunî insyâallâhi minashshâbirîna. QS Ashshafât:102 . Ayahanda ! Segera ‎laksanakan apa yang Allah perintahkan, Insyaalah saya menjadi orang penyabar.‎

Potret kehidupan keluarga Nabi Ibrahim merupakan cermin kehidupan yang harus kita teladani. ‎Sebagai seorang  suami,  Ibrahim mengajarkan kecerdasan Adversity bagaimana menyelesaikan ‎masalah hidup tanpa bantuan langsung dari sang suami lantaran suatu saat  kitapun akan berpisah ‎dengan keluarga yang kita cintai baik sementara atau selamanya. Begitu juga Ismail yang masih bayi ‎ikut berlatih menyelesaikan masalah sejak usia dini bersama sang Ibu di tanah gersang dan tandus dan ‎sekarang menjadi pusat perhatian jutaan kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah haji ‎maupun umroh.‎

Ada seorang pengusaha muda sukses yang bergerak di bisnis transportasi dan SPBU yang memiliki ‎karyawan lebih dari 3000 orang dengan aset milyaran. Waktu ditanya tentang kiat-kiat kesuksesan ‎mengelola perusahaan disaat yang sama banyak perusahaan yang gulung tikar tidak mampu bersaing. ‎Ia mengisahkan : Kesuksesan yang ia raih tidak terlepas dari jasa didikan keras sang ayah dan ‎kelembutan sang ibu. Sejak usia TK sang ayah selalu membawanya shalat berjamaah di masjid ‎termasuk shalat sebuh tidak pernah terlewatkan meskipun harus digendong.

Ia jarang di antar ke TK ‎meskipun motor dan mobil ada tapi jalan kaki bersama teman sekampungnya. Sang Ibu selalu ‎membekali makanan lebih untuk di makan bersama teman-temannya. Ketika SD malah lebih ketat ‎bukan hanya shalat tapi mandi pun di awasi terutama jika lupa menutup keran dan memadamkan listrik ‎ketika keluar kamar. Ketika masuk SMP dan SMA sepulang sekolah atau ada hari libur ia  magang ‎bersama ayahnya  ngabengkel  dan dibayar seperti layaknya karyawan.

Selepas SMA ia meneruskan ‎kuliah ke luar kota agar  bisa mandiri dan ketika selesai kuliah ia melamar ke sebuah perusahaan besar. ‎Ketika selesai test tulisan diteruskan dengan pasikotest sebagai penentu kelulusan. Ketika masuk ‎komplek tempat psikotest ia masuk sedangkan pintu gerbang terbuka maka ia tutupkan, ketika masuk ‎halaman ada keran air bekas menyiram bunga ngocor maka dengan spontan ia tutup dan selangnya ‎digulung, ketika masuk ruangan ada sampah berserakan lantas ia pungut dan dimasukkan ke tempat ‎sampah.

Ketika hampir terakhir giliran di wawancara betapa kagetnya ia sudah dinyatakan lulus ‎padahal belum diwawancara. Ketika minta penjelasan kepada direktur perusahaan tersebut, ia ‎menjelaskan bahwa jawabannya ada di CCTV.

Dari sekian peserta yang mengikuti psikotest hanya dia ‎yang menutup pintu, menutup keran dan memungut sampah. Sang direktur berkata :” Saya hanya ‎butuh orang berahlakulkarimah memiliki karakter seperti anda , yang pinter itu banyak tapi malah ‎kebanyakan menjadi maling. Ketika keluar  ruangan ia langsung menelopon sang ayah :” Terima kasih ‎ayah engkau telah didik  aku displin shalat berjamaah, cinta kebersihan, cinta sesama dan sekarang ‎aku dengan mudah mencari rezeki. Ia tidak harus nyogok sana sini, menjilat penguasa apalagi sampai ‎menjual keyakinan demi uang yang tidak seberapa, ia hanya memiliki kecerdasan Spiritual hasil ‎didikan orang tua disamping kecerdasan yang lainnya.. ‎

Setiap orang termasuk kita pasti akan dihadapkan pada persoalan hidup dan tidak akan lepas dari ‎urusan, uruseun jeung uruskeuneun.

Hadapilah dengan optimis dan husnudlon lantaran Allah Maha ‎Mengetahui sedangkan kita tidak mengetahui. Jangan terlalu lama menoleh ke belakang lantaran ada ‎masa lalu yang menghantuimu dan jangan pula terlalu lama melihat ke depan lantaran ada masa depan ‎yang membuatmu gelisah.

Lihatlah ke Atas di sana ada Allah yang akan membimbing kita ke jalan ‎yang benar. Bergaullah dengan orang-orang soleh seperti do’a Nabi Ibrahim lantaran teman itu seperti ‎anak tangga yang bisa dipakai membawa kita   turun atau membawa kita naik naik. Maka hati-hatilah ‎bergaul.

 

 

***


Penulis: Drs.H.Uu Suhendar.M.Ag, Dosen STAIPI Bandung

Reporter: Reporter Editor: admin